Tiga Hari Tiga Nusa [Ep. 03, End]: Penida
Oktober 22, 2017
Setelah ±10 menit mengarungi lautan, kami pun
tiba di Nusa Ceningan. Di antara
ketiga trio nusa, Penida adalah
pulau yang paling luas. Dan tempat ini menyimpan banyak spot indah untuk dijelajahi. Mau kemana aja yes kami di Nusa Penida?
Kami sampai di dermaga Toyapakeh
sekitar pukul 10.00-11.00 pagi. Kami lalu bergerak menuju tempat kami menginap,
Jasmine Inn namanya. Beruntung,
lokasinya tidak jauh dari dermaga. Hanya sekitar 5 menit jalan kaki.
Seeya Ceningan & Lembongan
Hello Penida!
Sesuai perjanjian, kali ini, saya yang akan menginap di
kamar ber-AC, sementara Dina & Emil bermalam di kamar kipas angin. Untuk
harga, kamar AC dipatok Rp200.000-an/malam, dan kamar kipas sebesar
Rp170.000-an/malam. Kenapa kami ngga pesen yang kipas semua atau AC semua?
Karena emang cuman tinggal sekamar-sekamar, due
to musim liburan, jadi udah pada abis. Dan pas di sana pun, kami masih
ketemu sama bule-bule yang go show
cari kamar—yang kebanyakan udah sold out.
My room at Jasmine Inn
Kebetulan, waktu itu hari Jumat, jadi saya harus cari masjid
buat Sholat Jumat. Agak ragu juga awalnya, karena saya pikir, di sana kan
mayoritas beragama Hindu, mungkin sedikit susah buat cari masjid. Eh ternyata,
setelah saya tanya pemilik Jasmine Inn,
kampung Toyapakeh itu adalah kampung
muslim, or at least, mayoritas
penduduknya beragama Islam. Alhamdulillah
Al-Imron mosque
Dan ngga jauh dari dermaga, ada satu masjid besar, namanya Masjid Al-Imron. Letaknya agak masuk
gang, jadi saya harus ngikutin suara pengeras masjid & orang-orang yang mau
sholat.
Beres Jumatan, saya, Dina, & Emil memulai perjalanan kami
menjelajahi Nusa Penida! Yey...
Tujuan pertama kami adalah Pantai Kelingking. Pantai ini
sudah sangat terkenal di kalangan pelancong baik lokal maupun mancanegara. Dan
yang iconic tentu saja tebing batu kapur yang bentuknya menyerupai dinosaurus
T-Rex!
Perjalanan dari penginapan kami menuju Pantai Kelingking memakan
waktu sekitar satu jam berkendara motor. Pantai ini terletak di sebuah desa
bernama Bunga Mekar. Akses menuju tempat ini sedikit menantang dengan kontur
jalan naik turun dan tanah berbatu. Namun semuanya akan terbayar lunas (bahkan
dengan kembalian) ketika kita sampai di lokasi. Tiket masuk/parkir area pantai
sebesar Rp5.000,00/motor.
And finally we were
there...
Kelingking Beach!
It was sooo beautiful!
Pemandangannya cantik banget. Very exotic.
Literally bikin speechless.
Selain menikmati pemandangan laut biru yang luas tanpa
batas, kita juga bisa menyaksikan keindahan tebing-tebing batu kapur yang
menjulang tinggi.
What's down there
Lokasi Pantai Kelingking ini juga tampak terawat dan mulai
dibangun sarana & prasarana pendukung di beberapa titik. Seperti toilet,
tempat makan, dan spot-spot foto (yang kayak papan titian kayu berbentuk kapal,
dsb.). Tapi yang saya sayangkan, harga toiletnya mahal banget shay. Rp5.000,00 lho. Mending nahan
pipis deh ya kayanya.
Latar sejuta umat
Setiap sudut pantai ini terasa photogenic ya. Apalagi tebing berbentuk T-Rex yang saya bilang
tadi. Kita mesti ngantri buat dapet foto dengan background & angle
yang bagus.
The T-Rex Rock
Puas foto-foto di atas, saatnya kita turun ke pantainya!
Jadi pantai yang “sesungguhnya” itu ada di bawah tebing. Dan
untuk menuju ke sana, kita harus menuruni “tangga” yang ada di punggung si
tebing T-Rex. Awalnya kami ragu juga mau turun apa engga. Tapi mumpung lagi di
sana, dan entah kapan lagi bisa kesana, jadi kami memberanikan diri untuk
lanjut ke pantai.
Stairs to heaven
It really was an
adventure. Tangga-tangga yang ada di sana juga sebenernya bukan terbuat
dari semen+pegangan besi seperti tangga pada umumnya, tapi dia itu kayak tanah
yang digali kemudian dibentuk menyerupai tangga, lalu diberi alas bambu,
ditambah pegangan dari batang-batang kayu yang diikat satu sama lain. Cukup
menantang. Ditambah di beberapa titik, “tangga”nya ada yang longsor dan
pegangannya ada yang rubuh! Jadi harus ekstra hati-hati.
Almost there, almost there!
