Lampung Escape [Ep. 02]: City Tour, Solo Trip

April 24, 2017


Hari Kamis, 13 April, saya terbangun dari tempat tidur yang nyaman sekitar pukul 06.00/07.00. Lupa tepatnya, soalnya habis tepar semaleman. Oiya, sedikit review tentang kamar di Jazz Guest House ini, everything was good! Awalnya saya pesen single bed, cuman karna ada suatu masalah, saya dipindah ke kamar double bed. Thats fine, tho. Suasana kamarnya cukup bersih, rapi, ada AC, TV, dan WiFi. Kamar mandinya juga meskipun kecil, tapi berfungsi dengan baik dan ada shower air hangatnya. Dan sebagai nilai plus juga, kita dapat sarapan gratis! Yaa, walaupun dengan menu seadanya ya. Tapi overall, untuk harga segitu, fasilitas dan pelayanan yang diberikan sudah melebihi ekspektasi saya.

Jazz's Room

Saya udah beres siap-siap sekitar pukul 08.00 and I’m ready to hit the road! Sebenernya, Jazz Guest House ini nyediain juga motor buat disewa, tapi kurang beruntungnya saya, waktu itu semua motornya habis disewa orang lain. Alhasil, saya terpaksa (tapi tetap menyenangkan) keliling kota dengan jalan kaki dan naik angkot. Thats life tho, terkadang kita tidak mendapat apa yang kita inginkan. So, yah, nikmati aja apa yang kita punya dan apa yang bisa kita lakukan.

Untungnya, lokasi Jazz Guest House ini berdekatan dengan beberapa attraction di kota Bandar Lampung. Dan untuk spot pertama, saya bergerak menuju salah satu tempat yang direkomendasikan di TripAdvisor, yaitu Vihara Thay Hin Bio. Letaknya sekitar 260 meter dari penginapan, jadi cukup jalan kaki aja sekitar 5 menit.

Thay Hin Bio

Thay Hin Bio merupakan vihara tertua se-kota Bandar Lampung, bahkan se-provinsi Lampung. Tempat ini dibangun sekitar tahun 1850 (so, usianya udah 160 tahun lebih) oleh seorang budhist asal Tiongkok bernama Po Heng, dan dia menjadi saksi bisu letusan dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883 silam. Pasca pemugaran, vihara ini kini berdiri kokoh dan tetap beroperasi sebagai tempat ibadah, plus destinasi wisata yang patut untuk dikunjungi.

Dibandingkan dengan bangunan-bangunan disekitarnya (yang mayoritas ruko), Vihara Thay Hin Bio tampil sangat mencolok dengan dominasi warna merahnya. Begitu masuk, kita akan disambut dengan aroma dupa yang cukup tajam, of course lah ya, namanya juga vihara. Dan kita akan dibuat terkesima dengan arsitekturnya yang cyantique. Semua patung, ukiran, lukisan dibuat sangat indah, sangat detail, and very... Chinese, hehe.. Di dalam vihara, terdapat beberapa ruangan dengan banyak sekali patung. Dari patung Dewi Kwan Im, Anjing Langit, dan banyak lagi yang saya ngga hafal (dan ngga terlalu ngerti). It was beautiful. Cuman saya ngga terlalu lama di sana, karena kebetulan lagi sepi, dan pakaian saya juga ngga terlalu “sopan” (I was wearing a very short pants), jadi awkward sendiri mau ngubek-ngubek seisi vihara. So, saya bergerak ke tempat berikutnya. Oiya, untuk memasuki vihara ini kita tidak dipungut biaya lhoo alias geratis.

Inside Thay Hin Bio

Next, saya jalan lagi, kali ini langsung ke toko oleh-oleh paling legendaris se-Bandar Lampung, apalagi kalau bukan Toko Manisan Yen-Yen! Biasanya mah beli oleh-oleh belakangan yak, tapi berhubung ini lagi searah dan jaraknya hanya 5 helaan napas saja, akhirnya saya mutusin buat langsung kesana. Waktu itu, toko ini masih agak sepi karena baru buka, jadi saya bisa agak santai buat lihat-lihat dan icip sana icip sini, wkwk... Yang sering dibeli orang di sini sih biasanya keripik pisang, kopi, sambal, dan manisan. Saya fokus ke keripik pisang aja, karena selain ngga bisa bawa banyak-banyak (due to saya ngga mau cek in bagasi pesawat) keripik pisang Lampung ini rasanya emang enak banget. Apalagi yang rasa coklat sama kopi. Hmmm... yummess... Oiya, for information, sekarang Toko Yen-Yen ini ngga jual lagi keripik pisang merk Aneka lho, tapi mereka jual hasil produksi sendiri yang diberi label “Iyen”. Rasanya? Tetep enak kok, hehe...

