Berhubung hari libur kemarin (Maulid Nabi) saya ngga pulang
ke rumah (Probolinggo), jadinya saya meng-iya-kan ajakan teman-teman kantor
untuk jalan-jalan. Ya, bisa dibilang saya cukup jarang ikut mereka bepergian,
soalnya saya lebih sering balik ke rumah ortu kalau lagi libur atau weekend. Nah
kali ini, selain daripada gabut, saya tertarik ikut mereka sebab agendanya
adalah ke Air Terjun Tumpak Sewu di Lumajang, yang mana saya pengen banget
ke sana sejak jaman baheula!
Pasti udah pernah dengar kan Tumpak Sewu? Apalagi buat para instagramers. Dari foto-foto yang
beredar, memang terlihat kalau tempat ini punya view yang indah. Sungguh cocok
untuk mempercantik feed, bukan?
Dan yang menambah seru hari itu adalah, kami ngga cuma
mengunjungi Tumpak Sewu. Kami juga
“mampir” di air terjun lain—tidak jauh dari situ—yang bernama Air Terjun Kabut Pelangi. Hm.. Saya baru pertama kali dengar nama
air terjun ini sebenarnya. Dan ternyata, tempat ini jauh melebihi ekspektasi
saya!
So, here where the
story begins...
Hari kedua. Kami berencana mengunjungi dua tempat wisata yang
cukup hits di kota Bangkalan, yaitu Bukit Jaddih dan Arosbaya.
Keduanya memiliki “konsep” yang hampir sama sebenernya, yakni perbukitan kapur. Dua tempat ini jadi terkenal
di kalangan para pelancong, thanks to social
media yang telah memopulerkannya di jagat maya. Alhasil, banyak orang yang
tertarik untuk datang kemari, mainly ya for
photo hunting. Termasuk kami.
So here where the
story continues...
Saya udah lama banget pengen main ke Madura. Sempet beberapa kali kepikiran mau solo trip, tapi selalu urung karena “was-was” dengan kondisi di
sana. You know, kabar-kabar tentang
banyaknya begal, terus orang-orangnya yang berwatak keras, temperamen, belum
lagi dengan kendala bahasa, dsb. Ditambah dengan keadaan geografisnya yang
“katanya” gersang & panas.
Tapi ya, itu sih kabar-kabar yang saya dengar. Entah bener
atau engga.
Nah, akhirnya saya
dapat kesempatan buat ke Madura
kemarin sama temen-temen kantor. Tujuan utama kami ikut one day trip ke Gili Labak
(via operator @gililabak.id). Dan
setelah Gili Labak, kami berencana jalan-jalan di sekitar kota Bangkalan.
Namun sebenernya, selain untuk jalan-jalan, tujuan saya ikut
trip ini adalah... saya pengen tau, gimana sih sebenernya keadaan di Pulau Madura ini? Apa memang seperti
kabar-kabar yang beredar? Atau malah sebaliknya?
So, this is my trip to
Madura~
Untuk menutup rangkaian solo trip saya di Batu, saya
mengunjungi satu destinasi terakhir yang bisa dibilang, agak tidak mainstream
ya. Karena sepertinya, tempat masih belum se-hits tempat wisata lain di Batu.
Tempat tersebut adalah Peternakan Kuda Megastar.
And I’m so excited kerana ini pertama
kalinya saya main ke peternakan kuda!
Di hari terakhir solo
trip Batu ini, saya pengen pergi ke tempat yang deket-deket aja. Berhubung
saya juga harus check out dari homestay sekitar pukul 12 siang.
Pilihannya akhirnya jatuh pada Coban
Rais, sekalian Batu Flower Garden
(dua tempat ini ada di satu area). Dan ada satu tempat lagi, but I’ll tell the story later.
Sambil nunggu Paralayangnya buka, daripada saya bengong
kelamaan di Gunung Banyak, akhirnya saya memutuskan untuk pergi dulu ke tempat
wisata yang lain. Sebenernya mau ke tempat ini habis main Paralayang, tapi ternyata
keadaan tidak berjalan sesuai rencana jadi yah saya yang harus menyesuaikan
diri. Dan tujuan saya waktu itu adalah Air
Terjun/Coban Sumber Pitu.
