Nah, ini sequel tulisan
kenangan-kenangan selama kuliah saya di STAN. Kalau kemarin udah cerita di Tingkat 1 (satu), sekarang ceritanya saya udah
naik kelas di Tingkat 2 (dua)... Yehee!
Akhirnya, setelah melalui Ujian Akhir
Semester Genap yang pertama, alhamdulillah, saya dan temen-temen sekelas 1P lulus semua alias
naik tingkat alias nggak ada yang ke-DO (Drop Out). Syukur lah kisi-kisi
yang beredar banyak tembus meskipun ada juga yang nggak tembus sama sekaleee. Waaa, sedih juga pisah sama temen-temen tingkat satu karna di tingkat dua
kita akan diacak lagi kelasnya. Jadi, bakal dapet temen-temen baru (walau tidak
menutup kemungkinan ada yang sekelas lagi). Dan setelah pengumuman pembagian kelas, ternyata saya dapet kelas... 2C! Langsung melejit dari “P” ke “C”.
Di
kelas 2C ini, komposisi mahasiswanya lebih “parah” dari sebelumnya. Bukan parah yang gimana gimana yang negatif gitu, tapi itu lho, masak ya hampir
semua anak 2C berasal dari Jawa, cuma satu doang yang dari luar Jawa,
dari Sumatera, si Dody tuh. Tapi yaasudahlah ya, namanya juga diacak sama pihak
STAN-nya, berarti memang sudah ditakdirkan kelas ini seperti ini. Yang penting
tetep saling menghargai dan menghormati toh. (P.S.: kita milih nickname kelas kita: 'Cipokers'. Sebenernya saya ngga paham artinya, tapi sepertinya, maksud dari nama ini adalah agar kita, sekelas,
semakin intim, sensual, tapi tidak vulgar....)
Nah, kegiatan yang pertama kali kita
lakukan bersama, inget banget, pas itu hari Minggu (apa hari Sabtu ya)
kita jalan-jalan pagi sekelas! Kita kumpul di air muncrat, eh air mancur STAN
pukul 6-7an gitu, pake baju olahraga. Terus
kita berangkat dah jalan. Nggak jauh, cuma ke taman deket Lottemart (salah
satu pusat perbelanjaan di Bintaro). Tamannya sih lumayan bagus ya, hijau, ada
jembatan kecil gitu, tapi sungai di bawahnya itu lho... bikin ill feel! Udah kotor, warnanya abu-abu biru nggak jelas, dan yang paling
mengganggu adalah aroma yang keluar dari sungai tersebut, hmmmmh.. sangat tidak
menyenangkan. Kalau temen saya bilang: ini bau Jakarta! Ya sudahlah, kita
nikmati saja, paling nggak pagi itu, kesempatan yang menyenangkan, buat lebih
mengenal satu sama lain. Sesi jalan-jalan paginya kita akhiri dengan sarapan bareng,
ada yang bubur, ada yang ketoprak.
Setelah sekian
lama blog ini terbengkalai, akhirnya saya memutuskan untuk mengisi dan menulis
lagi biar blog saya ini tidak menjadi sampah di dunia maya. Dosen saya pernah bilang, banyak orang yang bisa berguna bagi
sesama melalui tulisan2nya! Yah, walaupun nanti tulisan-tulisan saya kebanyakan berisi kehidupan dan curhat-curhat pribadi tapi semoga tetep bermanfaat yee..
Well well, nggak kerasa minggu ini adalah minggu terakhir perkuliahan dan minggu depan UAS
(Ujian Akhir Semester) terakhir. Abis itu PKL, terus buat laporan PKL,
Yudisium, terus wisuda deh.. Hwaa, tidak terasa sudah 3 (tiga) tahun kuliah
di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tercinta ini. Rasanya baru kemarin ngantri
daftar ujian masuk (USM) STAN.
Kalau udah hari-hari terakhir gini, memori-memori
kehidupan kuliah dan kebersamaan dengan teman-teman menyeruak kembali di
otak layaknya potongan-potongan frame film. Sebenernya agak nyesel juga sih, kenapa nggak dari dulu nulis atau beli kamera yang bagus buat
mengabadikan momen-momen selama di kampus. Yaa sudahlah, waktu kan tidak dapat diputar kembali. This time I just try to remember apa2 saja yang sudah saya lalui
di kampus STAN tercinta ini
Start from 1st grade (tingkat satu) ∙ ∙ ∙
Di tahun pertama
kuliah, saya “ditempatkan” di sebuah kelas bersama teman-teman yang
menyenangkan bertitel kelas 1P. Kita bikin nickname kelas kita “P-MAN” which
means “P-Marvellous Accounting Newbie” artinya (kurang lebih) kita, anak2 kelas
P adalah pendatang baru di akuntansi STAN dan kita adalah pendatang baru yang
hebat/mengagumkan! hoho..