Setelah sekitar 30 menit-an meniti tangga tersebut, kami pun
sampai di Pantai Kelingking “yang
sesungguhnya”...
Welcome to the "real" Kelingking Beach!
Again and again, it was so
beautiful! Pasirnya alus banget. Tapi emang ombaknya agak gede, jadi kami
ngga berenang. Cuman main-main di pinggir pantai.
Fun at the beach
Ternyata yang turun ke pantai ini dikit banget. Mayoritas
bule sih. Karena mungkin kalo turis lokal, asal dapet foto bagus di atas,
mereka langsung pulang. Jarang ada yang mau explore
sampai ke bawah. Jadi yah, pantai sepanjang ±80 meter ini terasa begitu...
eksklusif.
Bule-Bule
Ada gua gede tempat sarang burung-burung
Enjoying life
Cukup lama kami di pantai, sementara matahari mulai kembali
ke peraduan. Kami pun memutuskan untuk kembali ke atas. Menurut saya,
perjalanan naik terasa lebih mudah dibanding turun. Pas sampai atas, kami masih
istirahat dulu, santai-santai dulu sambil menyeruput es kelapa—yang harganya masyaAllah mahalnya Rp20.000,00/butir. Hft
Up up up!
Kelapa termahal dihidupku (so far)
Next, kami sebenernya bingung antara mau lanjut jalan atau
balik ke penginapan, karena udah sore banget. Setelah berdiskusi, menilai, dan
menimbang, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi satu (sebenernya dua) spot lagi yang arahnya (hampir) sejalan
dengan Pantai Kelingking ini, yaitu Angel’s Billabong & Broken Beach (Pasih Uug).
Dan di luar ekspektasi saya, ternyata jalanan menuju kesana...
yha Alloh... rusak parah! Jauh lebih parah daripada ke Pantai Kelingking. Udah naik turun, ditambah debu dan batu-batu
yang gede. Tangan sampai gemeteran nyetir motornya. Dan perjalanan kami memakan
waktu sekitar 45 menit.
Saat kami sampai, keadaan sekitar udah sepi banget. Cuman
ada satu motor dan satu mobil. Emang udah sore juga. Jadi setelah memarkir
motor, kami cepet-cepet jalan ke lokasi.
Sign board
Angel’s Billabong dan Broken Beach ini ada di satu lokasi.
Dari arah kita datang, kalau belok ke kanan ada Angel’s Billabong, dan belok
kiri kalau mau ke Broken Beach. Kami jalan ke Broken Beach dulu dan letakya
lumayan jauh juga. Kita mesti jalan naik turun kayak bukit kecil gitu sampai
akhirnya tiba di lokasi.
Broken Beach
Broken Beach atau
Pasih Uug (bahasa Bali yang berarti
“pantai yang rusak”) merupakan pantai yang memiliki tebing berlubang di
tengahnya. Tinggi tebing sekitar 50-200 meter. Konon katanya, dulu tempat ini
merupakan sebuah gua besar yang atapnya amblas sehingga terciptalah lubang
tersebut. Di dasar lubang itu ada pantai pasir kecil sebenernya, tapi
sepertinya tidak bisa diakses via jalur darat.
The natural bridge
Satu hal yang menarik dari Broken Beach ini adalah adanya lubang diujung lingkaran, dan di
atasnya membentuk semacam jembatan alami. It
was so stunning, menyaksikan ombak yang menyeruak masuk melalui lubang
tersebut.
Poto cepet-cepetan
Kalau beruntung, kita bisa menyaksikan ikan pari manta dan
penyu dari atas Broken Beach ini.
Kami ngga berlama-lama di Broken Beach ini. Setelah jeprat-jepret bentar, kami langsung
bergegas menuju Angel’s Billabong.
Jaraknya sekitar 100—200 meter. Harus hati-hati, karena jalan menuju kesana
didominasi karang-karang.
Watch your step!
Welcome to Angel’s Billabong...
Angel's Billabong
Pernah denger istilah “infinity
pool” kan? Itu lho, kolam yang di
desain dengan tinggi air melebihi tinggi pembatas kolam, jadi seolah-olah
kolamnya tidak berbatas. Nah, Angel’s
Billabong ini adalah infinity pool
yang terbentuk secara alami!
“Kolam” ini merupakan cekungan karang sedalam ±2-3
meter, yang airnya “diisi” langsung dari laut. Jadi, dia bisa baru dinikmati
saat air laut mulai surut. Buat temen-temen yang mau berenang/berendam di sini
harus tetep berhati-hati, karena ombak besar bisa datang sewaktu-waktu.
Posenya gitu mulu mz?
Sudah
beberapa kali, ombak besar di Angel’s
Billabong ini memakan korban. So, be
careful gays!
Saat kami di sana, hanya ada satu rombongan bule yang lagi
foto-foto dan kayaknya baru selesai nyebur juga. Kami sendiri ngga turun ke
kolam, cuman foto-foto bentar, terus langsung cabut berhubung makin gelap.
