Tanjung Puting Trip: Menyusuri Sungai Sehitam Malam (Part 1)
April 19, 2018
Saya inget, dulu pernah punya cita-cita pengen kerja
di WWF (World Wildlife Fund), National Geographic, atau
organisasi-organisasi yang berhubungan dengan alam, terutama dunia hewan!
Menurut saya, dunia hewan itu sangat menarik. Ya meskipun ngga semua hewan saya
suka ya, macem kecoak—which I hate them so much. Tapi mempelajari fauna
merupakan hal yang menyenangkan buat saya. Dan dulu hobi banget yang namanya
nonton acara dokumenter hewan, kayak acaranya alm. Steve Irwin &
om Rob Bredl. Kadang saya sampe mikir, Tuhan itu “ada-ada” aja ya idenya
untuk menciptakan suatu makhluk. Masing-masing punya keunikannya sendiri!
Salah satu hewan favorit saya, karena memang sungguh cute dan adorable (just
like me) adalah... Orangutan! I mean, siapa sih yang ngga terenyuh
melihat kelucuan tingkah polah mereka, serta kepolosan wajah bayi-bayi
orangutan yang ngegemesin ituh? Unch.. Tapi jangan salah juga,
orangutan di alam liar pun ada yang punya sifat “nakal” dan agresif lho!
Dan saya beruntung, beberapa waktu lalu, saya mendapat
kesempatan (dan juga rezeki alhamdulillah) untuk ketemu sama fauna
menakjubkan ini. Bukan di kebun binatang, melainkan live di habitat
aslinya, yakni di Taman Nasional Tanjung Puting!
Kamis, 12 April 2018~
Saya mendarat di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan
Tengah, sekitar pukul 07.00 pagi setelah 10 jam perjalanan darat dan udara
dari Jember, Jawa Timur. Kota Pangkalan Bun ini merupakan gerbang
masuk utama bagi mereka yang ingin berkunjung ke Taman Nasional Tanjung
Puting. Untuk perjalanan kali ini, saya bergabung dengan open trip yang
diadakan oleh Liborneo (@liborneo.travelguide).
Menurut saya, kalau mau ke Tanjung Puting (apalagi kita sendirian/grup kecil),
emang lebih enak ikut open trip sih.
Iskandar Airport |
Sedikit cerita, Liborneo ini awalnya adalah
sebuah coffee company/coffee shop yang didirikan oleh Yosa (@yosanipada). Liborneo sendiri
merupakan singkatan dari “Liberica Borneo”, dimana “Liberica” adalah satu jenis
kopi khas Kalimantan yang dikembangkan oleh Yosa di coffee shop miliknya.
Di akhir 2017, si Yosa dan sepupunya, Dion (@dionanggen), mencoba
melebarkan sayap Liborneo di bidang travel dengan
membuka open trip ke Taman Nasional Tanjung Puting. Nah,
saya sendiri milih Liborneo karena selain harganya yang kompetitif,
servis yang diberikan juga mumpuni (berdasarkan pengalaman temen saya). Dan
yang uniknya, Liborneo bakal menyelipkan kisah-kisah per-kopi-an, dan
juga menjamu para peserta dengan brewing kopi secara live di
atas kapal/klotok selama perjalanan! Seru kan!
Balik ke cerita, saya dijemput sama Dion di bandara dan
bergabung dengan 4 orang peserta lain asal Jakarta. Empat orang ini satu grup
dari sebuah perusahaan swasta (kita sebut saja “geng corporate”). Jadi total
peserta “official” waktu ada 5 orang. Iya, saya sendirian! Hehe. Kami lalu memulai
perjalanan menuju Pelabuhan Kumai yang jaraknya sekitar 10km dari
bandara. Nah, ada satu hal yang aneh di Bandara Iskandar ini. Kita di sana ngga
boleh naik mobil charteran langsung dari bandara! Jadi kita cuma boleh
naik taksi bandara (yang warna biru)! Dan untuk “ngakalin” ini, waktu itu Dion
ngebagi peserta. Ada yang naik mobil charter, sementara yang lain naik
taksi. Tapi, naik taksinya cuman sampai depan gerbang bandara lho! Jadi
buat etok-etok aja gitu. Dan tahukah Anda bahwasanya ongkos taksinya
Rp70.000! Padahal jaraknya paling cuman 150-200 meter aja. Wew.