Awal masuk, jujur
ada kekhawatiran tersendiri, ketemu sama temen-temen baru dari berbagai
wilayah di seluruh Indonesia. Nanti gimana kita komunikasinya, gimana kalau ada
benturan-benturan adat/budaya, gimana kalau ada yang saling singgung, dan lain
sebagainya. Tapi, begitu masuk, ealaahh... nggletek... ternyata di kelas ini
banyak anak Jawa-nya, ya jadilah bahasa Jawa jadi bahasa yang paling
sering terdengar di kelas ini. Walaupun ada juga beberapa teman
yang dari luar Jawa, and it was really exciting to learn new cultures, belajar
juga sedikit bahasa mereka, tapi ujung-ujungnya mereka yang belajar bahasa Jawa.
Malah orang bilang: kucing di STAN juga jadi bisa bahasa Jawa! Tapi tetep, kita juga harus tetep menghargai, menghormati, dan kalau bisa juga mempelajari
budaya-budaya lain, toh kita orang semua besodara. Bhineka Tunggal Ika!
Nah, kegiatan
kampus yang kita lakukan sekelas pertama kali (kalau nggak salah) itu “Action”,
kepanjangannya Accounting in Orientation ato apaa gitu, lupa. Jadi itu
semacam rangkaian acara selain untuk pengenalan kampus, juga sebagai sarana
mempererat hubungan kelas. Ada talkshow-talkshow (ada om Helmy Yahya lho), pengenalan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), dan ada game-game kekompakan kelas. Di sini juga
kita pertama kali memeragakan national costume kita (1P), yang
terinspirasi tokoh kartun P-MAN, just like our nickname.
Sebenernya ngga pake penutup kepala dari kresek ini lho, cuma ini anak-anak pada malu pas disuruh senam pake kostum jadi ditutupin, hahaha...
Olloo Friends.. ^^
First of all, ini akan jadi tulisan pertama saya, di blog pertama saya, dan mudah-mudahan tidak menjadi tulisan yang terakhir… ^^
Actually, tulisan ini merupakan penugasan dari salah satu dosen di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), tempat saya kuliah sekarang. Beliau bernama Tri Ratna dan mengajar mata kuliah ‘Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil’, secara di STAN kita memang dipersiapkan buat jadi PNS, hehehe… Mendengar nama dosen ini, pasti dipikiran temen-temen terbayang sosok dosen cewek yang cantik, manis, imud, dan lain sebagainya. Aku sendiri, and most of my classmates, juga mikirnya seperti itu. Eeehh, ternyata takdir berkata lain! Begitu masuk kelas, lha kok yang terlihat tidak seperti yang diharapkan, hehehe, peace Pak.. ^^v Ya, ternyata dosenku itu cowok, atau lebih tepat disebut bapak-bapak. (Kalo Pak Tri baca ini, no hurt feeling ya Pak, saya cuma bergurau saja.. :)) Anyway, first impression sama dosen ini cukup baik. Yaa, seperti visualnya beliau terlihat bijaksana dan sangat kebapakan sekali, menurutku. Aku juga berterima kasih kepada Pak Tri yang sudah memberi penugasan membuat blog ini, mungkin kalau nggak disuruh, aku nggak akan pernah buat. :)
Oke, kembali ke pokok permasalahan! ^^ Tugas kali ini, kita sekelas disuruh membuat tulisan mengenai ‘Pelayanan Prima’ atau bahasa Inggrisnya (kalau nggak salah) ‘Service Exellence’. Well, saya pernah sih beberapa kali mendengar istilah tersebut. Akan tetapi,baru concern dengan kata-kata atau slogan itu ya di STAN ini. Saat di tingkat satu (semester 1 & 2), aku sering sekali denger istilah ini dari salah seorang kakak tingkatku (saat ini dia sudah lulus). Dia berkali-kali mengucapkan ‘Pelayanan Prima’ ini di sela-sela kegiatannya, sambil tangannya memperagakan semacam simbol atau apalah itu aku nggak ngerti. ^^a Pas ditanya apa sih ‘Pelayanan Prima’ itu, dia cuma bilang nanti dipelajarinya di tingkat tiga. Dan taraaaamm, here I am, sekarang sudah tingkat tiga di STAN! :) Dan ternyata ‘Pelayanan Prima’ dipelajarinya di mata kuliah ‘Etika Profesi’ ini.
