Roller Coaster Agustus!

Agustus 30, 2014

Ah akhirnya kita udah ada di penghujung bulan Agustus. Saya harap kamu semua dalam keadaaan sehat wal afiat soalnya saya sendiri lagi sakit. Sakit fisik (batuk, pilek, sempet anget) dan mungkin sedikit sakit secara mental. Ya gimana enggak, bulan Agustus yang diawali dengan kedamaian suasana Hari Raya Idul Fitri dan keriaan bersua dengan kawan-kawan lama, seketika berubah saat kabar tentang mungkin-kau-tau-siapa datang! Yang lantas menguubah Agustus serupa “roller-coaster”.



O ya, pertama-tama saya mau ngucapin Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan untuk negara kita tercinta, Indonesia. Yang kebetulan juga baru punya “bapak (dan ibu)” baru, setelah Pemilu kemarin. Tahun ini, Indonesia genap berusia 69 tahun. Hmm... posisi angka yang bagus. Dengan didorong semangat luhur posisi angka 69, kedepannya negara kita mampu mencapai klimaks kejayaan dalam semua bidang kehidupan. Amin...

HUT RI tahun ini saya warnai dengan flashback sejarah perjuangan kemerdekaan berpuluh-puluh tahun silam. Mulai dari sejarah datangnya Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang di Indonesia, sampai sejarah perumusan Pancasila & UUD. Bukan karena saya punya jiwa nasionalis yang tinggi, well, I have it too, tapi alasan yang lebih urgent adalah karena Sejarah jadi salah satu materi yang diujikan di Tes Kompetensi Dasar (TKD). Yap, TKD! Dialah yang udah kami, alumni STAN 2013, tunggu sejak 10 bulan lalu. Tapi yang bikin zonk, pengumumannya keluar  SEPULUH HARI sebelum hari-H! Jantungan. Tapi sebenernya seneng juga ada setitik pencerahan masalah penempatan kerja. Jadi nggak bingung lagi kalo ditanyain sodara & teteangga, “udah kerja belum?” atau “sekarang kerja dimana?” Tapi... nggak mepet-mepet juga keles.

Kerempongan pertama yang saya (dan sebagian besar kawan perantau lain) tentu masalah... tiket! TKD tahun ini agak annoying karena dipusatin di Jakarta. Kalo tahun lalu TKDnya bisa di beberapa kota. Dan bisa ditebak tiket kereta dari Jawa Timur (via Surabaya & Malang) kelas ekonomi ludes! Yang ada tinggal tiket kereta-kereta dan bus yang mahal. Ya gimana nggak abis, orang kita rebutan sama semua alumni STAN se-Jawa Timur. Alhasil, berbekal pengalaman nonton The Amazing Race, saya research rute kereta alternatif tercepat dan termurah ke Jakarta. Akhirnya, ketemulah itu rute Probolinggo-Jakarta, via Yogyakarta. Dari Stasiun Probolinggo ke Lempuyangan, Yogya, naik Logawa (Rp50.000), transit di Yogya 3 jam-an, terus nyambung kereta Gajahwong (Rp195.000) ke Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Kita dijadwalin berangkat tanggal 22 Agustus, pukul 7.00 dan tiba di Jakarta pukul 3.00, tanggal 23 Agustus.

Well, thats about the ticket. Kerempongan lain yang lebih annoying adalah... pemberkasan! Kalau tahun lalu antara TKD dan pemberkasan ada jeda waktu sekitar sebulan, tahun ini pemberkasannya digabung sama TKD. Jadi berkas-berkas yang dibutuhin buat keperluan penempatan kita harus selesai pas TKD. Berkas-berkasnya ada Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Keterangan Sehat Jasmani & Rohani, Surat Keterangan Bebas Narkoba, Pas Foto berlembar-lembar, Surat Lamaran, sama form-form yang di donlot dari situs rekrutmenstan.kemenkeu.go.id (Daftar Riwayat Hidup, Surat Pernyataan, & Hubugan Kekerabatan). Sekilas berkas-berkasnya keliatan biasa, tapi ternyata proses nyiapinnya cukup menyita waktu dan... perasaan!