Solo Trip Batu [Day 2]: Main Paralayang! (Feat. Taman Langit, Omah Kayu, & Goa Pandawa)
Batu Juli 30, 2018
Hari kedua solo trip di Batu. Sungguh excited sebab hari ini saya mau nyobain main Paralayang! Woohoo. Dan
pastinya deg-degan juga, kerana baru pertama kali!
Meskipun asli Jember, saya jarang banget main ke tempat-tempat wisata yang ada di kampung halaman saya ini. Kalau diinget-inget, saya cuman pernah sekali main ke salah satu pantai di Jember, namanya Papuma (Pasir Putih Malika). Pantai yang sekarang jadi magnet wisata utama di "Kota Suwar-Suwir" ini. Saya ke sana beberapa tahun lalu bareng temen-temen SMA. Pengen sih sebenernya keliling ke spot-spot lain di seputaran Jember. Tapi berhubung sekarang tinggalnya di Probolinggo, jadi lebih milih pulang ke rumah pas weekend.
Nah, beberapa hari lalu, saya akhirnya dapat kesempatan (dan juga ilham) bahwasanya ada libur tanggal merah, hari Jumat 30 Maret. Dan kebetulan yang "tidak terlalu menyenangkan" juga, saya disuruh lembur hari Sabtu-nya. Maka jadilah saya ber-ide buat jalan-jalan di Jember untuk memanfaatkan libur sehari ituh. Saya akhirnya milih main ke beberapa pantai di daerah selatan Jember. Total satu hari itu saya mampir ke tiga pantai, berhubung lokasi satu sama lain deket banget.
And yes, I’m traveling solo again! ☺️
So here where the story begins...
Berburu kuliner sepertinya udah jadi salah satu agenda rutin ya kalau kita lagi jalan-jalan. Mencari makanan-makanan yang khas atau resto-resto yang lagi happening di tempat tersebut. Sepeti kemarin, waktu saya sama keluarga lagi family trip ke Batu, saya juga nyari tempat makan yang recomended di sana. Dan dari sekian banyak situs dan artikel yang saya baca, ada salah satu tempat yang selalu muncul, yakni Warung Wareg.
So, saya mampir deh kesana.
Kayaknya udah lama banget sejak terakhir kali saya jalan-jalan bareng seluruh anggota keluarga. Apalagi sekarang saya kerja di luar kota, adik saya juga kuliah di luar kota, jadi baru bisa pulang ke rumah paling pas weekend. Itupun kalau ngga ada lembur. Kadang pengen gitu ya, kalau ada tanggal merah bisa liburan bareng entah kemana, tapi karena satu dan lain hal, seringkali rencananya batal. Akhirnya saya jalan sendiri sama temen-temen, hhe..
Nah, kebetulan hari Jumat tanggal 16 Februari kemarin ada libur Natal dan saya lagi ngga ada lembur. Jadi, saat yang tepat buat kami jalan-jalan bareng. Untuk tujuannya, sempat kepikiran ke Yogya, tapi berhubung liburnya cuman 3 hari sementara perjalanan ke sana menghabiskan waktu setengah hari sendiri, alhasil kami pilih ke tempat yang deket aja, dan pilihannya jatuh ke kota Batu, Malang.
And here where the story begins...
Seakan tak mau kalah dengan sang adik, Shireen Sungkar, yang sukses dengan produk oleh-oleh Malang Strudel-nya, kini sang kakak, Zaskia Sungkar, pun membuka kuliner
“serupa” di Kota Pahlawan, Surabaya. Didukung penuh oleh sang suami, Irwansyah,
yang juga sudah lebih dulu memulai bisnis oleh-oleh yakni Medan Napoleon, Zaskia meluncurkan produk oleh-oleh baru di
Surabaya dengan nama Surabaya Snowcake!
Home sweet home...Fyuh,
saya baru aja pulang dari Diklat Bendahara di Malang, and It’s been so fun. Seminggu ngga masuk kantor rasanya
benar-benar menyenangkan dan emejing.
