Memburu Semeru [Ep. 01]: Menuju Ranu Kumbolo
Mei 30, 2016
Bulan Mei ini bisa dibilang bulan yang paling berkesan buat
saya. Kenapa? Karena saya mengawalinya dengan sebuah perjalanan yang tidak akan
pernah saya lupakan ... seumur hidup! Sebuah perjalanan yang penuh perjuangan
serta membawa banyak pelajaran. Sebuah perjalanan menuju tempat tertinggi di
Pulau Jawa. Tidak lain dan tidak bukan ... Gunung
Semeru!
Seperti yang kita tau, di minggu pertama bulan ini ada
beberapa hari libur yang saling berdampingan. Dan buat kita yang pegawai
kantoran, ini adalah kesempatan cuti yang paling ditunggu-tunggu. The most wanted cuti of the year! :D
Gimana enggak? Ada dua tanggal merah, tanggal 5 (Hari Kenaikan Yesus Kristus) dan tanggal 6 (Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW) keduanya jatuh berdempetan di hari Kamis dan Jumat, sementara
mayoritas pegawai libur di hari Sabtu. Jadi kalau kita ambil cuti hari Senin
sampai Rabu (tanggal 2—4), fwalaa... kita
bakal bisa libur SEMINGGU! Tapi yah, saya akhirnya nggak ambil kesempatan cuti itu
karena temen-temen sekantor saya udah banyak yang ngajuin. Dan kalo
dipikir-pikir, menurut saya, libur long
weekend hari Kamis sampai Minggu udah lebih dari cukup. J
Saya sendiri nggak mau menyia-nyiakan libur panjang ini buat
berdiam diri di rumah. Saya pengen main ke tempat yang belum pernah saya
kunjungi. Dan kalau boleh jujur, salah satu resolusi saya tahun ini adalah ... saya
mau mendaki gunung! Tapi bukan mendaki kayak di Bromo atau Ijen (I’ve been there) yang mungkin ngga
terlalu banyak printilan persiapannya, pun medannya juga tidak terlalu sulit.
Saya pengennya mendaki sampai camping
gitu, tidur di atas gunung pake tenda, sambil masak-masak sendiri, pasti seru!
Nah, akhirnya saya cari-carilah temen yang mau diajakin naik, tapi temen yang
sekiranya udah punya pengalaman, jadi selain bisa jadi guide, bisa sekalian jadi ‘mentor’.
Setelah kesana-kemari mencari kawan, ternyata nggak ketemu
juga. Saya akhirnya coba buka-buka socmed
dan liat-liat open trip. Ada
beberapa, cuma ternyata lumayan mahal juga, pfft.. Sampai akhirnya (mungkin ini
petunjuk Tuhan) saya dapet broadcast BBM
dari salah satu temen saya kalau team @picnicasik ngadain pendakian bareng ke
Gunung Semeru, dengan share-cost yang
lumayan terjangkau. Wah ini kesempatan bagus! Saya pun langsung sign up buat join kegiatan itu.
Rencananya,
perjalanan kami berlangsung dari tanggal 5
sampai 8 Mei (4 hari). Dan sebagai
persiapan, saya udah baca buanyak banget artikel di internet. Mulai dari jalur
pendakian, peralatan yang dibutuhkan, sampai latihan-latihan yang harus
dilakukan. Karena selain mental, kondisi fisik yang prima juga sangat
dibutuhkan, terlebih buat saya yang amat sangat pemula ini. :D Tapi yah, karena
kemalasan kesibukan, saya akhirnya baru bisa latihan-latihan sekitar
seminggu sebelum hari-H. Itupun cuman jogging abal-abal keliling alun-alun
sepulang kerja.
Sementara untuk peralatan, saya bela-belain beli sepatu
gunung (untung lagi ada diskon di Cartenz
Jember :D), matras alumunium, sama sleeping
bag, terus pinjem trekking pole
& gaiter (pelindung kaki biar
nggak kemasukan pasir/lintah).
Satu hal yang mungkin jadi kendala juga buat saya adalah,
hari Rabu (tanggal 4) itu saya masih masuk kerja, di Jember, sementara semua
barang saya ada di rumah Probolinggo. Belum lagi semua peserta pendakian itu homebase-nya di Surabaya, dan mereka
berangkat dari sana ke Malang hari Rabu malam, dan mulai naik besok paginya.
