Seminggu Kedua

Agustus 16, 2015

Minggu kedua di kantor baru, diawali dengan kejutan kecil bahwa saya akan dimutasi (lagi). Ya, mutasi, tapi internal kantor. Hari Senin (kalau nggak salah), sesaat sebelum pulang kantor saya dipanggil ke ruangan Kepala Seksi (Kasi) Pemeriksaan. Setelah saya masuk dan berbincang sejenak, beliau mengatakan bahwa penempatan saya di Seksi Pemeriksaan ternyata adalah sebuah ‘kesalah(paham)an’.



Jadi, awalnya saya ditempatkan di Seksi Pemeriksaan adalah karena saya diplot untuk menjadi P3 (Petugas Pemeriksa Pajak). Kerjaannya hampir sama kayak fungsional, cuman beda di jenis pemeriksaan atau gimana gitu saya juga belum terlalu ngerti. Persyaratan untuk menjadi P3 ini adalah pendidikan minimal harus Diploma III, yang mana saya telah memenuhi syarat tersebut. Namun kemudian, ternyata ada syarat tambahan, yaitu pegawai yang akan menjadi P3 harus memiliki masa kerja minimal 2 tahun. Nah, disinilah syarat yang belum saya penuhi. Secara saya juga baru 2 minggu diangkat menjadi CPNS (meski SK CPNS pun belum juga sampai).

Oleh sebab itulah, saya ‘terpaksa’ dipindah ke Seksi lain. Dan untuk kepindahan Seksi ini saya harus menunggu Nota Dinas yang dibuat seminggu kemudian. Alhasil seminggu kemarin saya lumayan gabut (lagi). Kerjaan saya paling masih tetep bantu Seksi Fungsional untuk merekap/menginput Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

***

Hari Selasa lalu, untuk pertama kalinya saya ditugaskan menjadi petugas helpdesk. Petugas helpdesk berfungsi untuk memberikan informasi dan bantuan kepada Wajib Pajak dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya. Saya sebenernya agak gimana gitu ya kalau jadi petugas helpdesk. Selain karena saya menyadari kalau kemampuan perpajakan saya belum mumpuni alias masih harus buanyak buanget belajar, saya juga ngerasa agak nggak nyaman ketika saya harus melihat wajah-wajah Wajib Pajak (WP) yang kesusahan, kebingungan, kecewa, apalagi marah-marah.
Saya orangnya nggak tegaan dan nggak enakan sebenernya. Dan saya pun merasakan kalo sistem birokrasi saat ini emang masih ribet bin riweuh, Saya nggak tega aja ngeliat WP yang harus bolak-balik karena ada syarat-syarat/berkas sepele yang ketinggalan. Belum lagi kalo mereka mengeluh tentang ribetnya proses/syarat-syaratnya, terus diselingin curhat-curhat kalo rumahnya jauh lah, ini lah, itu lah. Yah terlepas bener atau nggak cerita-cerita mereka, tetep aja, kadang bikin kasihan. Tapi yah mau gimana lagi. Saya cuma bisa menjalankannya sebaik mungkin, dan seramah mungkin. Waktu itu lumayan hectic juga saya harus bolak-balik nanya ke pegawai-pegawai lain.

***

Minggu kemarin juga, saya dan pelaksana-pelaksana lain mulai menjalankan Instruksi Kantor Pusat untuk menambah jam kerja sampai pukul 19.00. Namun, (untungnya) di KPP Jember aturan tersebut hanya dijalankan seminggu sekali, per Seksi. Jadi, satu kantor dibuatkan jadwal/dibagi hari Seksi-Seksi mana saja yang harus pulang pukul 19.00. Seksi Pemeriksaan kebagian hari Rabu.

Sebenernya saya sih fine-fine aja pulang jam segitu, karena dulu waktu magang di salah satu kantor swasta Jakarta, saya juga udah terbiasa pulang malem. Malah waktu itu, saya baru boleh keluar kantor sekitar pukul 21.00 dan nyampe kosan pukul 23.00. Besoknya berangkat pukul 06.00 dan harus berkutat dengan hiruk pikuk traffic Jakarta pagi.

Tapi kalo dilihat dari seksi efektif atau tidaknya ya menurut saya pribadi sih, masih kurang ya. Ya kalo dilogika aja mana mungkin orang bisa disuruh konsentrasi kerja 10 jam sehari. Ini bukannya saya ngeluh, menyek-menyek, atau gimana ya. Saya dulu malah 12 jam sehari ada di kantor. Tapi kalo secara general, ya, kayaknya sih nggak efektif aja.

Saya tipe orang yang kurang suka ngelembur sebenernya. Saya lebih ke tipe tenggo (jam 5 TENG, langsung GO, pulang). Because, I have a life. And I wont spend my precious time to be dyeing in a building called office. Besides, I still can’t find my passion in this field. Lagi lagi, passion. Hmm, saya sadari memang susah untuk menemukan sesuatu (tempat kerja) yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Pasti ada kurang-kurangnya. Saya sudah mencoba mencari sisi positif tentang apa yang saya kerjakan saat ini. Tapi, masih saja ada sesuatu yang mengganjal di hati. I don’t know what.

Terkesan nggak bersyukur ya. Sementara di luar sana masih banyak yang berusaha mati-matian untuk mencari sesuap nasi. Saya bersyukur atas segala yang saya peroleh saat ini. I really do. Tapi di satu titik. ada saatnya materi bukan jadi hal terpenting dalam bekerja. Tapi, di sini (pointing at heart). Kenyamanan. Bukannya mau milih-milih pekerjaan, tapi saya tidak mau menghabiskan seluruh hidup saya untuk melakukan hal-hal yang tidak membuat saya bahagia~



You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.