Pelayanan Prima dari Sosok Sederhana

Januari 13, 2014

Olloo Friends.. ^^


First of all, ini akan jadi tulisan pertama saya, di blog pertama saya, dan mudah-mudahan tidak menjadi tulisan yang terakhir… ^^


Actually, tulisan ini merupakan penugasan dari salah satu dosen di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), tempat saya kuliah sekarang. Beliau bernama Tri Ratna dan mengajar mata kuliah ‘Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil’, secara di STAN kita memang dipersiapkan buat jadi PNS, hehehe… Mendengar nama dosen ini, pasti dipikiran temen-temen terbayang sosok dosen cewek yang cantik, manis, imud, dan lain sebagainya. Aku sendiri, and most of my classmates, juga mikirnya seperti itu. Eeehh, ternyata takdir berkata lain! Begitu masuk kelas, lha kok yang terlihat tidak seperti yang diharapkan, hehehepeace Pak.. ^^v Ya, ternyata dosenku itu cowok, atau lebih tepat disebut bapak-bapak. (Kalo Pak Tri baca ini, no hurt feeling ya Pak, saya cuma bergurau saja.. :)Anywayfirst impression sama dosen ini cukup baik. Yaa, seperti visualnya beliau terlihat bijaksana dan sangat kebapakan sekali, menurutku. Aku juga berterima kasih kepada Pak Tri yang sudah memberi penugasan membuat blog ini, mungkin kalau nggak disuruh, aku nggak akan pernah buat. :)


Oke, kembali ke pokok permasalahan! ^^ Tugas kali ini, kita sekelas disuruh membuat tulisan mengenai ‘Pelayanan Prima’ atau bahasa Inggrisnya (kalau nggak salah) ‘Service Exellence’Well, saya pernah sih beberapa kali mendengar istilah tersebut. Akan tetapi,baru concern dengan kata-kata atau slogan itu ya di STAN ini. Saat di tingkat satu (semester 1 & 2), aku sering sekali denger istilah ini dari salah seorang kakak tingkatku (saat ini dia sudah lulus). Dia berkali-kali mengucapkan ‘Pelayanan Prima’ ini di sela-sela kegiatannya, sambil tangannya memperagakan semacam simbol atau apalah itu aku nggak ngerti. ^^a Pas ditanya apa sih ‘Pelayanan Prima’ itu, dia cuma bilang nanti dipelajarinya di tingkat tiga. Dan taraaaammhere I am, sekarang sudah tingkat tiga di STAN! :) Dan ternyata ‘Pelayanan Prima’ dipelajarinya di mata kuliah ‘Etika Profesi’ ini.


Kalau saya boleh mengartikan sih, dari penjelasan yang sudah diberikan bapaknya waktu kuliah kemarin. ‘Pelayanan Prima’, secara gampangnya, berasal dari kata ‘Pelayanan’ yang bisa berarti: bantuan, pertolongan, asistansi, atau memberikan apa yang orang lain butuhkan; serta kata ‘Prima’ yang dapat berarti: sangat baik, sedikit cela, dan mendekati sempurna (karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT :)) Kalau digabungkan berarti: membantu memenuhi keperluan orang lain dengan sebaik-baiknya or as best as we canCMIIW :3 Kata bapaknya sih, harus ada ‘WOW Factor!’ :)


Sebenarnya saya sedikit bingung mau ambil contoh apa mengenai ‘Pelayanan Prima’ ini. Terus terang, yang pernah membuat saya berdecak kagum dan bilang WOW justru bukan dari pelayanan di sektor publik, tetapi sektor swasta, yaitu (saat itu) Bank Mand*ri (tempat saya menabung). Pertama kali saya datang kesana untuk membuka rekening, langsung disambut dengan ramah oleh bapak security  yang ada di pintu, kemudian saya dibimbing menuju mbak customer service untuk diberi pengarahan. Ya, meskipun keramahan itu mungkin hanyalah protokoler semata, tetap saja membuat saya merasa nyaman. :) Namun sayang, bapak dosen memberi tugasnya ‘Pelayanan Prima’ di sektor publik. Hmm… Setelah mikir-mikir, saya memutuskan untuk menuliskan pengalaman saya sendiri. Pelayanan yang saya terima ini bukan dalam hal pelayanan pembayaran rekening listrik atau rekening telepon ataupun pembuatan KTP, tetapi dalam bentuk pendidikan. Ya, pendidikan yang tidak melulu mengenai materi kuliah, melainkan pendidikan tentang nilai-nilai moral dan kehidupan. Saya mendapatkannya dari salah seorang dosen, di STAN juga, yang menurut saya, cara mengajar beliau, atau apa yang beliau ajarkan, pantas diberi titel ‘Pelayanan Prima’.


