Lima Hari di Barat Indonesia [Ep. 01]: Tujuan Domestik via Internasional
Juni 20, 2017
Setelah menanti selama kurang
lebih ENAM bulan, akhirnya perjalanan ini terwujud juga! Tiket sudah terbeli
sejak November 2016 (hasil bujuk rayu mba @irish.kusuma), kemudian
dibela-belain bikin paspor dan ke luar negeri DEMI harga yang lebih murah. Dan setelah bikin itinerary yang tak kunjung
rampung, alhamdulillah, kami bisa merealisasikan trip ini.
Kamis, 11 Mei 2017. Saya
berencana berangkat dari rumah (Probolinggo)
selepas Dhuhur. Namun, kerana masih malas dan cuaca di luar begitu panas,
akhirnya saya mundurin jadi habis Ashar. Pada akhirnya, saya baru keluar rumah pukul
16.00 dan bus saya baru
berangkat ke Surabaya pukul 17.00. Hmm.
Di situlah saya mulai deg-degan dan ngga bisa tenang. Kadang
saya berpikir, kenapa hidup saya
selalu seperti ini? (red: hampir ketinggalan pesawat/alat tranportasi lainnya)
Pesawat saya
menuju Kuala Lumpur, Malaysia, dijadwalkan lepas landas pukul 21.10. Dan konter check-in
ditutup satu jam sebelum take off.
Jadi, saya harus sampai di bandara maksimal pukul 20.00.
Singkat cerita—setelah agak kzl kerana om supir bus-nya lelet, saya tiba di Terminal Bungurasih sekitar pukul 19.00. Saya pun bergegas membuka aplikasi GoJek dan mencari pengemudi terdekat. Langsung nyantol sih, tapi kok yha datengnya lama banget. Saya baru meninggalkan terminal sekitar pukul 19.30. Dan selama perboncengan itu, saya tak henti-hentinya berdoa: Ya Allah YME berkatilah hamba agar supaya tidak kehilangan penerbangan yang amat penting ini. Amin...
Singkat cerita—setelah agak kzl kerana om supir bus-nya lelet, saya tiba di Terminal Bungurasih sekitar pukul 19.00. Saya pun bergegas membuka aplikasi GoJek dan mencari pengemudi terdekat. Langsung nyantol sih, tapi kok yha datengnya lama banget. Saya baru meninggalkan terminal sekitar pukul 19.30. Dan selama perboncengan itu, saya tak henti-hentinya berdoa: Ya Allah YME berkatilah hamba agar supaya tidak kehilangan penerbangan yang amat penting ini. Amin...
Pukul 20.00 kurang (entah berapa),
saya sampai di Terminal 2 Juanda dan langsung lari-larian
laiknya peserta Amazing Race ke
mesin scanner, kemudian ke konter check-in AirAsia. Alhamdulillah,
ternyata belum terlambat. Fyuh. Mas-mas
konternya nyuruh saya santai aja, dan langsung ke ruang tunggu karena saya
udah pegang boarding pass (hasil online check-in—yang ternyata menghemat waktu
banget). Saya juga ngga masukin barang ke bagasi karena mahal males nunggu.
Sebelum ke ruang tunggu, saya harus ngelewatin dulu petugas imigrasi—yang bikin deg-degan juga ya. Maklum, pertama kali ke luar negerih, sendirian pula (padahal transit doang). Si bapak imigrasi nanya berapa lama saya di KL, dan beliau nampak heran ketika saya bilang kalau cuman mau transit dan tujuan saya sebenernya mau ke Aceh, wkwk.. Semua demi tiket murah, pak. Harap maklum. And there I go. My first flight abroad! Soo excited (and scared XD)...
Sebelum ke ruang tunggu, saya harus ngelewatin dulu petugas imigrasi—yang bikin deg-degan juga ya. Maklum, pertama kali ke luar negerih, sendirian pula (padahal transit doang). Si bapak imigrasi nanya berapa lama saya di KL, dan beliau nampak heran ketika saya bilang kalau cuman mau transit dan tujuan saya sebenernya mau ke Aceh, wkwk.. Semua demi tiket murah, pak. Harap maklum. And there I go. My first flight abroad! Soo excited (and scared XD)...