Kumai Port |
Kumai Port |
Singkat cerita, kami sampai di Pelabuhan Kumai, trus
ketemu sama Bang Faisal (@spectrum_borneo), guide kami
selama di Tanjung Puting ini. Ngga lama setelah itu, si Yosa nyusul
datang bareng satu temennya (yang mana ini peserta selundupan :D) si Adit (@aditacuply). Jadi, di
satu klotok kita itu berisi 12 orang (8 peserta, 1 guide, &
3 kru klotok). Menjelang tengah hari, klotok kami pun meninggalkan dermaga dan
memulai perjalanan menyusuri Sungai Kumai. For information, Sungai
Kumai ini bermuara di Laut Jawa, yang mana merupakan pintu keluar masuk kapal
dari/ke Surabaya & Semarang.
Bang Faisal, the guy in safari |
Boats at Kumai Port |
Boats at Kumai Port |
Nggak lama kemudian, kita akan menemukan sebuah patung
orangutan raksasa! Di sana, klotok kita akan berbelok dari Sungai Kumai,
menuju Sungai Sekonyer. Dan petualangan kita di Tanjung Puting pun officially
started!
"Gate" to the Sekonyer River |
Orangutan statue |
Hari itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di
Kalimantan! Dan langsung masuk ke dalam jantung hutannya! How cool.
Cruising the Sekonyer River |
Cruising the Sekonyer River |
Perlahan, klotok kami membelah aliran Sungai Sekonyer. Di
kanan-kiri, berjajar pohon-pohon Nipah (sejenis palem-paleman) yang
sesekali diselingi pohon & tanaman lain (yang saya ngga ngerti namanya).
Dan meskipun air sungainya berwarna kecoklatan, tapi tetap tidak mengurangi
keindahan pemandangan di sana lho pemirsa.
Cruising the Sekonyer River |
Tapi ada satu hal yang paling saya ngga kuat di sana.
Panasnya itu lho! MasyaAllah, saya belum pernah merasakan panas sepanas
itu (?) Tapi bukan panas matahari yang menyengat kulit gitu ya, secara kan kita
di bawah atap klotok. Tapi lebih ke panas sumuk alias gerah. Hal ini
disebabkan oleh tingkat kelembaban yang super tinggi, dan ditambah mau turun
hujan juga kayaknya. Oksigennya jadi kayak tipis gitu, jadi susah buat
menghirup udara segar. Saya merasa seakan semua daya kehidupan saya disedot
keluar. Mana belom mandi dari pagi. Udah lepek ngga karuan.
Anyway, tujuan kami hari itu adalah Camp Tanjung
Harapan, salah satu lokasi feeding/pemberian makan para orangutan.
Perjalanan kesana lumayan jauh ya dari pintu masuk Sungai Sekonyer. Sekitar
sejam atau dua jam-an lah. Ketika kami sampai di Tanjung Harapan, tak lama
kemudian hujan deras pun turun membasahi bumi. Kami terpaksa nunggu hujan reda
untuk trekking menuju lokasi feeding. Tapi meskipun hujan, udara
sekitar juga masih terasa gerah, bahkan sampai hujannya selesai.
Camp Tanjung Harapan |
Camp Tanjung Harapan |
Raining |
Raining |
Kami lalu memulai trekking ke tempat feeding.
Sekitar 1 km jauhnya. Saya agak nyesel juga pake sendal jepit, karena ternyata
medannya cukup licin, bechek, dan dipenuhi makhluk-makhluk kecil penghuni
hutan, macem semut api, nyamuk, & pacet/lintah. Jadi sebaiknya kalau mau
ke sini harus pakai outfit dan alas kaki yang protektif. Jangan lupa
juga untuk menggunakan penolak nyamuk/bug repellent untuk melindungi diri dari
gigitan serangga.
