Tiga Hari Tiga Nusa [Ep. 02]: Lembongan
September 30, 2017
Kami melanjutkan perjalanan, kembali ke Nusa Lembongan. Berhubung hari sudah semakin sore,
kami memutuskan untuk langsung mengunjungi salah satu destinasi paling terkenal di
Lembongan, sekaligus jadi tempat kami untuk menikmati sunset.
Setelah melewati Jembatan
Kuning, kami tiba kembali di Pulau Lembongan.
Perut pun mulai keroncongan kerana sedari tadi kami belum makan siang. Kami
bergerak ke arah Jungut Batu dan berharap menemukan makanan yang ‘cocok’ di
sepanjang jalan.
Mencari tempat makanan halal (berhubung kami muslim) di
pulau tersebut, menjadi tantangan tersendiri. Agak susah juga. Sekalipun di
satu warung/restoran ada menu vegetarian/supposedly
halal, tetapi jika warung/resto tersebut juga menyajikan makanan tidak halal,
saya pun jadi agak ragu. You know, apakah peralatan masak yang
digunakan terpisah atau tidak, apakah cara mengolahnya sesuai dengan keyakinan
kami atau tidak, and so on.
The trick is, ya
kita bisa masak sendiri (kalau di penginapan ada dapurnya) atau ya cari warung/resto
yang tidak menjual makanan non-halal. Seperti yang kami jumpai waktu itu, tidak
jauh dari tempat kami menginap, ada salah satu warung yang setelah saya teliti
menu-menunya, sepertinya halal semua. Namanya adalah Warung Bu Edy.
Warung Bu Edy
menjual masakan rumahan/nasi campur (ala-ala warteg), nasi goreng, mie goreng,
aneka juice, dsb. Harganya juga reasonable.
Ngga terlalu mahal. Dan warung tersebut pun menjadi satu-satunya tempat makan
kami selama di Lembongan. And guess what, ternyata yang punya warung
asalnya dari Jember, Jawa Timur, sama kayak saya. Hhe..
Perut kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan ke arah barat
daya, menuju sebuah pantai bernama Dream
Beach. Jaraknya ngga terlalu jauh, sekitar 4 km atau 15 menit berkendara.
Jalanan ke sana juga mulus (di jalan utamanya), tapi setelah masuk gang-nya,
aspal mulus pun berakhir, dan digantikan dengan jalan tanah berbatu. But still, masih bisa di-handle lah untuk ukuran orang Indonesia.
And we were there,
Dream Beach...
Dan sesuai namanya, it’s
a “dreamy” beach indeed.
Kami parkir di sebelah resort (namanya Dream Beach Huts kalo
ngga salah), dan untuk menuju pantai, kita perlu turun tangga dulu.
It’s a stretch of beautiful
white sandy beach, dimana para turis bersantai sambil menikmati sunset. Tapi si Emil & Dina ngga mau
saya ajak keliling pantai karena mereka takut sama anjing-anjing—yang waktu itu
emang lagi banyak banget berkeliaran.
Entah itu anjing liar, atau peliharaan, yang jelas mereka
asyik berlari-larian main di pantai. Bahkan ada yang berenang dengan serunya di
laut.
Kami pun beranjak dari Dream
Beach, dan berkendara sejenak ke spot
lain, tak jauh dari pantai tersebut. Spot
ini adalah salah satu destinasi wisata paling terkenal se-antero Nusa Lembongan. Nama tempatnya, Devil’s Tears!
Namanya emang agak serem ya. Devil’s Tears (Tangisan Iblis).
Tapi begitu sampai lokasi, ternyata tempatnya sangat jauh dari kesan
menyeramkan. Yang ada, kita akan dibuat kagum dengan apa yang kita lihat...
Tempat ini merupakan tebing batu yang berbatasan langsung
dengan laut. Sesekali, ombak-ombak yang datang dari laut, menabrak celah-celah
dinding tebing, dan menciptakan suara gemuruh. Dari sinilah ia mendapat
julukan, Devil’s Tears.
Kita harus menunggu dengan sabar untuk mendapatkan foto yang
spektakuler, dengan background hempasan ombak yang sempurna. But due to the lack of my photographer’s
ability, I ended up taking no photos of myself, wkwk...
Saat kami kesana, matahari sudah hampir terbenam. Langit di
ujung barat pun dihiasi dengan “tirai” cahaya yang menambah kecantikan tempat
ini. So stunning!