Jumat, 12 Mei 2017. Saya tiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA2) sekitar pukul 00.40. Beda
sejam-an sama WIB. Saya lalu ngikutin penumpang lain jalan ke bagian imigrasi.
Begitu di depan petugasnya, agak deg-degan juga ya. Mana si bapaknya keliatan
serem. Apalagi sebelum saya tadi ada gerombolan chinese
yang keliatannya bermasalah visa-nya, sampai disuruh minggir dulu. Wew. Akhirnya tiba juga giliran saya. Si
bapak lalu ngecek paspor, kemudian nyuruh saya naruh dua telunjuk di atas scanner. Saya juga disuruh menatap ke kamera pengawas di konter tersebut. Setelah selesai semua prosedur, si bapak mengembalikan paspor saya yang
udah dikasih cap visa. Yey, ma first
stamp!
Saya lalu jalan keluar dan ketemu
sama travelmate saya kali itu, mba Riris
(@irish.kusuma). After all of this time,
akhirnya yah bisa jalan bareng sist. Apalagi sebelumnya gagal saat “peristiwa Makassar”—yang bikin kzl, haha.. Kami berdua lalu jalan keliling bandara.
Waw... Saya—yang dari kampung ini—ngeliat KLIA2 itu guede dan bagus banget yha. Udah kaya mall aja. Kami keliling cari makan, tapi sayang udah banyak yang tutup. Padahal pengen banget nyobain resto Subway yang femes itu. Toko-toko oleh-oleh juga pada tutup (alhamdulillah jadi ada alasan buat ngga beli oleh2). Terus mau nyoba kursi pijet, tapi fail. Mau online check in buat penerbangan ke Aceh, tapi mesinnya pada rusak. Hmm.. Akhirnya kami bobok sahaja di surau bandara.
Waw... Saya—yang dari kampung ini—ngeliat KLIA2 itu guede dan bagus banget yha. Udah kaya mall aja. Kami keliling cari makan, tapi sayang udah banyak yang tutup. Padahal pengen banget nyobain resto Subway yang femes itu. Toko-toko oleh-oleh juga pada tutup (alhamdulillah jadi ada alasan buat ngga beli oleh2). Terus mau nyoba kursi pijet, tapi fail. Mau online check in buat penerbangan ke Aceh, tapi mesinnya pada rusak. Hmm.. Akhirnya kami bobok sahaja di surau bandara.
w/ big sister (monmaap ngeblur)
Sekitar pukul 05.00, kami bangun
dan siap-siap check-in flight ke
Banda Aceh. Pas di depan pintu Perlepasan Antarabangsa (international departure), yha ampun, ada
mbak-mbak AirAsia yang mukanya jutek lagi ngecek-ngecek penumpang. Wew.
Kami berhenti sejenak karena khawatir dengan barang bawaan kami mba
Riris yang bejibun (pasti lebih dari 7 kilo). Namun, alhamdulillah, berkat upaya menyusup pada rombongan buk-ibuk umroh,
kami bisa lolos dengan selamat.
Kami akhirnya lepas landas menuju Banda Aceh sekitar pukul 07.35.
Kami akhirnya lepas landas menuju Banda Aceh sekitar pukul 07.35.
Oiya, btw selama di KLIA2 itu, saya sama mba Riris ketemu sama
rombongan chinese yang super brisik
bin annoying (no offense ya, karena saya yakin ngga semuanya begitu). Dan sontak, mereka
jadi bahan pergunjingan kami berdua. Tapi yang bikin kzl, kami ketemu terus
sama mereka di bandara. Bahkan sampai ruang tunggu pas kami mau terbang ke BTJ! Ya Tuhan YME. Pesan moral dari kejadian ini adalah: janganlah kita bergunjing saat
bertemu dengan seseorang/sekelompok orang yang tidak kita suka, karena niscaya kita
akan lebih sering berpapasan dengan mereka (diriwayatkan oleh para penggunjing)
Singkat cerita, kami tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, sekitar pukul 08.00. And I’m SOOO EXCITEED!!! Pas di pesawat,
udah keliatan tuh gedung bandaranya yang cantik. Arsitektunya of course bernuansa islami ya, dengan bentuk kubah-kubah gitu. Aceh banget lah pokonya. Dan begitu turun dari pesawat... masyaAllah... indah nian pemandangannya!