Kalau saya boleh mengartikan sih, dari penjelasan yang sudah diberikan bapaknya waktu kuliah kemarin. ‘Pelayanan Prima’, secara gampangnya, berasal dari kata ‘Pelayanan’ yang bisa berarti: bantuan, pertolongan, asistansi, atau memberikan apa yang orang lain butuhkan; serta kata ‘Prima’ yang dapat berarti: sangat baik, sedikit cela, dan mendekati sempurna (karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT :)) Kalau digabungkan berarti: membantu memenuhi keperluan orang lain dengan sebaik-baiknya or as best as we can! CMIIW :3 Kata bapaknya sih, harus ada ‘WOW Factor!’ :)
Sebenarnya saya sedikit bingung mau ambil contoh apa mengenai ‘Pelayanan Prima’ ini. Terus terang, yang pernah membuat saya berdecak kagum dan bilang WOW justru bukan dari pelayanan di sektor publik, tetapi sektor swasta, yaitu (saat itu) Bank Mand*ri (tempat saya menabung). Pertama kali saya datang kesana untuk membuka rekening, langsung disambut dengan ramah oleh bapak security yang ada di pintu, kemudian saya dibimbing menuju mbak customer service untuk diberi pengarahan. Ya, meskipun keramahan itu mungkin hanyalah protokoler semata, tetap saja membuat saya merasa nyaman. :) Namun sayang, bapak dosen memberi tugasnya ‘Pelayanan Prima’ di sektor publik. Hmm… Setelah mikir-mikir, saya memutuskan untuk menuliskan pengalaman saya sendiri. Pelayanan yang saya terima ini bukan dalam hal pelayanan pembayaran rekening listrik atau rekening telepon ataupun pembuatan KTP, tetapi dalam bentuk pendidikan. Ya, pendidikan yang tidak melulu mengenai materi kuliah, melainkan pendidikan tentang nilai-nilai moral dan kehidupan. Saya mendapatkannya dari salah seorang dosen, di STAN juga, yang menurut saya, cara mengajar beliau, atau apa yang beliau ajarkan, pantas diberi titel ‘Pelayanan Prima’.
Adalah Bapak Heroe Widagdoe, beliau adalah dosen saya di tingkat satu, tepatnya semester dua. Saat itu, beliau mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi II. Kalau tidak salah beliau bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menetap di daerah Bogor. Seperti yang saya bilang, ketika di kelas, beliau tidak hanya mengajarkan materi-materi kuliah, tetapi sering sekali (bahkan menurut saya terlalu sering ^^) beliau menyisipkan cerita-cerita dan nasihat-nasihat berdasarkan pengalaman hidup beliau sendiri. Pak Heroe juga telah mengubah mindset saya tentang belajar di STAN ini…
Alkisah (cie), masuk STAN, bagi saya, adalah sebuah keberuntungan. Saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan karena sudah (terlalu) banyak yang dikorbankan untuk bisa masuk kampus ini. Nah, dengan alasan tersebutlah saya bertekad untuk mendapat nilai yang sebaik-baiknya, setinggi-tingginya, di setiap mata kuliah yang akan saya hadapi. Bisa dibilang, di bulan-bulan awal memasuki STAN, saya terobsesi dengan yang namanya Indeks Prestasi alias IP. Belajar adalah agenda rutin yang saya lakukan setiap hari. Saya lebih banyak mengurung diri di kamar sampai-sampai hampir lupa untuk bersosialisasi dengan temen-temen sekontrakan saya. In my mind, saya jauh-jauh datang kesini, dari kampung, tak lain dan tak bukan adalah untuk lulus dengan IP sebaik-baiknya. Alhasil, saya pun sempat menduduki rangking wahid di kelas. ^^ Namun, semuanya berubah… ketika negara api menyerang! Eh, maksudnya ketika ketemu Pak Heroe ini. ^^
Seperti yang saya bilang tadi, bapak yang satu ini memang suka sekali bercerita. Entah itu tentang keluarganya, pekerjaannya, atau pengalaman-pengalaman semasa hidupnya. Bahkan, kalau saya hitung-hitung, proporsi beliau mengajar materi dan bercerita itu hampir sama ^^ (no offense). Akan tetapi, begitu beliau memberi materi, saya itu bisa mengerti tanpa menemui kesulitan yang berarti (bukan bermaksud sombong loh, heheh ^^). Nah, ada satu nih perkataan beliau yang akhirnya mengubah pola pikir saya di STAN ini. Kurang lebih isinya begini:
Kita (saya dan teman-teman) di kelas ini, atau di STAN ini, antar mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya bukanlah sebagai saingan, melainkan kita semua adalah sebagai saudara, sebagai keluarga. Kita boleh bersaing dalam hal nilai, tetapi jangan sampai melupakan teman-teman kita yang sedang kesusahan (dalam hal pelajaran). Hal yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya kita semua bisa naik tingkat bareng-bareng, sampai nanti lulus STAN bareng-bareng. Toh, yang namanya penempatan tidak melulu berdasarkan IP. Sebagai mahasiswa STAN kita kan sudah harus siap untuk ditempatkan di seluruh Indonesia. Akan tetapi, menolong di sini bukan berarti memberi contekan ketika ujian lho, melainkan membantu teman-teman lain untuk memahami materi yang belum dikuasai. Bisa dengan belajar bareng, tentir, or something else.