Wew. Jadi, demi mengejar jadwal yang udah dibikin, pulang kerja hari Rabu itu (saya
sampai di Probolinggo sekitar pukul 20.00), saya langsung packing, terus langsung berangkat lagi ke Malang. Susah juga nyari
bus ke Malang, karena kebetulan lagi libur panjang. Saya baru bisa dapet bus
terakhir, menuju Malang sekitar pukul 00.30 dan sedihnya nggak dapet duduk
sampai Malang. -_-
Saya tiba di terminal Arjosari
sekitar pukul 03.00 dini hari. Kemudian langsung naik angkot ke Tumpang. Untung saya ketemu rombongan
pendaki lain, jadi bisa langsung berangkat angkotnya. Ongkos satu angkot
Rp120.000, bisa diisi 10-12 orang, jadi per-orang kena Rp10.000-Rp12.000.
Sekitar 40 menit-an, kami sampai di Tumpang.
Kami turun di rest area namanya de Forest. Saya lalu ketemuan dan
kenalan sama team @picnicasik. Dan sambil menunggu pagi, saya sempetin buat
tidur. Seharian belum merem sama sekali cuy. Pulang kerja langsung berangkat, mana
naik bus berdiri pula. Remek badan ini.
de Forest
(via malangtimes.com)
Sekitar pukul 06.00, kami siap berangkat menuju tujuan
pertama, yaitu desa Ranu Pani. Untuk
kesana, kita bisa nyewa jeep/hardtop/pickup. Saya pernah baca kalau kita bisa naik truk, tapi kayaknya
udah ngga ada lagi sekarang. Mungkin udah nggak boleh atau waktu saya kesana
emang lagi nggak ada. Saya dan temen-temen total sebelas orang, terus ketemu sama
seorang temen lagi yang mau nebeng ke Ranu Pani, jadi total ber-duabelas. Kami
nyewa hardtop kalau nggak salah waktu
itu Rp650.000.
Perjalanan ke Ranu Pani lumayan jauh, sekitar 1-2 jam.
Jalannya naik turun nan berkelok-kelok. Lumayan bikin pusing & mual. Namun,
kita benar-benar dimanjakan dengan pemandangan indah sepanjang jalan. Pepohonan
tinggi dan tanaman-tanaman hijau berbaris di tepi jalan. Bener-bener refreshing. Menjauh sejenak dari
penatnya kerjaan kantor dan riuhnya perkotaan. Di satu titik, kami sempat
disuguhi view luar biasa bagus, yaitu lembah sabana yang tertutup awan. That was so cool! Sayang nggak sempet
foto, hehe...
Sekitar pukul 07.00 lebih, kami sampai di Ranu Pani. Dan
suasana di sana ... ruammee poll! Penuh buanget sama orang-orang yang mau naik
ke Semeru. Semuanya tumplek-blek di
sana. Ini pasti gara-gara libur panjang. Kami langsung cari ruang kosong di
emperan toko buat istirahat, sambil sarapan. Pas beli sarapan juga ngantrinya
luar biasa panjang. Sampai kami udah nggak peduli mau makan apa, yang penting apa
aja yang udah jadi. Dan selesai makan, perwakilan dari grup kami ngantri buat
dapat briefing dari pihak pengelola,
terus bayar administrasi, dan registrasi buat dapet SIMAKSI (Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi). Untuk kelengkapan
berkasnya, kita harus bawa Surat
Keterangan Sehat dari dokter (atau dari Puskesmas), fotokopi kartu
identitas (minimal 3 lembar), sama meterai.
Pos Perijinan
Itu kami ngantrinya ... sampai sore! Sampai ditinggal tidur,
sholat, pipis, terus tidur lagi. Dan yang lebih jadi cobaan, siang itu kami
diguyur hujan deres. Kami berteduh di kolong bangunan pos pendaftaran. Kami
juga sempet ngobrol sama pendaki lain (asal Jakarta) dan dia bilang kalo udah
ngantri dari sehari sebelumnya. What the
F?!
Menjelang sore, alhamdulillah hujan mulai reda. Dan
tampaknya, kami udah hampir dapet SIMAKSI. Jujur, makin menjelang berangkat,
saya makin deg-deg-an. Kepikiran, nanti saya bakal kuat apa nggak, takut jadi
penghambat/beban juga buat tim. Apalagi kami sempet ketemu sama pendaki yang
udah turun dari puncak. Wew. Mereka keliatan tangguh semua. Lah saya, pendaki
abal-abal, wkwkwk... Akhirnya, sekitar pukul 16.00, perijinan kami beres semua,
dan pendakian pun ... dimulai! Yeay!