Yen-Yen outlet

Setelah beli oleh-oleh, saya terpaksa balik dulu ke guest house karena saya ngga mungkin ngelanjutin jalan dengan tentengan kresek besar berisi keripik pisang ya. Fyuh.. And next, saya kembali ke jalanan dan bergerak menuju Monumen Krakatau di Taman Dipangga. Jaraknya sekitar 800 meter dari guest house, jadi ya cukup jalan kaki juga.

Dipangga Park

Sekitar 15 menit berjalan, sampailah saya di Taman Dipangga. Sebenernya nih, tempat ini bisa jadi asyik buat nongkrong dan rekreasi keluarga. Areanya luas, banyak pepohonan, bahkan ada semacam panggung terbuka gitu, tapi ya sayangnya, tempat ini tampak seperti kurang terurus dengan beberapa sampah yang masih tercecer. But overall, its a nice place.

Krakatau Monument

Nah, di tengah taman ini, setelah naik beberapa anak tangga, ada sebuah bangunan yang dikenal dengan Monumen Krakatau. Monumen ini “terbuat” dari rambu laut yang terhempas (sekitar 1,2 km dari tempat aslinya) akibat tsunami pasca letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Rambu laut ini disangga oleh alas semen yang berhiaskan relief kejadian meletusnya Krakatau. Melihat relief tersebut dan membayangkan jauhnya rambu itu terseret sedemikian jauh, cukup membuat saya bergidik atas apa yang terjadi 130 tahun silam. That was thrilling.

Krakatau Monument's reliefs

Well, kita tinggalkan saja kenangan buruk itu dan lanjut ke destinasi berikutnya. Kali ini, saya mau seneng-seneng, karena mau... makan! Hehhe.. Saya mau menyambangi salah satu tempat makan yang juga nge-hitz seantero Lampung. Tempatnya adalah Bakso Sonhaji Sony! Rasanya kurang kalau ke Lampung tapi ngga nyicipin Bakso Sony inih. Cabang terdekat dari lokasi saya saat itu, jaraknya sekitar 4 km, jadi mau ngga mau saya harus naik angkot (warna ungu). Setelah muter-muter sekitar 15 menit, sampailah saya di lokasi dan ternyata masih belom buka, wkwk... Mereka bukanya pukul 10.00.

Bakso Sonhaji Sony

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya saya bisa pesen juga semangkok bakso yang terkenal itu. Penampakannya sih sama seperti bakso pada umumnya ya (of course). Ada pentol, mie kuning, bihun, disiram kuah kaldu, dan ditabur seledri dan bawang. Tapi pas kita belah pentolnya, wew.. Terasa padat, tapi ngga alot. Keliatan banget kalau proporsi daging dalam adonan pentolnya cukup dominan. Thats good. Cuman sejujurnya, kalau dinilai dari rasa keseluruhan.. menurut saya pribadi... enak sih, tapi ngga terlalu spektakuler. Buat saya, agak kurang nendang aja rasa kaldunya. But thats my opinion ya. Overall, it was delicious. Untuk semangkok bakso+mie yang saya pesen, harganya dibanderol Rp15.000. Oiya, selain jual bakso siap santap, di sini jual juga bakso beku dan daging sapi potong.

Baksonya...

Jual daging  juga...

Next, kenyang makan, rasanya saya perlu jalan kaki lagi biar makanannya turun di perut. Kebetulan, ada satu destinasi lagi yang letaknya tidak jauh dari Bakso Sony ini. Kebetulan juga, searah buat pulang ke guest house (berhubung saya kudu check out pukul 13.00). Tempat tersebut adalah Masjid Agung Al-Furqon. Jaraknya sekitar 1,4 km dari Bakso Sony dan butuh waktu sekitar 20 menit berjalan kaki.  

Masjid Al-Furqon from the street

Pembangunan Masjid Al-Furqon ini diprakarsai oleh presiden pertama kita, Ir. Soekarno, pada tahun 1951. Masjid yang terletak di jantung kota ini , merupakan masjid terbesar se-antero Lampung. Dengan kapasitas hingga 2000 orang, masjid ini tidak hanya dipakai sebagai tempat ibadah, tapi juga untuk pertemuan, resepsi pernikahan, peringatan hari keagamaan, serta destinasi wisata bagi para pelancong. Pas saya kesana pun, waktu itu lagi rame banget karena ada peringatan Isra’ Mi’raj. Banyak anak kecil pakai kostum, ada panggung, ada orang jualan, dll. Thats was so crowded.

The mosque

"Sudahkah Anda Sholat.......?"

Next, karena udah makin siang, saya putuskan buat balik ke guest house. Kata temen saya sih, di sana ada GoJek, tapi setelah pesen dan nunggu lama banget ternyata ngga ada yang “nyantol”. Heft. Akhirnya, saya naik angkot lagi dah. Mana pake acara salah jurusan segala, wkwk.. Pokoknya ya, kalau kita milih bepergian naik angkot di kota asing, banyak nanya aja sama supirnya. Dan ngga cukup sekali nanya. Tapi alhamdulillah, saya sampai kembali dengan selamat di guest house tepat waktu. Dan saya check out dari sana sekitar pukul 12.45.

