Pengalaman Terjun di Dunia Tarik Suara (bagian 1)

Februari 23, 2014

Ollo Friends!
Kali ini saya mau share pengalaman-pengalaman saya di dunia tarik suara. Agak nggak penting juga sebenernya, tapi yaudahlahya, ini kan my space to write what I wanna write, wkwkwk. So, here's where the story begins...







Pertama kali saya terjun di dunia tarik suara. Terjadi pada masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), berarti kurang lebih 9 tahun yang lalu. (berasa tua banget)

Sebenarnya yang menyadari bahwa saya punya sedikit kelebihan di bidang tarik suara alias nyanyi bukan saya sendiri lho, tapi guru BK (Bimbingan Konseling) atau ada nyebutnya guru BP saya di SMP. Jadi, begini kronologinya. Sebelum resmi menjadi siswa SMP Taruna Dra. Zulaeha (nama sekolah saya), seperti SMP-SMP pada umumnya, kami (calon siswa), terlebih dahulu harus melalui masa pengenalan sekolah dan soft-bully-ing (it’s my own term) yang kita kenal dengan Masa Orientasi Siswa (MOS).

Udah pada tau kan yah yang namanya MOS mah nggak lepas dari yang namanya disuruh ini itu, disuruh bawa ini itu, yang terkadang menurut saya tidak ada dasar logika dan kemanfaatannya. Saya sendiri sudah lupa disuruh membawa barang-barang apa saja sewaktu MOS dulu. Pokoknya aneh-aneh kan ya. Kayaknya, kalau nggak salah, disuruh bawa tas belanja emak-emak yang dibuat ke pasar itu, gimana coba, masih SMP udah diajarin rempong kayak emak-emak.  Belum lagi, disuruh bawa makanan yang aneh-aneh. Well, memang ribet sih ya tapi sante aja, buat seru-seruan. Lah, terus mana hubungannya sama nyanyi ini?

Jadi, ketika MOS waktu itu, entah pada hari ke berapa, ada suatu acara di mana kita dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembagian ini didasarkan pada bakat yang dimiliki masing-masing calon siswa. Kita ditanyain deh tuh, siapa yang punya bakat akting tunjuk tangan! Ada berapa anak gitu yang tunjuk tangan terus disuruh buat satu kelompok. Siapa yang punya bakat nyanyi tunjuk tangan! Ada lagi beberapa yang tunjuk tangan terus disuruh membentuk kelompok sendiri. Sampai beberapa kali ditanyain seperti itu, yang terakhir kalau nggak salah ditanya siapa yang punya bakat olahraga. Busett dah, banyak banget yang ‘ngaku’-nya punya bakat olahraga. Hampir separuh dari total jumlah anak kali! Lah saya? Sampai pertanyaan terakhir pun belum tunjuk tangan. Karena memang saat itu saya sendiri nggak ngerti bakat apa yang saya punya. Dan saat itu, nggak cuma saya lho, yang belum tunjuk tangan. Ada juga beberapa teman saya yang senasib, yang belum memahami sebenarnya apa kemampuan terpendam yang dianugerahkan Tuhan kepada kita (cieh) . Akhirnya, kita-kita yang belum tunjuk tangan dikumpullkan jadi satu kelompok. Kelompok ‘Undiscovered & Unexplored’ (my own term again, hahah) Nah, kebetulan yang jadi MC, yang daritadi nanya-nanyain bakat kita itu guru BK! Katanya sih biar mempermudah kita untuk memilih ekstrakurikuler pas di SMP nanti.

Nah, bagian berikutnya nih yang agak nyiksa. Anak-anak yang ada di grup ‘Undiscovered & Unexplored’ di tes SATU-SATU! Banyangin dong ya, di tes bakatnya (yang entah itu apa) di depan orang-orang se-gedung pertemuan. Apalagi saya yang memang dasarnya punya sifat pemalu (ehm).  Udah berasa kayak audisi Indonesia Mencari Bakat.


Nah, tes pertama kalau nggak salah itu nyanyi. Nah loh, mau nyanyi apa coba. Karena kita semua pada bingung mau nyanyi apa, akhirnya sama guru BK-nya disuruh nyanyi Pelangi-Pelangi aja. Nah, nyanyi deh tuh kita satu-satu gantian disodori mic. Beberapa udah ada yang dikasi tau kalau dia berbakat nyanyi. Sampai datanglah itu mic ke hadapan bibir saya. Terpaksa deh nyanyi satu bait dua bait, terus mic-nya pun berpindah ke teman di sebelah saya. Memang saat itu perpindahan mic-nya dibuat cepat karena keterbatasan waktu juga mungkin. Nah saya kan dilewati tuh, saya pikir yaudah mungkin memang nggak ada bakat nyanyi. Eh, pas mic-nya ada di teman sebelah saya tau-tau bu guru-nya bilang “Iya itu, kamu yang tadi kayaknya bisa” Panitianya bingung dah tuh, nunjuk-nunjuk orang sebelumnya. Sampai dia nunjuk saya, ibunya bilang “Iya, iya”. Nah loh, lha kok saya dibilang bisa nyanyi. Yaudah, dari situ saya dimasukkan ke grup “Singer Wannabe". Ada untungnya juga dikeluarin duluan dari grup ‘Undiscovered & Unexplored’, soalnya bisa lepas dari tes-tes lebih lanjut.