Ya, nasihat inilah yang akhirnya mengubah cara pandang saya. Kalau saya pikir-pikir, percuma juga kalau saya bisa lulus dengan nilai baik, tapi ada teman seperjuangan yang bernasib kurang baik a.k.a nggak lulus (nau’dzubillah >.<). Akhirnya, sejak saat itu, saya tidak terlalu IP-orriented lagi dan lebih tidak ngoyo lagi dalam belajar. Saya lebih berusaha membantu temen-temen lain, yaa paling nggak semampu dan sebisa saya lah. :) Dan Alhamdulillah, sampai tingkat dua kemarin, temen-temen sekelas saya nggak ada yang ‘tertinggal’.
Nah, ada satu lagi yang saya kagumi dari sosok Pak Heroe, yaitu kesederhanaan beliau. Kita tahu lah berapa gaji seseorang pegawai BPKP, kan nggak bisa dibilang sedikit juga. Akan tetapi, dari visual saya, beliau tidak sama sekali tuh menampakkan kalau dia seseorang yang berpenghasilan besar. Ambil contoh, telepon genggam atau handphone. Bukannya pakai Blackberry, atau Android, atau apalah itu yang lagi tren sekarang, eeh beliau malah pake hape jadul. Entah karena nggak ngerti begituan atau karena hal lain (kalau dibilang nggak mampu beli juga nggak mungkin ^^a). Pak Heroe bilang, yang penting bisa dibuat telepon dan SMS saja sudah cukup.
Ada satu contoh lagi, dan yang paling membuat saya kagum, yaitu walaupun punya kendaraan pribadi, beliau jarang menggunakannya untuk mengajar di STAN. Lah terus naik apa dong? Beliau itu lebih sering naik kereta (KRL) lho! Go Green, katanya. Ya, mungkin karena jalanan Jakarta yang sering macet sehingga beliau lebih memilih menggunakan moda transportasi umum. Satu lagi nih, kalau naik kereta, Pak Heroe bilang dia bisa sambil belajar dan membaca-baca lagi materi apa yang akan beliau ajarkan nanti di perkuliahan. Beliau selalu membawa ‘pecahan’ buku pelajaran kita (beliau memisahkan halaman-halaman buku pelajarannya menjadi per bab, terus distaples). Sekedar informasi, beliau hampir tidak pernah memakai yang namanya proyektor (LCD). Beliau lebih senang pakai cara lama, yaitu menjelaskan dengan menulis di papan. Bener-bener sosok yang sederhana. :)
Ya, itulah sekelumit pengalaman saya selama dibimbing beliau. Masih banyak sebenernya cerita-cerita dan nasihat-nasihat lain dari beliau, yang pastinya akan sangat panjang kalau diceritakan semua. Selama satu semester saya bersama Pak Heroe, banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan dari beliau. Salah satunya, ya, tidak peduli betapapun tingginya jabatan kita atau sebanyak apapun harta yang kita miliki, jangan lupa kaki kita harus selalu menapak di tanah. Artinya, nggak perlulah itu yang namanya sombong, congkak, angkuh, pamer-pamer, dll. Toh kekayaan sebenarnya bukan diukur dari jumlah materi yang kita punya, tetapi kekayaan itu adanya di sini *pointing at heart* Kalau kata Pak Tri Ratna, kekayaan is not about seberapa banyak yang kita dapat, melainkan seberapa banyak kita memberi. Satu lagi, kita hidup di dunia ini kan tidak sendirian. Masih banyak di luar sana orang-orang yang nasibnya lebih tidak beruntung dibanding kita. Toh, sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungan.
Jadi, tidak berlebihan kiranya kalau saya menganggap apa yang telah Pak Heroe berikan, merupakan salah satu ‘Service Exellence’ sebagai seorang guru, dosen, pengajar, serta seorang ayah :). Karena menurut saya, seorang pendidik tidak hanya bagaimana membuat yang ia didik mengerti tentang materi-materi atau pelajaran-pelajaran sekolah atau kuliah, yang penting juga bagaimana membentuk moral anak didiknya agar kelak menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi bangsa, negara, dan agama! Merrdekaa! ^^/
Mohon maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan saya, maklum, masih pemula ^^v
Mohon maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan saya, maklum, masih pemula ^^v
Diberdayakan oleh Blogger.