Sesampainya di puncak, hal pertama yang saya lakukan tentu saja adalah ... bersyukur. Alhamdulillah. Setelah tujuh jam berjalan, mendaki, melalui segala halangan dan rintangan yang menguras tenaga dan mental (cieh) akhirnya saya sampai juga di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Jum’at, 6 Mei, pukul 22.00. Saya terbangun dari tidur yang
tak lelap . Selain karena dingin yang begitu menusuk, suasana di luar ruame
banget sama suara pendaki-pendaki lain. Ada yang ngerumpi, teriak-teriak,
nyanyi-nyanyi, nyetel musik kenceng-kenceng (-_-) Ini orang-orang nggak pada
capek apa?
Puncak Semeru
(via tboeckel.de)
Hari Jumat 6 Mei, dini hari, kami masih melungker di dalam sleeping
bag masing-masing. Malam pertama di gunung itu sukses membuat saya tidak
bisa tidur nyenyak. Meski badan pegel semua, tapi nggak tau kenapa tetep ngga
bisa tidur. Mungkin gara-gara baru pertama kali camping, ditambah excitement
pengen cepet-cepet besok pagi (cieh), dan di’perparah’ dengan suhu dingin yang
bener-bener menusuk tulang! Padahal malamnya nggak terlalu dingin, tapi pas
menjelang pagi.. beuh... tembus sampe ke dalem-dalem. Mungkin gara-gara flysheet-nya nggak menutup sampe bawah
banget ya jadi kayak ada angin yang masuk nembus ke dalem tenda. Apalagi posisi
saya paling pinggir. Udah pake kaos kaki + sarung tangan, tetep aja mengigil.
Bulan Mei ini bisa dibilang bulan yang paling berkesan buat
saya. Kenapa? Karena saya mengawalinya dengan sebuah perjalanan yang tidak akan
pernah saya lupakan ... seumur hidup! Sebuah perjalanan yang penuh perjuangan
serta membawa banyak pelajaran. Sebuah perjalanan menuju tempat tertinggi di
Pulau Jawa. Tidak lain dan tidak bukan ... Gunung
Semeru!
Seperti yang kita tau, di minggu pertama bulan ini ada
beberapa hari libur yang saling berdampingan. Dan buat kita yang pegawai
kantoran, ini adalah kesempatan cuti yang paling ditunggu-tunggu. The most wanted cuti of the year! :D
Gimana enggak? Ada dua tanggal merah, tanggal 5 (Hari Kenaikan Yesus Kristus) dan tanggal 6 (Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW) keduanya jatuh berdempetan di hari Kamis dan Jumat, sementara
mayoritas pegawai libur di hari Sabtu. Jadi kalau kita ambil cuti hari Senin
sampai Rabu (tanggal 2—4), fwalaa... kita
bakal bisa libur SEMINGGU! Tapi yah, saya akhirnya nggak ambil kesempatan cuti itu
karena temen-temen sekantor saya udah banyak yang ngajuin. Dan kalo
dipikir-pikir, menurut saya, libur long
weekend hari Kamis sampai Minggu udah lebih dari cukup. J
Saya sendiri nggak mau menyia-nyiakan libur panjang ini buat
berdiam diri di rumah. Saya pengen main ke tempat yang belum pernah saya
kunjungi. Dan kalau boleh jujur, salah satu resolusi saya tahun ini adalah ... saya
mau mendaki gunung! Tapi bukan mendaki kayak di Bromo atau Ijen (I’ve been there) yang mungkin ngga
terlalu banyak printilan persiapannya, pun medannya juga tidak terlalu sulit.
Saya pengennya mendaki sampai camping
gitu, tidur di atas gunung pake tenda, sambil masak-masak sendiri, pasti seru!
Nah, akhirnya saya cari-carilah temen yang mau diajakin naik, tapi temen yang
sekiranya udah punya pengalaman, jadi selain bisa jadi guide, bisa sekalian jadi ‘mentor’.