Padahal baru di bandaranya lho. Kami berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa akhirnya
kami bisa menginjakkan kaki di “bumi rencong”, “serambi Mekkah”, sekaligus ujung barat
Negara Kesatuan Republik Indonesia... ACEH!
Kami lalu bergerak keluar bandara
dan mencari transportasi menuju Pelabuhan
Ulee Lheue (baca: Ulee Lhee)
untuk kemudian nyebrang ke Pulau Weh.
Opsi terbaik adalah taksi (karena bus Damri-nya jarang & ngga ada trayek ke
Ulee Lheue). Ngga perlu khawatir, karena tarif taksi di sana sudah ditentukan. Untuk ke Ulee Lheue tarifnya dipatok Rp140.000,00. Heu, agak mahal ya sebenernya buat dua orang, padahal mobilnya
cukup buat 4-5 orang. Tapi apa daya, karena ngga nemu barengan lagi, akhirnya
kami memutuskan untuk langsung berangkat.
Namun sebelum ke pelabuhan, kami mampir dulu ke salah satu kedai yang cukup hits di deket bandara, yakni Ayam Pramugari. Laper gaes, belum sarapan.
Namun sebelum ke pelabuhan, kami mampir dulu ke salah satu kedai yang cukup hits di deket bandara, yakni Ayam Pramugari. Laper gaes, belum sarapan.
Ini ada kejadian konyol pas kedai
itu yha. Kami kan pesen dua porsi ayam, dimakan di tempat. Setelah nunggu agak
lama (soalnya baru digoreng juga) eh
ternyata kami dikasih dua kotak-an. Padahal kan tadinya mau makan di sana. Tapi
yang bikin kaget, pas mau bayar, ternyata harganya Rp60.000,00 per kotak! What? Tapi yang bikin lebih kaget lagi adalah pas buka kotaknya, ternyata isinya EMPAT potong ayam gede-gede banget! Kayanya itu
seekor deh. Ya Tuhan YME, pantesan harganya mahal, lha wong ayamnya banyak bets, wkwk...
We have NO idea about it. Tapi
rasanya emang enak banget sih. Mirip “ayam tangkap” ya penampilannya. Dan yang
jelas, bikin kenyang! Sampe kami jadiin lauk makan siang.
Move on, kami sampai di Pelabuhan
Ulee Lheue sekitar pukul 09.30 dan kapal kami ke Pulau Weh berangkat sekitar pukul 10.00. Ada dua opsi kapal yang bisa
kita pakai: kapal cepat atau kapal lambat. Perbedannya tentu saja harga tiket,
kecepatan, dan jadwal (bisa dilihat di gambar). Kami waktu itu milih naik kapal
cepat, dengan alasan efisiensi waktu. Perjalanan menuju Pulau Weh dengan kapal cepat membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.
Cantiknya Aceh...
At Port of Ulee Lheue (maapkeun muka saya, lagi silau btw)
Info kapal cepat
Info kapal lambat (maap ngeblur)
Setibanya di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh,
Wow...
Saya langsung dibuat takjub dengan pemandangan pulau itu. It was SO beautiful! Berbukit-bukit, dengan hutan-hutan yang masih asri. Udah kaya pulau di “The Lost World” (mudah-mudahan ngga ada T-Rex-nya)
Wow...
Saya langsung dibuat takjub dengan pemandangan pulau itu. It was SO beautiful! Berbukit-bukit, dengan hutan-hutan yang masih asri. Udah kaya pulau di “The Lost World” (mudah-mudahan ngga ada T-Rex-nya)
Port of Balohan
Begitu keluar dari kapal, kita akan langsung disambut oleh para penjaja sewa motor, sewa mobil, sewa kamar,
dan sewa-sewa lainnya. Saya dan mba Riris terus aja jalan keluar pelabuhan.