Akhirnya atas dasar rekomendasi dari guru BK itu, saya ikut ekskul vokal. Saat itu yang menjadi pengajar namanya Pak Kent. Sebenarnya lebih cocok dipanggil Kakek Kent atau Opa Kent, karena memangnya usia beliau sudah tidak muda lagi. Tapi lo, tua-tua gitu suaranya dahsyat dan menggelegar, ditambah dengan vibrato-nya bikin merinding (entah karena itu vibra beneran atau efek suara lansia, saya nggak tau deh, hehe). Pak Kent kalau ngajar memang seru. Orangnya sabar, pengertian, dan menyenangkan. Meskipun berparas lelaki tua tapi jiwanya selalu muda dan bersemangat. Saat saya tidak pernah lagi mendengar kabar dari beliau. Entah masih hidup atau... Yah, semoga saja kalau masih hidup beliau senantiasa diberi kesehatan atau kalau tidak semoga mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin..

Nah, pas pertama kali masuk ekstra vokal, saya benar-benar kagok. Apalagi begitu diberi partitur (tau kan ya partitur, kertas yang isinya lirik lagu sama not angka/not balok). Saya tidak mengerti cara membaca partitur tersebut. Harus saya akui saat itu saya sedikit buta nada. Untung yang diberi partiturnya berisi not angka, bukan not balok. Yang not angka saja, saat awal-awal ekskul saya kesulitan membacanya. Bahkan saya tidak hafal kalau angka ‘1’ itu ‘Do’, angka ‘2’ itu ‘Re’, dst. Sampai-sampai di atas not-not angka itu saya tulisi 1=‘Do’, 2=‘Re’, dst.


Di ekskul vokal/paduan suara itu, saya masuk kelompok Tenor. Jadi, kalau di peduan suara itu, sepengetahuan saya nih, biasanya dibagi jadi empat kelompok. Ada Sopran, Alto, Tenor, sama Bass. Kalau Sopran itu suara tingginya buat cewek, Alto suara rendahnya cewek, Tenor suara tingginya cowok, dan Bass suara rendahnya cowok. Ada juga suara Bariton, katanya ini suara cowok antara Tenor sama Bass. Simple-nya seperti ini sih *cmiiw*.  Namun, dalam beberapa kasus, terkadang kelompok-kelompok suara ini dibagi lagi menjadi Sopran 1 & Sopran 2, Alto 1 dan Alto 2, dst. Kadang ada juga lagu yang butuh bagian solo, meskipun formatnya paduan suara.

Nah, satu lagi yang sulit saat awal-awal ekskul yaitu pas semua suara disatukan dan menyanyi secara bersamaan. Secara namanya paduan suara, jadinya satu lagu dipecah-pecah menjadi beberapa suara. Saat itu, saya benar-benar kagok karena belum terbiasa menyanyi seperti itu. Kita, masing-masing suara harus berkonsentrasi dengan bagian nada yang dinyanyikannya. Hal ini memang benar-benar butuh konsentrasi penuh. Tidak jarang, suara yang satu terpengaruh sama suara di sebelahnya, terus jadinya kacau. Terus ulaaang lagi dari awal. Belum lagi, kadang masuknya bagian suara kita tidak sama dengan suara lain, misal Sopran masuk dulu baru setelah beberapa ketukan Alto masuk. Ini juga butuh konstentrasi. Kita harus tau kapan masuk, kapan berhenti, kapan masuk lagi. Kalau pas latihan sih enak masih bisa dibantu pengajar atau baca partitur. Akan tetapi, ketika waktunya tampil, kita harus mengingat-ingat sendiri bagian kita di mana dengan berpatokan pada aba-aba si conductor/dirigen.

Meskipun masuk ekskul vokal, kita (anak-anak) ekskul nggak begitu sering nyanyi-nyanyi sampai keluar sekolah. Masalahnya ya memang jarang ada acara-acara yang mengundang paduan suara untuk tampil. Namanya juga di desa, hehehe.. Job paling besar yang pernah kita ambil waktu itu adalah acara wisuda salah satu perguruan tinggi swasta di daerah saya. Sebenarnya, perguruan tinggi tersebut masih satu aliansi dengan sekolah saya, jadinya daripada nyewa padus luar mendingan pakai padus kita aja (mungkin panitia mikirnya seperti itu). Anyway, job itu adalah pengalaman yang bagus untuk saya. Di situlah saya pertama kali menyaksikan bagaimana prosesi wisuda berlangsung, bagaimana bahagianya para wisudawan ketika dipanggil namanya untuk prosesi launcher, bagaimana bangganya para orang tua melihat anaknya diwisuda, bagaimana capaeknya jadi panitia, dan bagaimana enaknya jadi bintang tamu yang dijamu dengan konsumsi yang lumayan mewah. Ini beneran. Waktu itu, kita seingat saya memang tidak dibayar dengan lembaran rupiah, tapi dijamu dengan hidangan yang istimewa (dan boleh mengambil sesuka hati) setelah acara wisuda berakhir. :D

(Bersambung ke bagian 2) ^^v

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.