Kami tidak berlama-lama di Devil’s Tears, karena ngga mau kemaleman sampai di homestay. Kami pun memutuskan untuk
kembali ke penginapan. And that’s it for
our first day~
Jumat, 18 Agustus 2017. Pagi-pagi, kami bangun untuk
melanjutkan eksplorasi di Nusa Lembongan. Setelah sarapan di Warung Bu Eddy, kami
menghubungi Bli Nyoman untuk membantu kami menyediakan sarana berkeliling hutan
bakau di daerah utara pulau.
Beliau memang menawarkan paket-paket kegiatan seperti snorkeling dan berkeliling hutan bakau.
Saya sebenernya pengen snorkeling dan melihat si manta ray yang tersohor itu. Tapi karena travelmate saya ngga
berani, dan due to kondisi ombak yang kata Bli Nyoman membuat kita ngga bisa ke
area manta ray, jadinya ya kami pilih
keliling bakau saja.
Setelah tiba di sebuah dermaga kecil di tepi sungai, Bli
Nyoman mengantarkan kami ke perahu yang akan kami naiki. Dan tanpa diduga,
ternyata beliau sendiri yang akan mengantarkan kami berkeliling melihat hutan
bakau, hhe..
Perahu yang kami naiki bisa menampung hingga empat orang.
Dan tarif yang dipatok untuk berkeliling hutan bakau selama ±45
menit adalah Rp100.000,00.
Bli Nyoman pun mengarahkan perahu menuju “pintu masuk” hutan
mangrove. Air di bawah kami tampak
jernih sehingga terlihat tanaman-tanaman di dasarnya. Sesekali terlihat kawanan
ikan kecil yang berenang dan melompat-lompat di atas permukaan sungai.
Suasana menjadi lebih gelap saat kami masuk lebih dalam.
Pohon-pohon bakau tumbuh rapat dan alami. Akar-akarnya yang besar sesekali
menggesek perahu kami. Harus hati-hati juga karena perahu yang kami naiki
begitu ringan dan mudah goyang. Tapi selama ada Bli Nyoman, semua aman
terkendali, hhe..
Pagi itu hanya kami yang menjelajah hutan bakau. Tidak ada
wisatawan lain. Benar-benar membuat suasana semakin tenteram dan menyenangkan.
Hingga tanpa terasa, perjalanan kami menyusuri hutan bakau itu harus berakhir.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00, dan kami ingin bergegas
menuju destinasi selanjutnya, yakni Nusa
Penida. Untuk menuju kesana, kita tinggal naik kapal dari Jembatan Kuning. Masalahnya adalah,
jarak homestay kami ke Jembatan Kuning lumayan jauh. Sementara
Bli Nyoman tidak mau kalau sepeda motornya ditinggal di Jembatan Kuning (saya pernah baca kalau beberapa pemilik sewa motor
mempersilakan kita buat ninggalin motor di jembatan). Jadi, kami harus naik
transportasi lain untuk ke Jembatan Kuning. Alhamdulillah, berkat bantuan
penduduk sekitar, kami dibantu menyewa mobil pick-up “modifikasi” seharga
Rp60.000,00 dari Jungut Batu ke Jembatan Kuning.
Sesampainya di Jembatan
Kuning, kami mencoba bertanya ke pemilik kapal yang bersandar di sana.
Salah seorang bapak menghampiri kami dan menawarkan harga Rp50.000,00 untuk
menyeberang ke Nusa Penida.
Sebenernya, kami sempat diberitahu oleh warga sekitar kalau biasanya, ongkos ke
Nusa Penida itu Rp20.000,00. Tapi setelah saya tanya-tanya lagi, ternyata
Rp20.000,00 itu untuk penduduk lokal, sementara untuk wisatawan lokal, tarifnya memang Rp50.000,00.
Namun betapa beruntungnya kami, ketika sedang menunggu kapal
penuh, seseorang menawari kami untuk “menumpang” di kapalnya dan kami cukup
membayar Rp30.000,00. Kami langsung mengiyakan tawaran tersebut dan kami
langsung berangkat menuju Nusa Penida—yang ternyata jaraknya cuman 10 menit-an sahaja.
Mau tau kemana saja kami selama di Nusa Penida? Stay tune...
Narahubung:
Warung Bu Edy
Jungutbatu, Nusa Lembongan
(dari pelabuhan Jungutbatu ambil kiri, mentok belok kanan, tempatnya ada di kiri jalan)
Open: 07.00-19.00
Phone: 081338687366
Dina & Emil, for the pics
YOU, for reading this! :)
1 comments
wah mantap min artikelnya bagus banget tempatnya
BalasHapussalam dari Berita Wisata Terbaru