The Pearly Everlasting, Edelweiss
Juni 18, 2014
Hello brader sister, saya mau ngelanjutin cerita eh bukan ngelanjutin juga
sih, tapi masih ada hubungannya sama cerita saya pas jalan-jalan ke Bromo kemaren.
Jadi pas kita dalam perjalanan turun dari puncak Penanjakan, kita kan ngelewatin
jalan yang sama kayak pas kita naik (ya iyalah), nah waktu saya asyik melihat
tanaman-tanaman di kanan-kiri kita, saya jadi inget satu bunga yang tumbuh di
pegunungan. Edelweiss!
Edelweiss, atau yang di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru disebut
“Bunga Senduro” ini, memiliki nama
latin Anaphalis javanica dan masuk dalam keluarga Aster. Tanaman ini bersifat endemik lho
kawan alias cuma bisa ditemui di sini, di Indonesia. Edelweiss ini hidupnya di
daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut,
seperti di gunung-gunung di Pulau Jawa, Sumatera bagian utara, Sulawesi bagian
selatan, dan Lombok.
Anaphalis javanica sendiri pertama kali di temukan pertama kali oleh
seorang naturalis dan penjelajah asal Jerman bernama Georg Carl Reinwardt (1773-1854). Om Georg ini juga founder dari
Kebun Raya Bogor lho kawan. Nah, waktu si om Georg jalan-jalan di Gunung Gede,
di selatan Bogor, pada tahun 1819 silam, beliau nemuin tanaman ini di lereng
Gunung Gede. Di kemudian waktu, tanaman ini dipelajari kembali secara lebih scientific oleh botanis asal Jerman
lainnya bernama Carl Heinrich Schutz
(1805-1867).
Anaphalis javanica berbunga pada sekitar bulan April sampai Agustus.
Bunganya sendiri sangat cantik, berukuran kecil sekitar 5 mm, berwarna putih
mutiara dan kuning di bagian tengahnya. Saat mekar, bunga-bunga Edelweiss
mengeluarkan aroma harum yang dapat menarik hati ratusan spesies serangga untuk
menyesap manis madunya.
Edelweiss seringkali digunakan sebagai simbol cinta dan kasih sayang
seorang lelaki kepada wanita, atau sebaliknya (jaman sekarang cowo ke cowo juga
mungkin). Bunga ini adalah perlambang bahwa seseorang akan rela mendaki gunung
setinggi apapun dan menempuh perjalan ribuan mil untuk membuktikan cintanya. Bittersweet!
Keunikan lain dari bunga Anaphalis
javanica, dan yang sudah sangat terkenal seantero jagat, adalah julukannya
sebagai “Bunga Abadi” or “Eternal
Flower”, atau yang di luar negeri disebut juga “Pearly Everlasting”. Bunga
Edelweiss dapat bertahan pada tangkainya hingga 25 tahun! Warnanya mungkin
berubah, tetapi kecantikannya tidak akan luntur. Asek. Hal ini mungkin ada
hubungannya dengan cara hidup Anaphalis
javanica di atas gunung sana. Edelweiss dapat tumbuh di lahan vulkanik
tandus dan kurang air sebab ia mampu bersimbiosis dengan jamur tanah tertentu
dan membentuk mikoriza, sehingga akar-akarnya lebih efisien dalam mencari unsur
hara. Daun-daun serta bunga-bunga yang berukuran kecil bisa jadi salah satu
cara bertahannya agar tak kehilangan air terlalu banyak dari proses penguapan.
Kecantikan dan ‘keabadian’ Anaphalis
javanica ini membawa petaka tersendiri baginya. Bunga Edelweiss sudah
sangat populer di kalangan wisatawan sebagai cenderamata. Banyak Edelweiss yang
dipetik lalu dijadikan hiasan karangan bunga di dalam pot. Kalo di Bromo, ada
tuh yang jual Edelweiss yang udah diwarna-warnain. Nggak ngerti kenapa diwarnai
lain, padahal warna aslinya aja udah cantik. Sampai-sampai di daerah
Bromo-Tengger, tanaman ini sudah dinyatakan punah dan sekarang tempat
perlindungan terakhirnya (katanya) ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Duh, semoga ngga bener-bener jadi punah ya kawan. Amin.
Saya jadi ngerasa bersalah gara-gara kemaren Mas Eko metikin saya beberapa kuntum
Edelweiss. Ih padahal kan saya cuma nanya-nanya aja. Waktu itu kita nyarinya lumayan susah, sekalinya nemu letaknya tinggi banget di atas tebing. Kata Mas Eko kita udah
ngga boleh lagi metik Edelweiss sembarangan di Bromo, makanya kita kemaren nyimpen Edelweissnya di bawah jok sepeda motor. Maafin aku ibu pertiwi. Maafkan
aku Tuhan. Aku menyesal. Nggak akan ngulangin lagi. Suer deh.
Anaphalis javanica yang kita petik setahun lalu. Nggak berubah kan.
Nah, mulai sekarang kita semua kudu mulai sama-sama menjaga kelestarian
lingkungan ya kawan. Biar anak cucu kita masih bisa menyaksikan keindahan alam
Indonesia, termasuk si Anaphalis javanica
ini. Ingat janji para pecinta alam:
“Tidak meninggalkan apapun kecuali jejak, tidak membunuh apapun kecuali
waktu, serta tidak mengambil apapun kecuali gambar”
Sekian. Terima kasih~
Thanks-List:
id.wikipedia, en.wikipedia, wisegeek.com, thejakartapost.com, kidnesia.com, superkidsindonesia.com, google, for the information
photobucket.com, flickr.com, googleimage, for the pics
YOU, for reading this! :)
0 comments