Kami lalu memacu motor kami, menembus jalanan berbatu dan
hutan-hutan Nusa Penida, kembali ke Desa Toyapakeh. Agak serem juga motoran
malem-malem. Sepi bingit dan minim pencahayaan. Mana bensin tinggal segaris,
jadi saya nyetir sambil was-was bakal mogok di jalan. Tipsnya adalah, pastikan
temen-temen nge-full-in bensin dulu
lah sebelum jalan, soalnya di sana kalau malam, tokonya udah pada tutup!
Alhamdulillah-nya, waktu itu saya nemuin satu penjual bensin yang masih buka,
dan kami pun sampai di penginapan (± pukul 20.00) dengan aman sentosa.
Travelmates
Sabtu, 19 Agustus 2017,
hari terakhir kami di Nusa Penida,
sekaligus hari terakhir liburan, heuheu..
Kami sebenernya bingung juga mau kemana hari itu, berhubung masih banyak tempat
wisata yang ada di pulau tersebut, dan setelah berdiskusi, kami akhirnya
memutuskan untuk pergi menuju Pantai Atuh. Letaknya ada di sisi lain pulau,
sekitar satu jam berkendara.
And I’m telling you,
menelusuri jalanan Nusa Penida itu... uenak
tenan! Keadaan sekitar yang masih sepi, jalanan berbukit-bukit, hutan di
kanan-kiri jalan, dan sesekali kita jalan di pinggir pantai. So refreshing! Saat menanjak, kita bisa
melihat pemandangan spektakuler dengan latar laut biru luas.
Kemudian berganti
dengan rerimbunan pohon-pohon hijau dan lembah. Dan ada juga saat dimana jalan
yang kita lalui berbatasan langsung dengan laut, sehingga agak basah terkena
cipratan air. Ahh... motoran aja udah
asik banget dah di sana!
Mendekati lokasi Pantai
Atuh, jalanan yang tadinya mulus, berubah jadi berbatu-batu. Dan semakin
parah saat kita hampir sampai. Dan kalau diperhatikan, kita akan menemukan
papan petunjuk jalan yang agak aneh. Tulisannya ke kiri Pantai Atuh, lurus juga Pantai
Atuh. Temen-temen ambil aja yang lurus terus, itu juga yang disarankan sama
pemilik penginapan kami. Tebakan saya sih, kalau ambil kiri, mungkin kita akan
sampai juga di Pantai Atuh, lewat
pintu masuk berbeda.
And we were there, Atuh
Beach...
Atuh Beach
Tiket masuk/parkir dibanderol Rp5.000,00/motor. Pertama, kita
akan tiba di sebuah perbukitan dengan view yang menakjubkan. Tebing-tebing
karst yang menjulang layaknya di Raja Ampat (ada yang bilang tempat ini adalah
Raja Ampat-nya Bali).
View tebing karst
The hills above the beach
Untuk pantainya sendiri, kita masih harus menuruni anak
tangga karena dia terletak di bawah tebing.
Jadi Pantai Atuh ini tuh kayak lembah yang dibelakangnya
“dilindungi” dengan tebing-tebing. So beautiful.
The beach is down there
Perbukitan di belakang pantai
Hmm
Tapi sayangnya, Dina & Emil ngga mau saya ajak turun ke
pantai karena kaki mereka masih “trauma” dengan perjalanan turun ke Pantai Kelingking hari berikutnya. And I don’t wanna leave them, so, ya,
kita foto-foto di atas aja.
Santae
Dimanakah jodohku? (1)
Dimanakah jodohku? (2)
Kehabisan gaya
Sekitar pukul 11.00, kami memutuskan kembali ke penginapan,
karena kami ingin mengejar kapal ke Sanur
yang berangkat siang. Kami sampai sekitar Dhuhur, dan untungnya kami masih bisa
dapat kapal yang pukul 13.00. Dermaganya juga tidak jauh dari Jasmine Inn, hanya sekitar 100 meter.
The ticketing counter
Dermaganya beda dengan pas pertama kami datang dari Lembongan ya. Kalau yang ke Sanur
itu, nama dermaganya Banjar Nyuh.
Untuk tiketnya, dibanderol Rp75.000,00. Kalo bisa kasih uang pas, dan jangan
mau kalo disuruh bayar lebih!
Setelah menunggu beberapa saat, kapal kami pun datang, and
we’re officially leaving Nusa Penida. Seeya...
Bumpy ride
Perjalanan mengarungi lautan menuju Sanur cukup menantang
karena ombak sedang tinggi, sehingga membuat kapal bergoyang-goyang naik-turun
dengan liar. That was fun tho! And scary,
wkwk... Alhamdulillah kami sampai kembali di Sanur dengan selamat.
Safe & Sound at Sanur
Yah... selesai
sudah perjalanan kami di trio nusa Lembongan-Ceningan-Penida. Tiga hari pastinya sangat kurang untuk bisa menjelajai
seluruh sudut pulau dan mengunjungi semua spot yang ada di sana. Tapi yah, saya
jadi ada alasan untuk kembali ke sana kan? J
And I will be back for
sure!
So, do you guys wanna
visit these three stunning islands? Share your thoughts below...
Thanks-List:
Dina & Emil, for the fun trip and pictures
YOU, for reading this! :)
0 comments