Setelah kesana-kemari mencari kawan, ternyata nggak ketemu
juga. Saya akhirnya coba buka-buka socmed
dan liat-liat open trip. Ada
beberapa, cuma ternyata lumayan mahal juga, pfft.. Sampai akhirnya (mungkin ini
petunjuk Tuhan) saya dapet broadcast BBM
dari salah satu temen saya kalau team @picnicasik ngadain pendakian bareng ke
Gunung Semeru, dengan share-cost yang
lumayan terjangkau. Wah ini kesempatan bagus! Saya pun langsung sign up buat join kegiatan itu.
Rencananya,
perjalanan kami berlangsung dari tanggal 5
sampai 8 Mei (4 hari). Dan sebagai
persiapan, saya udah baca buanyak banget artikel di internet. Mulai dari jalur
pendakian, peralatan yang dibutuhkan, sampai latihan-latihan yang harus
dilakukan. Karena selain mental, kondisi fisik yang prima juga sangat
dibutuhkan, terlebih buat saya yang amat sangat pemula ini. :D Tapi yah, karena
kemalasan kesibukan, saya akhirnya baru bisa latihan-latihan sekitar
seminggu sebelum hari-H. Itupun cuman jogging abal-abal keliling alun-alun
sepulang kerja.
Sementara untuk peralatan, saya bela-belain beli sepatu
gunung (untung lagi ada diskon di Cartenz
Jember :D), matras alumunium, sama sleeping
bag, terus pinjem trekking pole
& gaiter (pelindung kaki biar
nggak kemasukan pasir/lintah).
Satu hal yang mungkin jadi kendala juga buat saya adalah,
hari Rabu (tanggal 4) itu saya masih masuk kerja, di Jember, sementara semua
barang saya ada di rumah Probolinggo. Belum lagi semua peserta pendakian itu homebase-nya di Surabaya, dan mereka
berangkat dari sana ke Malang hari Rabu malam, dan mulai naik besok paginya.
Wew. Jadi, demi mengejar jadwal yang udah dibikin, pulang kerja hari Rabu itu (saya
sampai di Probolinggo sekitar pukul 20.00), saya langsung packing, terus langsung berangkat lagi ke Malang. Susah juga nyari
bus ke Malang, karena kebetulan lagi libur panjang. Saya baru bisa dapet bus
terakhir, menuju Malang sekitar pukul 00.30 dan sedihnya nggak dapet duduk
sampai Malang. -_-
Saya tiba di terminal Arjosari
sekitar pukul 03.00 dini hari. Kemudian langsung naik angkot ke Tumpang. Untung saya ketemu rombongan
pendaki lain, jadi bisa langsung berangkat angkotnya. Ongkos satu angkot
Rp120.000, bisa diisi 10-12 orang, jadi per-orang kena Rp10.000-Rp12.000.
Sekitar 40 menit-an, kami sampai di Tumpang.
Kami turun di rest area namanya de Forest. Saya lalu ketemuan dan
kenalan sama team @picnicasik. Dan sambil menunggu pagi, saya sempetin buat
tidur. Seharian belum merem sama sekali cuy. Pulang kerja langsung berangkat, mana
naik bus berdiri pula. Remek badan ini.
de Forest
(via malangtimes.com)
Sekitar pukul 06.00, kami siap berangkat menuju tujuan
pertama, yaitu desa Ranu Pani. Untuk
kesana, kita bisa nyewa jeep/hardtop/pickup. Saya pernah baca kalau kita bisa naik truk, tapi kayaknya
udah ngga ada lagi sekarang. Mungkin udah nggak boleh atau waktu saya kesana
emang lagi nggak ada. Saya dan temen-temen total sebelas orang, terus ketemu sama
seorang temen lagi yang mau nebeng ke Ranu Pani, jadi total ber-duabelas. Kami
nyewa hardtop kalau nggak salah waktu
itu Rp650.000.
Perjalanan ke Ranu Pani lumayan jauh, sekitar 1-2 jam.
Jalannya naik turun nan berkelok-kelok. Lumayan bikin pusing & mual. Namun,
kita benar-benar dimanjakan dengan pemandangan indah sepanjang jalan. Pepohonan
tinggi dan tanaman-tanaman hijau berbaris di tepi jalan. Bener-bener refreshing. Menjauh sejenak dari
penatnya kerjaan kantor dan riuhnya perkotaan. Di satu titik, kami sempat
disuguhi view luar biasa bagus, yaitu lembah sabana yang tertutup awan. That was so cool! Sayang nggak sempet
foto, hehe...