Pertama, bikin SKCK. SKCK yang diminta adalah tingkat Polres. Awalnya saya minta dulu surat pengantar dari RT. Butuh dua hari dari minta form pengantar ke sekretaris RT, terus minta tanda-tangan Pak RT & Pak RW. Untungnya, ada tetangga yang kerja di kantor desa jadi bisa titip tanda tangan ke Pak Kades. Dua hari kemudian surat pengantar desa-nya jadi. Saya langsung ke Kantor Kecamatan buat minta tanda-tangan Pak Camat. Nah di kantor Kecamatan ini yang annoying! Saya sama ayah datang di Kecamatan sekitar pukul 8.00/9.00, terus kita langsung ke bagian umum (kalo nggak salah) buat minta tanda-tangan Pak Camat. Fisrt impression, pegawainya sangat-sangat kurang ramah! Nggak ada senyum-senyumnya. Saya aja nggak dipersilahkan duduk. Yang lebih nyebelin lagi, saya disuruh balik lagi pukul 10.00 buat ngambil surat pengantarnya! Padahal waktu ttu yang saya liat dia lagi nggak ada kerjaan. Kecamatan juga lagi sepi. Saya pikir Pak Camat-nya juga udah datang. Keknya emang dia aja yang males kerja pagi-pagi. Akhirnya kita terpaksa pulang lagi. Pukul 10.00 kita balik lagi ke Kecamatan dan ke pegawai itu lagi. And you know what? Begitu saya dateng dan nanyain surat pengantarnya, dia baru bawa surat pengantar itu dari mejanya terus keluar minta tanda-tangan Pak Camat! Bener-bener minta ditimpuk tuh orang. Terus dia balik lagi, ngasih surat pengantar, terus minta duit Rp10.000 buat biaya administrasi katanya. Totally bitch. Setau saya minta tanda-tangan gitu doang nggak pake bayar. Hah, beruhubung lagi males ribut saya cuma bisa berdoa biar anak pegawai itu nggak jadi kayak bapaknya dan mudah-mudahan dia sehat wa afiat meski dikasi makan dari duit nggak jelas kayak gitu.

Dari Kecamatan, kita langsung ke Polsek, yang kebetulan gedungnya tetanggaan sama Kecamatan. Di Polsek, saya minta surat pengantar buat ke Polres. Nah, untungnya pegawai di Polsek itu lebih ramah dari pegawai di Kecamatan tadi. Tapi sayangnya, Pak Kapolseknya lagi keluar dan surat pengntarnya terpaksa nginep semalam. Keesokan harinya, kita balik lagi ke Polsek dan untungnya surat pengantarnya udah jadi. Yang baiknya juga, pegawai Polseknya nggak minta “duit administrasi” kek di Kecamatan. Jadinya kita berdua langsung cus ke Polres, di Pajarakan. Proses bikin SKCK di Polres ini juga lumayan cepet. Saya tinggal bikin rumus sidik jari, terus ngasih ke petugas pembuat SKCK-nya, nunggu bentar, jadi deh. Biaya Rp10,000. Kalo yang ini biayanya legal, soalnya udah ada peraturannya. Nah alhamdulillah, hari Jum'at 15 Agustus itu, selesai sudah ngurus SKCK dan legalisasinya. Fyuh. Kelar satu berkas.