Adalah Bapak Heroe Widagdoe, beliau adalah dosen saya di tingkat satu, tepatnya semester dua. Saat itu, beliau mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi II.  Kalau tidak salah beliau bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menetap di daerah Bogor. Seperti yang saya bilang, ketika di kelas, beliau tidak hanya mengajarkan materi-materi kuliah, tetapi sering sekali (bahkan menurut saya terlalu sering ^^) beliau menyisipkan cerita-cerita dan nasihat-nasihat berdasarkan pengalaman hidup beliau sendiri. Pak Heroe juga telah mengubah mindset saya tentang belajar di STAN ini…


Alkisah (cie), masuk STAN, bagi saya, adalah sebuah keberuntungan. Saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan karena sudah (terlalu) banyak yang dikorbankan untuk bisa masuk kampus ini. Nah, dengan alasan tersebutlah saya bertekad untuk mendapat nilai yang sebaik-baiknya, setinggi-tingginya, di setiap mata kuliah yang akan saya hadapi. Bisa dibilang, di bulan-bulan awal memasuki STAN, saya terobsesi dengan yang namanya Indeks Prestasi alias IP. Belajar adalah agenda rutin yang saya lakukan setiap hari. Saya lebih banyak mengurung diri di kamar sampai-sampai hampir lupa untuk bersosialisasi dengan temen-temen sekontrakan saya. In my mind, saya jauh-jauh datang kesini, dari kampung, tak lain dan tak bukan adalah untuk lulus dengan IP sebaik-baiknya. Alhasil, saya pun sempat menduduki rangking wahid di kelas. ^^ Namun, semuanya berubah…  ketika negara api menyerang! Eh, maksudnya ketika ketemu Pak Heroe ini. ^^


Seperti yang saya bilang tadi, bapak yang satu ini memang suka sekali bercerita. Entah itu tentang keluarganya, pekerjaannya, atau pengalaman-pengalaman semasa hidupnya. Bahkan, kalau saya hitung-hitung, proporsi beliau mengajar materi dan bercerita itu hampir sama ^^ (no offense). Akan tetapi, begitu beliau memberi materi, saya itu bisa mengerti tanpa menemui kesulitan yang berarti (bukan bermaksud sombong loh, heheh ^^). Nah, ada satu nih perkataan beliau yang akhirnya mengubah pola pikir saya di STAN ini. Kurang lebih isinya begini:
Kita (saya dan teman-teman) di kelas ini, atau di STAN ini, antar mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya bukanlah sebagai saingan, melainkan kita semua adalah sebagai saudara, sebagai keluarga. Kita boleh bersaing dalam hal nilai, tetapi jangan sampai melupakan teman-teman kita yang sedang kesusahan (dalam hal pelajaran). Hal yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya kita semua bisa naik tingkat bareng-bareng, sampai nanti lulus STAN bareng-bareng. Toh, yang namanya penempatan tidak melulu berdasarkan IP. Sebagai mahasiswa STAN kita kan sudah harus siap untuk ditempatkan di seluruh Indonesia. Akan tetapi, menolong di sini bukan berarti memberi contekan ketika ujian lho, melainkan membantu teman-teman lain untuk memahami materi yang belum dikuasai. Bisa dengan belajar bareng, tentir, or something else.