Sekitar pukul 07.00 lebih, kami sampai di Ranu Pani. Dan
suasana di sana ... ruammee poll! Penuh buanget sama orang-orang yang mau naik
ke Semeru. Semuanya tumplek-blek di
sana. Ini pasti gara-gara libur panjang. Kami langsung cari ruang kosong di
emperan toko buat istirahat, sambil sarapan. Pas beli sarapan juga ngantrinya
luar biasa panjang. Sampai kami udah nggak peduli mau makan apa, yang penting apa
aja yang udah jadi. Dan selesai makan, perwakilan dari grup kami ngantri buat
dapat briefing dari pihak pengelola,
terus bayar administrasi, dan registrasi buat dapet SIMAKSI (Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi). Untuk kelengkapan
berkasnya, kita harus bawa Surat
Keterangan Sehat dari dokter (atau dari Puskesmas), fotokopi kartu
identitas (minimal 3 lembar), sama meterai.
Pos Perijinan
Itu kami ngantrinya ... sampai sore! Sampai ditinggal tidur,
sholat, pipis, terus tidur lagi. Dan yang lebih jadi cobaan, siang itu kami
diguyur hujan deres. Kami berteduh di kolong bangunan pos pendaftaran. Kami
juga sempet ngobrol sama pendaki lain (asal Jakarta) dan dia bilang kalo udah
ngantri dari sehari sebelumnya. What the
F?!
Menjelang sore, alhamdulillah hujan mulai reda. Dan
tampaknya, kami udah hampir dapet SIMAKSI. Jujur, makin menjelang berangkat,
saya makin deg-deg-an. Kepikiran, nanti saya bakal kuat apa nggak, takut jadi
penghambat/beban juga buat tim. Apalagi kami sempet ketemu sama pendaki yang
udah turun dari puncak. Wew. Mereka keliatan tangguh semua. Lah saya, pendaki
abal-abal, wkwkwk... Akhirnya, sekitar pukul 16.00, perijinan kami beres semua,
dan pendakian pun ... dimulai! Yeay!
Gerbang pendakian
(via panoramio.com)
Tujuan pertama kami hari itu adalah Ranu Kumbolo. Siapa sih yang nggak pernah denger tempat ini? Danau
yang sangat terkenal dengan pemandangan indahnya. Di sana, kita bisa bangun tenda buat
istirahat dan bermalam. Jarak dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo ±10,5
km dan kita akan melewati 4 pos.
Perjalanan menuju pos pertama lumayan bikin saya ngos-ngosan. Hahha.. Yah
maklumlah, baru pertama kali mendaki ‘beneran’. Sampai ada temen yang bilang,
kok baru pertama kali mendaki langsung nyobain trek gunung yang susah? :P Tapi
untunglah, ternyata saya bisa keep up
sama rekan-rekan se-tim yang lain. Di beberapa tempat yang agak lapang, kami istirahat
sebentar. Kondisi gunung yang ramai juga membuat kami harus bersabar karena
kadang jalannya macet (harus nunggu yang di depan), atau papasan sama pendaki
yang mau turun. Saya sih malah seneng kalo jalannya macet, soalnya bisa sekalian
curi-curi napas :P
Yang bikin saya heran, ternyata jalur pendakian Semeru ini
lumayan sempit juga. Banyak yang cuman kayak jalan setapak gitu, dan di
beberapa tempat bahkan agak susah buat papasan. Saya pikir karena tempat itu
udah terkenal, jalur pendakiannya bakal dibikin lebar atau gimana. Ternyata
enggak juga. Jadi bener-bener kayak kita nembus hutan belantara gitu. Belum
lagi, cuaca yang masih sering hujan-hujanan, bikin treknya becyek bin licyin.