Hari Senin, 18 Agustus, saya mulai bikin Surat Keterangan Sehat Jasmani/Rohani dan Surat Bebas Narkoba. Kedua surat ini harus dikeluarin sama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)/RS POLRI. Proses bikin Surat Sehat ini juga agak  rempong. Bahkan dari sebelum saya ke RSUD. Kerempongan itu dimulai dari Tim Sukses (timses) TKD STAN, dan anak-anak STAN-nya sendiri, yang menurut saya... sok mendetail, dan sok perfeksionis, yang ujung-ujungnya nyusahin dirinya sendiri dan seluruh mahasiswa STAN. Misalnya, masalah Surat Keterangan Sehat. Di peraturannya tertulis “Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani”. Terus mereka ribut masalah di suratnya harus ada kalimat “Sehat Jasmani dan Rohani”. Kalau anggak ada kalimat ini, kita disuruh bikin Surat Jasmani sendiri terus Surat Rohani sendiri, dan berarti kita kudu tes kejiwaan dulu. Nah rempong banget kan? Padahal tahun lalu Surat Sehat apapaun dari RSUD juga dilolosin. At the end, saya mutusin buat ikut massa pembelot dan cuma bikin satu Surat Keterangan Sehat, ya yang dikeluarin sama RSUD itu. Nggak pake tes-tes kejiwaan dan bikin Surat Sehat Rohani.

Bikin Surat Keterangan Sehat dan Surat Bebas Narkoba waktu itu nggak sehari jadi. Kalo Surat Keterangan Sehatnya lumayan cepet. Yang lama itu, bikin Surat Bebas Narkobanya. Jadi hari Senin pagi itu setelah pipis di botol, dan alhamdulillah hasilnya bebas narkoba, dan pas mau minta tanda-tangan dokter, ternyata dokter yang bertugas di laboratorium belom dateng. Alhasil saya disuruh balik lagi siangnya. For info, jarak dari rumah saya yang di desa dan RSUD yang di kota kira-kira setengah jam. Sekitar pukul 12.30 saya balik ke RSUD dan ternyata Surat Narkoba-nya udah ditandatangani. Tapi alangkah terkejutnya saya ketika mengetahui yang tanda tangan di Surat itu adalah dokter yang nggak punya NIP, sementara di peraturan pemberkasan dokternya harus ber-NIP. Dan pas saya nanya ke petugasnya, ternyata dokter yang punya NIP lagi ke China Dan baru balik hari Rabu/Kamis! Duh, apes. Langsung lemes.  Mana saya berangkat ke Jakarta hari Jum'at. Akhirnya, dengan langkah gontai, saya pulang lagi ke rumah. Hari Kamis pagi, saya balik lagi ke RSUD. Dan lagi-lagi, dokternya belum dateng. Saya disuruh balik lagi siang. Jadinya saya nitipin Surat Narkoba-nya dan berharap-harap cemas semoga dokter yang ber-NIP itu beneran dateng. Siang harinya, saya ke RSUD lagi dan alhamdulillah Surat Narkoba-nya udah ditanda-tangani dokter yang ber-NIP. Namun kemudian, masalah baru datang pas saya mau legalisasi Surat Narkoba-nya. Semua petinggi RSUD (yang seharusnya tanda tangan buat legalisasi) pergi rapat di salah satu hotel di kota. Langsung lemes (lagi). Waktu itu saya ngerasa banget kalo Tuhan lagi jail banget dan nguji kesabaran saya. Saya cuma bisa berdoa. Then, miracle came. Ternyata waktu itu ada salah satu petinggi RSUD yang belum berangkat rapat dan akhirnya beliau sempet tanda-tangan di legalisasi saya. Duh, rasanya... alhamdulillah, lega!

Dan akhirnya hari Kamis, 21 Agustus, H-1 keberangkatan ke Jakarta, semua surat buat pemberkasan udah selesai. Saat itu, saya berdoanya sih semoga dibalik keruwetan ngurus pemberkasan itu ada kemudahan pas TKD nanti.  Dan ternyata bener... Ternyata emang ceritanya harus seperti itu... :)

Bersambung...



Thanks-List:
YOU, for reading this! :)

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.