Nah, rencana berikutnya, sebenernya saya mau pergi ke Krakatau dan setelah riset-riset, ternyata agak susah kalau mau ngeteng/ngecer sendirian ke sana. Belum lagi masalah SIMAKSI dan kapal buat hoping island. Jadi, mau ngga mau ya pake travel agent/ikut open trip. Saya udah nyari beberapa travel agent di grup BPI (Backpacker Indonesia) sebelumnya, tapi ternyata buat yang tanggal segitu (14—15 April) rata-rata udah pada full atau geser ke tanggal 15—16 April. Heft. Akhirnya, saya putusin aja lah buat pergi ke Pelabuhan Bakauheni dulu (rata-rata open trip itu start point-nya disana), sambil nunggu + nyari-nyari + mikir-mikir mau kemana selanjutnya, wkwk...

Beruntungnya saya, temen-temen crew Jazz Guest House mau nganterin saya ke tempat mangkal mobil travel ke Bakau(heni). Ngga jauh dari guest house-nya juga sih. Nah, buat ke Bakau, kita bisa salah satunya pakai mobil travel dengan harga Rp50.000-an, atau opsi lain, kita bisa balik ke terminal Rajabasa dulu, terus naik bus jurusan Bakauheni. Tapi berhubung saya udah males mau ng-angkot lagi, akhirnya saya naik travel. Cuman minusnya, ya, nunggu penuh penumpangnya luama banget.

Perjalanan ke Bakau memakan waktu sekitar 2—3 jam dan di sepanjang jalan, kita akan dimanjakan dengan pemandangan bukit-bukit hijau. Tapi udaranya tetep panas. Heft. Karena lumayan lama, saya pun ketiduran. Namun hanya sebentar, sebab si abang supir membawa mobil bak pembalab F1, sehingga membuat para penumpang sering menyebut nama Tuhan. Namun, alhamdulillah, sekitar pukul 16.00, kami tiba di Pelabuhan Bakauheni dengan selamat.

Port of Bakauheni
Ternyata pelabuhannya oke juga ya. Bersih, rapi, modern, dan tampak lebih terjaga keamanannya. Setelah sholat Ashar, saya jalan keluar pelabuhan sambil cari penginapan. Ada kali 1,5 km saya jalan dan tanya sana-sini, baru akhirnya nemu penginapan terdekat (dan kayaknya satu-satunya di deket pelabuhan *cmiiw). Sebenernya, dia itu tempat makan (RM Mini Khas) dan rest area gitu, cuman di sana ada rumah yang kamarnya disewain juga. Harganya Rp150.000 per malam. Lumayan mahal sih tapi yah gimana lagi.
Nah, selama di penginapan inilah saya ngubek-ngubek internet lagi buat cari opsi destinasi selanjutnya. Sempet kepikiran, apa mau balik aja ke Jakarta terus reschedule tiket pesawat, wkwk.. But, NO! Masak udah jauh-jauh ke Lampung mau langsung balik. Akhirnya, setelah pencarian dan pertimbangan panjang, saya mutusin buat putar setir ke Pahawang!
Sebenernya Pahawang ini udah muncul di awal pas saya lagi riset destinasi wisata di Lampung. Cuman saya kesampingkan karena... saya ngga bisa berenang! Sementara mayoritas kegiatan di sana adalah snorkeling, and everything related to the water. Tapi akhirnya... karena gagal ke Krakatau, dan daripada saya ngga ada tujuan terus balik... akhirnya saya putusin buat ke sana. Dan alhamdulillahnya, ada travel agent yang kebetulan tanggal trip-nya cocok (ke Pahawang juga susah kalau mau ngeteng sendirian).
Next, saya bakal ceritain pengalaman saya snorkeling pertama kali, with all of the drama, terus ketemu temen-temen baru, dan apa-apa saja yang kita lakukan selama di Pahawang, so stay tune... J 

NaraHubung:
Vihara Thay Hin Bio
Jln. Ikan Kakap No. 35, Pesawahan, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung
Phone: (0721) 482708

Toko Manisan Yen-Yen
Jln. Ikan Kakap No.86, Pesawahan, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung
Phone: (0721) 482192
Open: 08.00–21.00
Website: iyenfoods.com

Monumen Krakatau/Taman Dipangga
Jln. WR. Supratman, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung

Bakso Sonhaji Sony
Jln. WR. Monginsidi, Durian Payung, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung
Phone: 085764139899
Open: 10.00–21.00

Masjid Agung Al-Furqon
Jln. P. Diponegoro, Gulak Galik, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung
Phone: 085268207999



Thanks-List:

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.