Jalur menuju Pos 1 dan 2 didominasi sama tanjakan. Dan
semakin naik ketinggiannya, semakin sering kita ketemu sama jurang-jurang di
tepi jalan. Konon, karena bentuk bebatuan/tebing yang seperti disayat-sayat
ini, daerah tesebut dinamai Watu Rejeng.
Kita kudu ekstra hati-hati. Apalagi kalau jalannya licin, dan kita mendakinya
sore hari menjelang malam, kayak kami. Hati-hati juga sama batang dan akar
pohon yang malang melintang di hadapan kita. Nggak jarang saya kesandung atau
kepentok. Semakin malam tentunya akan jadi semakin dingin, semakin gelap, so
sarung tangan dan headlamp/senter
akan sangat esensial.
Sign board Watu Rejeng
(via panoramio.com)
Perjalanan itu bener-bener berkesan buat saya. Biasanya jam-jam
segitu saya lagi duduk santai di rumah, sambil nonton TV, atau malah udah melungker
di kasur. Sementara malam itu, saya masih berjalan, mendaki, di tengah hutan, kedinginan
kelelahan dan kelaparan (cieh). Tapi yang bikin seneng adalah ... saya bisa menyaksikan
bintang-bintang di langit yang tampak lebih besar dan lebih terang dari
biasanya. Mungkin karena kita lagi di ketinggian dan minimnya polusi udara di
sana.
Mendekati Ranu Kumbolo, kami lumayan banyak ketemu trek
mendatar dan turunan. kejauhan, keliatan
banyak kelap-kelip tenda di tepian danau. Udah mirip pasar malem aja saking
banyaknya. Dan ketika kami bener-bener nyampe sana, ampun dah, itu tempat udah
full buanget sama tenda. Kami sampai bingung mau bangun tenda dimana. Tapi
alhamdulillah, setelah keliling sedikit, kami nemu space di pinggiran danau yang cukup buat didirikan 3 tenda.
Ranu Kumbolo malam hari
(via travel.detik.com)
Kami langsung mendirikan tempat berlindung kami. Dan itu
adalah kali pertama saya belajar bikin tenda. Dari masukin frame, menali-temali, pasang pasak, sampai pasang flysheet-nya. Saya juga pertama kali
nyobain masak pakai kompor portable
yang pakai gas, sama pakai nesting.
Ternyata lumayan butuh keterampilan ya semua ini. :D Malam itu kami makan
seadanya. Nasi, mie, telor, terasa sangat lezat kalo lagi kelaparan. Dan
sebelum bobok, saya sempetin ganti pakaian yang kering soalnya yang dipakai
jalan tadi udah basah kena keringet, jadinya dingin banget. Selesai makan, kami
semua langsung merangsek ke dalam tenda, menelusup dalam sleeping bag, dan ... bobok cyantik.
Minggu, 24 April, hari kedua sekaligus hari terakhir kami ICV. Kegiatan kami pagi itu diawali dengan senam yang dipimpin oleh bapak-bapak dari EO. Kemudian dilanjut dengan permainan-permainan untuk menguji kekompakan, yang mana sebagian besar sudah pernah saya mainkan. Permainan paling seru menurut saya mungkin permainan “Kata Simon” or “Simon Says”, dimana konsentrasi kita bener-bener diuji. Di sini kita harus melakukan setiap perintah yang diawali dengan “Kata Simon” , dan tidak melakukan perintah yang tidak didahului dengan “Kata Simon”. Sayang, saya tereliminasi di tengah-tengah. Padahal game ini ada hadiahnya, dengan jumlah yang lumayan, Rp50.000 masing-masing buat 4 orang terakhir yang bertahan. Yah bukan rejeki berati.
Hari Sabtu, 23 April lalu, kantor saya ngadain acara namanya
ICV atau Internal Corporate Value
(kalo nggak salah). Acara ini semacam liburan gitu yang diikutin oleh semua
pegawai sekantor, dengan tujuan utamanya adalah untuk menambah keakraban,
mempererat tali persaudaraan yang nantinya diharapkan dapat menambah
kesinergisan kami dalam bekerja (uopoo iki). Tujuan ICV kami tahun ini adalah
ke ... Malang. The most common holiday
destination in East Java. Pfft.
Diberdayakan oleh Blogger.