Ya, nasihat inilah yang akhirnya mengubah cara pandang saya. Kalau saya pikir-pikir, percuma juga kalau saya bisa lulus dengan nilai baik, tapi ada teman seperjuangan yang bernasib kurang baik a.k.a nggak lulus (nau’dzubillah >.<). Akhirnya, sejak saat itu, saya tidak terlalu IP-orriented lagi dan lebih tidak ngoyo lagi dalam belajar. Saya lebih berusaha membantu temen-temen lain, yaa paling nggak semampu dan sebisa saya lah. :) Dan Alhamdulillah, sampai tingkat dua kemarin, temen-temen sekelas saya nggak ada yang ‘tertinggal’.


Nah, ada satu lagi yang saya kagumi dari sosok Pak Heroe, yaitu kesederhanaan beliau. Kita tahu lah berapa gaji seseorang pegawai BPKP, kan nggak bisa dibilang sedikit juga. Akan tetapi, dari visual saya, beliau tidak sama sekali tuh menampakkan kalau dia seseorang yang berpenghasilan besar. Ambil contoh, telepon genggam atau handphone. Bukannya pakai Blackberry, atau Android, atau apalah itu yang lagi tren sekarang, eeh beliau malah pake hape jadul. Entah karena nggak ngerti begituan atau karena hal lain (kalau dibilang nggak mampu beli juga nggak mungkin ^^a). Pak Heroe bilang, yang penting bisa dibuat telepon dan SMS saja sudah cukup.


Ada satu contoh lagi, dan yang paling membuat saya kagum, yaitu walaupun punya kendaraan pribadi, beliau jarang menggunakannya untuk mengajar di STAN. Lah terus naik apa dong? Beliau itu lebih sering naik kereta (KRL) lho! Go Green, katanya. Ya, mungkin karena jalanan Jakarta yang sering macet sehingga beliau lebih memilih menggunakan moda transportasi umum. Satu lagi nih, kalau naik kereta, Pak Heroe bilang dia bisa sambil belajar dan membaca-baca lagi materi apa yang akan beliau ajarkan nanti di perkuliahan. Beliau selalu membawa ‘pecahan’ buku pelajaran kita (beliau memisahkan halaman-halaman buku pelajarannya menjadi per bab, terus distaples). Sekedar informasi, beliau hampir tidak pernah memakai yang namanya proyektor (LCD). Beliau lebih senang pakai cara lama, yaitu menjelaskan dengan menulis di papan. Bener-bener sosok yang sederhana. :)

Ya, itulah sekelumit pengalaman saya selama dibimbing beliau. Masih banyak sebenernya cerita-cerita dan nasihat-nasihat lain dari beliau, yang pastinya akan sangat panjang kalau diceritakan semua. Selama satu semester saya bersama Pak Heroe, banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan dari beliau. Salah satunya, ya, tidak peduli betapapun tingginya jabatan kita atau sebanyak apapun harta yang kita miliki, jangan lupa kaki kita harus selalu menapak di tanah. Artinya, nggak perlulah itu yang namanya sombong, congkak, angkuh, pamer-pamer, dll. Toh kekayaan sebenarnya bukan diukur dari jumlah materi yang kita punya, tetapi kekayaan itu adanya di sini *pointing at heart* Kalau kata Pak Tri Ratna, kekayaan is not about seberapa banyak yang kita dapat, melainkan seberapa banyak kita memberi. Satu lagi, kita hidup di dunia ini kan tidak sendirian. Masih banyak di luar sana orang-orang yang nasibnya lebih tidak beruntung dibanding kita. Toh, sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungan. 


Jadi, tidak berlebihan kiranya kalau saya menganggap apa yang telah Pak Heroe berikan, merupakan salah satu ‘Service Exellence’ sebagai seorang guru, dosen, pengajar, serta seorang ayah :). Karena menurut saya, seorang pendidik tidak hanya bagaimana membuat yang ia didik mengerti tentang materi-materi atau pelajaran-pelajaran sekolah atau kuliah, yang penting juga bagaimana membentuk moral anak didiknya agar kelak menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi bangsa, negara, dan agama! Merrdekaa! ^^/
Mohon maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan saya, maklum, masih pemula ^^v

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.