Briefing before trekking |
Kami pun sampai di lokasi feeding dan di sana
sudah cukup ramai pengunjung. Mayoritas bule sih ya. Lucu juga ngeliat gimana
mereka kepanasan terkena udara negara tropis. Thanks for visiting our
country btw! ☺️ Nah, di lokasi feeding itu ada semacam panggung dari kayu, dan di atasnya terhampar tumpukan pisang. And.... finally, pemandangan yang saya tunggu-tunggu sejak dulu terlihat juga!
Waktu itu ada satu ekor orangutan dengan ukuran cukup besar,
namanya Faldo, yang sedang asyik menyantap pisang. Dia tampak sendirian saja
menikmati tumpukan makanan itu. Ternyata, usut punya usut, dia adalah salah
satu jantan dominan. Jadi orangutan yang lain agak takut mau nimbrung makan. Di
pepohonan di atas Faldo sebenernya ada orangutan lain yang mau makan, bahkan
ada satu ekor yang sambil gendong anak, tapi mereka kayak takut-takut gitu mau
turun. Akhirnya mereka cuman bisa curi-curi kesempatan buat ngambil pisangnya.
Faldo, the big guy below |
Lama-lama si Faldo ini ngeselin juga. Dia udah ngga makan
pisang-pisangnya, tapi ngga mau pergi dari “panggung”. Dia nongkrong aja
disitu. Sesekali ngangkat tangan, garuk ketek, angkat kaki, & berpose. Lucu
sih, tapi kesian juga sama orangutan yang lain.
Faldo in act! |
Faldo in act! |
Kami meninggalkan lokasi feeding sekitar pukul
16.00 dan ngga lama kemudian, pas kami lagi trekking balik ke klotok,
hujan kembali turun dengan derasnya. Baju yang kami pakai pun basah kuyup. Kita
juga harus ekstra hati-hati jalannya karena treknya tambah licin dan
tambah bechek. But that was fun tho!
Feeding time limit |
Mind your step! |
Sore harinya, klotok kami berjalan kembali menyusuri Sungai
Sekonyer dan berhenti di sebuah spot dimana ada banyak Bekantan (Nasalis
larvatus) bertengger di pucuk-pucuk pohon. Itu adalah salah satu pemandangan
yang ngga kalah menakjubkan! Biasanya cuman bisa lihat Bekantan di kebun
binatang, atau bentuk boneka maskotnya di Dufan (Dunia Fantasi). Tapi
kali itu, kami bisa menyaksikannya langsung di alam liar! That was amazing.
Bekantan/Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) |
Menjelang malam, klotok kami bersandar di dermaga Desa
Sungai Sekonyer. Sebuah desa kecil di aliran Sungai Sekonyer, yang memang
sering digunakan klotok-klotok untuk bermalam, dan kalau ada yang mau beli-beli
sesuatu di desa ini juga bisa. Ada penginapannya juga di sana.
Sambil menunggu kantuk datang, saya, Dion, Yosa, & Adit menghabiskan waktu dengan ngobrol, bercanda ngga jelas, & nyanyi-nyanyi sambil gitaran. Sementara si geng corporate was doing their own thing.
Sambil menunggu kantuk datang, saya, Dion, Yosa, & Adit menghabiskan waktu dengan ngobrol, bercanda ngga jelas, & nyanyi-nyanyi sambil gitaran. Sementara si geng corporate was doing their own thing.
Malam itu, untuk pertama kalinya saya tidur di atas klotok.
Di tengah hutan Kalimantan. Ditemani berbagai jenis serangga yang terbang
kesana-kemari. That was a cool experience! Apalagi langit Tanjung Puting
malam itu bersih dari awan, sehingga bintang-bintang bersinar dengan terangnya.
Sesekali, kunang-kunang pun terbang di sekitar kami, dengan cahayanya yang redup.
Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi
feeding berikutnya yakni Pondok Tanggui & Camp Leakey. Dan
juga, kami akan menelusuri sebuah aliran sungai yang terkenal dengan airnya
yang berwarna hitam pekat! Bak gelapnya malam....
0 comments