Gerbang pendakian
(via panoramio.com)
Tujuan pertama kami hari itu adalah Ranu Kumbolo. Siapa sih yang nggak pernah denger tempat ini? Danau
yang sangat terkenal dengan pemandangan indahnya. Di sana, kita bisa bangun tenda buat
istirahat dan bermalam. Jarak dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo ±10,5
km dan kita akan melewati 4 pos.
Perjalanan menuju pos pertama lumayan bikin saya ngos-ngosan. Hahha.. Yah
maklumlah, baru pertama kali mendaki ‘beneran’. Sampai ada temen yang bilang,
kok baru pertama kali mendaki langsung nyobain trek gunung yang susah? :P Tapi
untunglah, ternyata saya bisa keep up
sama rekan-rekan se-tim yang lain. Di beberapa tempat yang agak lapang, kami istirahat
sebentar. Kondisi gunung yang ramai juga membuat kami harus bersabar karena
kadang jalannya macet (harus nunggu yang di depan), atau papasan sama pendaki
yang mau turun. Saya sih malah seneng kalo jalannya macet, soalnya bisa sekalian
curi-curi napas :P
Yang bikin saya heran, ternyata jalur pendakian Semeru ini
lumayan sempit juga. Banyak yang cuman kayak jalan setapak gitu, dan di
beberapa tempat bahkan agak susah buat papasan. Saya pikir karena tempat itu
udah terkenal, jalur pendakiannya bakal dibikin lebar atau gimana. Ternyata
enggak juga. Jadi bener-bener kayak kita nembus hutan belantara gitu. Belum
lagi, cuaca yang masih sering hujan-hujanan, bikin treknya becyek bin licyin.
Jalur menuju Pos 1 dan 2 didominasi sama tanjakan. Dan
semakin naik ketinggiannya, semakin sering kita ketemu sama jurang-jurang di
tepi jalan. Konon, karena bentuk bebatuan/tebing yang seperti disayat-sayat
ini, daerah tesebut dinamai Watu Rejeng.
Kita kudu ekstra hati-hati. Apalagi kalau jalannya licin, dan kita mendakinya
sore hari menjelang malam, kayak kami. Hati-hati juga sama batang dan akar
pohon yang malang melintang di hadapan kita. Nggak jarang saya kesandung atau
kepentok. Semakin malam tentunya akan jadi semakin dingin, semakin gelap, so
sarung tangan dan headlamp/senter
akan sangat esensial.
Sign board Watu Rejeng
(via panoramio.com)
Perjalanan itu bener-bener berkesan buat saya. Biasanya jam-jam
segitu saya lagi duduk santai di rumah, sambil nonton TV, atau malah udah melungker
di kasur. Sementara malam itu, saya masih berjalan, mendaki, di tengah hutan, kedinginan
kelelahan dan kelaparan (cieh). Tapi yang bikin seneng adalah ... saya bisa menyaksikan
bintang-bintang di langit yang tampak lebih besar dan lebih terang dari
biasanya. Mungkin karena kita lagi di ketinggian dan minimnya polusi udara di
sana.
Mendekati Ranu Kumbolo, kami lumayan banyak ketemu trek
mendatar dan turunan. kejauhan, keliatan
banyak kelap-kelip tenda di tepian danau. Udah mirip pasar malem aja saking
banyaknya. Dan ketika kami bener-bener nyampe sana, ampun dah, itu tempat udah
full buanget sama tenda. Kami sampai bingung mau bangun tenda dimana. Tapi
alhamdulillah, setelah keliling sedikit, kami nemu space di pinggiran danau yang cukup buat didirikan 3 tenda.
Ranu Kumbolo malam hari
(via travel.detik.com)
Kami langsung mendirikan tempat berlindung kami. Dan itu
adalah kali pertama saya belajar bikin tenda. Dari masukin frame, menali-temali, pasang pasak, sampai pasang flysheet-nya. Saya juga pertama kali
nyobain masak pakai kompor portable
yang pakai gas, sama pakai nesting.
Ternyata lumayan butuh keterampilan ya semua ini. :D Malam itu kami makan
seadanya. Nasi, mie, telor, terasa sangat lezat kalo lagi kelaparan. Dan
sebelum bobok, saya sempetin ganti pakaian yang kering soalnya yang dipakai
jalan tadi udah basah kena keringet, jadinya dingin banget. Selesai makan, kami
semua langsung merangsek ke dalam tenda, menelusup dalam sleeping bag, dan ... bobok cyantik.
0 comments