Di depan pelabuhan, ada beberapa kios/warung/penginapan yang juga
menyewakan motor. Tinggal milih aja.
Kami ketemu sama salah satu penjaja sewa motor, namanya Bang Zul. Dia nawarin motor Vario dengan harga Rp280.000,00 buat 3 hari (Jumat—Minggu pagi). Emang sih, kami rencananya Minggu pagi udah balik ke Ulee Lheue, naik kapal paling pagi (sekitar pukul 08.00). Tapi kan kalau diitung seharinya 24 jam, seharusnya kami sewanya cuman 2 hari, ya khan? Alhasil, setelah tawar menawar, kami dapet harga Rp220.000,00. Masih agak ngga puas ya sebenernya, soalnya paling tidak, bisa dapet Rp200.000,00 (Rp100.000,00/24 jam). Tapi ya sudahlah. Mungkin temen-temen nanti yang mau kesana, bisa dicoba menawar dengan lebihsadis lihai lagi, hehe..
Kami ketemu sama salah satu penjaja sewa motor, namanya Bang Zul. Dia nawarin motor Vario dengan harga Rp280.000,00 buat 3 hari (Jumat—Minggu pagi). Emang sih, kami rencananya Minggu pagi udah balik ke Ulee Lheue, naik kapal paling pagi (sekitar pukul 08.00). Tapi kan kalau diitung seharinya 24 jam, seharusnya kami sewanya cuman 2 hari, ya khan? Alhasil, setelah tawar menawar, kami dapet harga Rp220.000,00. Masih agak ngga puas ya sebenernya, soalnya paling tidak, bisa dapet Rp200.000,00 (Rp100.000,00/24 jam). Tapi ya sudahlah. Mungkin temen-temen nanti yang mau kesana, bisa dicoba menawar dengan lebih
Kami pun memacu si “kuda mesin” kami, menyusuri jalanan Pulau Weh. Agak
ribet ya dengan bawaan yang bejibun. Udah kek mudik aja.
Tujuan pertama kami adalah penginapan Rade Inn, tempat kami bermalam di daerah Sumur Tiga. Kalau di peta, itu di bagian timur-laut Pulau Weh.
Tujuan pertama kami adalah penginapan Rade Inn, tempat kami bermalam di daerah Sumur Tiga. Kalau di peta, itu di bagian timur-laut Pulau Weh.
Hmm... Saya betul-betul menikmati berkendara siang itu. Udaranya
seger (meskipun agak panas). Pemandangan di sekitar pun sangat memanjakan mata.
Jalannya naik turun dengan hutan-hutan di pinggir jalan. Sesekali kita bisa
melihat pemandangan laut di kejauhan. MasyaAllah,
Subhanallah...
Agak lama juga perjalanan ke Sumur Tiga. Hampir sejam-an kayanya.
Kami sempet bingung juga apakah masih berada di jalan yang benar atau tidak,
sebab agak minim penanda jalan. Kami akhirnya sampai di Rade Inn pas sebelum Jumat-an. Tarif per malam di Rade Inn ini Rp200.000-an.
Saya booking lewat Traveloka.
Sebenernya sih, kami pengen nginep di Freddies Santai Sumur Tiga, Lokasinya deket Rade Inn
juga. Tapi dia punya view langsung ke
laut dan penginepan ini cukup hits dan sering muncul saat kami riset di
internet. Namun apa mau dikata, kerana kami kelamaan, akhirnya kamarnya sold out semua. Opsi lain yang
sepertinya bagus juga adalah penginapan Casanemo.
Dia juga menghadap ke laut, tapi harganya agak costly sih.
Rade Inn
Namun, betapa tidak beruntungnya
kami. Ketika saya pulang dari sholat Jumat, dan siap untuk menjelajahi daerah
sekitar, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Oh God. Padahal kami udah nyusun jadwal buat hari itu! Kami mau
main ke pantai-pantai di sekitar sana. Hiks..
Tapi yah, namanya alam, ngga bisa diprediksi. Akhirnya kami guling-guling aja
di kamar (masing-masing) menunggu hujan reda. Dan ternyata...
hujannya ngga reda-reda. Sampai Isya! *lol
Ya Tuhan YME, mengapakah Engkau berikan cobaan ini kepada hamba...
Tapi yah, mau gimana lagi, tifak ada
yang bisa kami perbuat—selain berdoa. Namanya lagi jalan-jalan, kita
ngga pernah tau apa yang akan terjadi. Kalau dibikin negatif ya, kzl juga. Rencana kami jadi “berantakan”. But we
tried to be positive dan menikmatin apa yang bisa dinikmati.
Akhirnya, doa kami pun terjawab pada malam harinya, saat hujan mulai reda. Alhamdulillah...
Akhirnya, doa kami pun terjawab pada malam harinya, saat hujan mulai reda. Alhamdulillah...
Tanpa menyia-nyiakan waktu, Kami
langsung memacu motor menuju kota Sabang.
Udah lapar gaes. Tujuan kami adalah Sabang
Fair, salah satu spot hang-out ternama
di kota Sabang. Tapi gegara hujan, tempatnya jadi agak sepi. Kami milih spot yang menghadap ke laut. Tapi sayang ngga bisa liat apa-apa
soalnya gelap. Cuman ada
suara-suara ombaknya aja. Anyway,
kami langsung aja pesen makanan—yang kebanyakan seafood
sih. Pengennya makan Sate Gurita yang tersohor itu, tapi kata mas-masnya, yang masak lagi ngga ada. Heft. Lagi-lagi kurang beruntung.
Makin malam ternyata tempatnya
makin ramai. Banyak remaja Sabang
berdatangan dan membuat suasana semakin semarak. Namun, lagi-lagi kami diguyur
hujan yang cukup deras. Saya sama mba Riris udah selesai makan sebenernya, tapi
ngga bisa balik gegara terjebak hujan.
Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya hujan mereda sekitar pukul 22.00. Kami buru-buru pulang ke penginapan. Itu pun masih kebasahan. Kami pun mengakhiri hari pertama di Sabang dengan tidur nyenyak ditemani suara rintik hujan sampai tengah malam. Semoga esok hari kami lebih beruntung.
Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya hujan mereda sekitar pukul 22.00. Kami buru-buru pulang ke penginapan. Itu pun masih kebasahan. Kami pun mengakhiri hari pertama di Sabang dengan tidur nyenyak ditemani suara rintik hujan sampai tengah malam. Semoga esok hari kami lebih beruntung.
Next on, kami masih akan keliling Pulau Weh. Kami akan snorkeling
di salah satu spot underwater terindah di Indonesia, serta menikmati sunset di titik Nol Kilometer! So, stay tune...
NaraHubung:
Ayam Pramugari (RM. Adytia Jaya)
Jln. Bandara Lama, Samping Pertamina Bandara Sultan Iskandar Muda,
Blang Bintang, Banda Aceh
Buka: 09.00-16.00
Telp.: 085277804413
Rade Inn
Gampong Ie Meulee, Kec. Sukajaya, Sumur Tiga, Kota Sabang, Aceh 24411
Telp.: 08116852333
Email: radeinn_sabang@yahoo.com
Taman Wisata Kuliner (Sabang Fair)
Kota Bawah Barat, Sukakarya, Kuta Barat, Sabang, Aceh
Telp.: 085277790790
NaraHubung:
Ayam Pramugari (RM. Adytia Jaya)
Jln. Bandara Lama, Samping Pertamina Bandara Sultan Iskandar Muda,
Blang Bintang, Banda Aceh
Buka: 09.00-16.00
Telp.: 085277804413
Rade Inn
Gampong Ie Meulee, Kec. Sukajaya, Sumur Tiga, Kota Sabang, Aceh 24411
Telp.: 08116852333
Email: radeinn_sabang@yahoo.com
Taman Wisata Kuliner (Sabang Fair)
Kota Bawah Barat, Sukakarya, Kuta Barat, Sabang, Aceh
Telp.: 085277790790
0 comments