Mendaki Merbabu: Para Pendaki Manjha Season 2!
Agustus 18, 2019
Hai gais, Para Pendaki Manjha kembali menyapa dunia!
Setelah tahun lalu sukses melakukan pendakian penuh drama ke Gunung Prau, tahun ini kami kembali hadir di Season 2 dengan pendakian yang tak kalah manja, tak kalah drama, ke sebuah gunung di Jawa Tengah, yaitu Gunung Merbabu. Gunung yang tak hanya punya view fantastis, tapi juga rute yang bikin nangis.
Ingin tau kenapa?
Jumat, 2 Agustus 2019
Bukan Para Pendaki Manjha (PPM) namanya, bila perjalanannya tidak diwarnai dengan drama. PPM tahun ini yang digadang-gadang beranggotakan 5 orang: Saya, Yuangga (@yuanggafp), Pujai (@pupujai), Denta (@dentajaya), dan Abas (@aryasukia), beberapa jam sebelum hari-H mendapat kabar mengejutkan dari Abas yang katanya ketinggalan pesawat menuju Solo. Setelah mencoba mencari berbagai alternatif solusi, teryata Abas memang masih belum bisa berjodoh dengan kami. Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan ini hanya berempat. Semoga di PPM season berikutnya bisa gabung ya Bas.
Padahal sebetulnya, yang was-was bakal ketinggalan trip ini adalah saya sendiri. Saya udah beli tiket kereta ke Solo (via Malang) pukul 19.00, sementara pukul 18.00 saya masih di Probolinggo (dari Jember). Perjalanan Probolinggo-Malang kurang lebih 2 jam. Karena secara itung-itungan waktu udah ngga memungkinkan, akhirnya saya beli tiket lagi yang pukul 20.00. Dan itu jadwal terakhir ke Solo hari itu. Kalau ketinggalan, ya, wassalam. Namun alhamdulillah, saya akhirnya bisa tiba tepat waktu. Tepat sekali saat kereta boarding.
Sabtu, 3 Agustus 2019
Dini hari itu, kami berempat ketemuan di Stasiun Solobalapan. By the way di pendakian kali ini, kami ikut open trip yang diadakan oleh Theater Adventure (@theater_adventure), dengan leader bang Gonoy (@gonoy_ta). Open trip-nya serasa private trip sih, soalnya pesertanya grup kami doang. Kami pun lalu bergerak menuju basecamp pendakian Merbabu di Selo, Boyolali. Perjalanan ke sana memerlukan waktu sekitar 2 jam.
Sekilas mengenai Merbabu, gunung berapi ini memiliki ketinggian 3.145 mdpl dan terletak secara administratif di tiga kabupaten, yakni Magelang (lereng barat), Boyolali (lereng timur dan selatan), dan Semarang (lereng utara). Karena letaknya yang di "tengah", dari puncak Merbabu kita bisa melihat gunung-gunung lain di sekitar seperti Merapi, Sumbing, Sindoro, Prau dll. Selain melalui jalur Selo, Boyolali, jalur resmi lain yang bisa ditempuh adalah Jalur Kopeng Tekelan (Salatiga), Suwanting (Magelang), Wekas (Magelang), dan Chuntel (Magelang).
Sesampainya di basecamp Selo, kita harus mendaftar/registrasi dulu di pos pendakian. Waktu itu rame banget ya yang mau naik, jadi harus sabar mengantri. Untungnya kami diurusin sama bang Gonoy dan Theater Adv ya, jadi terima beres aja. Memang manjha.
Pos Pendakian Selo |
Setelah registrasi, masih ada briefing lagi dari petugasnya. Di situ perlengkapan kami didata sedetil-detilnya, kayak harus bawa sleeping bag, bawa senter/head lamp, bawa air yang cukup (soalnya di jalur Selo ngga ada sumber air), harus pake sepatu gunung, dll. Yang belum lengkap disuruh sewa dulu (di sekitar sana banyak penyewaan). Untungnya, yang masalah sepatu masih "diampuni" ya, masih dibolehin pake sendal gunung. Saya juga waktu itu cuma pake sendal, sebab sepatu saya ketinggalan di rumah orang tua-yang niscaya saya sesali kemudian. Ciyusan deh. Mending pake sepatu gunung!
Briefing |
Perjalanan menuju Pos 1 memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. Katanya. Jalurnya masih so so sih nanjaknya. Belum terlalu curam. Di kanan kiri masih banyak pepohonan, jadi hati-hati kepentok batang kayu atau kesandung akar.
Cuma yang paling menganggu waktu itu... DEBU! Sumpah ya, sepanjang jalan isinya debu semua lho. Bikin susah napas. Apalagi kalau papasan sama pendaki yang gedebuk-gedebuk kakinya. Alamat kelilipan dan sesek napas. Makanya jangan lupa pakai masker/slayer ya.
Belum juga sampai Pos 1, drama lain pun terjadi. Salah seorang member kami yang wanita (ngga perlu disebut namanya ya), tiba-tiba mengeluh sakit dan ngga mau meneruskan perjalanan. Ya, mbaknya tidak mau meneruskan perjalanan dan mau balik aja ke basecamp. Hmm...
Namun sebagai teman yang baik, kami tentu memberinya semangat. Pun dengan leader kami, bang Gonoy, tak henti juga memberikan semangat dan menunggui kami. Saya & Yuangga pun membantu mbaknya membawakan air, masing-masing 1,5 liter. Ikhlas kok, tapi beratnya memang tak bisa dipungkiri ya. Membawa 3 botol air 1,5 liter (+ air botol 600 ml) itu lumayan sih. Sementara si Denta entah dimana keberadaannya saat itu.
Udah sehat mbaknya |
Alhamdulillah, kami pun akhirnya tetap meneruskan perjalanan dan tiba di Pos 1. Yeay.
Pos 1 (courtesy of @gonoy_ta) |
Setelah istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2. Jalur kali ini semakin menantang dari jalur sebelumnya. Semakin panjang, makin menanjak, makin berdebu, dan makin tak ada naungan pohon. Perjalanan ini memerlukan waktu sekitar 2 jam. Sesampainya di Pos 2, kami beristirahat kembali, sembari makan siang. Legrek kak. Duduk aja bisa ketiduran lho saking lelahnya.
Pos 2 |
Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Di sini jalurnya udah terbuka banget, alias ngga ada hutan. Debu-debu pun makin banyak bertebaran. Perjalanan ini memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Di Pos 3, areanya cukup luas. Saat kami sampai, sudah ada beberapa pendaki yang mendirikan tenda. Sesekali, kabut turun menambah syahdunya suasana di tempat itu. Dan dari Pos 3 ini, kita bisa melihat jalur selanjutnya menuju Sabana 1, tempat kami berkemah hari itu.
Pos 3 |
Saya akan menamai jalur ini sebagai "tanjakan setan", sebab ya memang kayak setan! Membuatku ingin berteriak ... "SETAN!" disetiap tanjakannya. Tapi dalam hati aja ya, daripada terkena tulah penunggu gunung.
Jalur ini mengingatkan saya pada Bukit Penyesalan di Gunung Rinjani. Tingginya sih memang ngga se-tinggi Bukit Penyesalan, tapi jalannya itu lho, lebih bikin trauma! Udah terjal banget, banyak debu, licin, dan banyak jalan yang rusak. Kita harus bener-bener waspada dalam memilih pijakan. Bila salah melangkah, kita bisa terpeleset, tersungkur, dan terperosok. Bahkan di beberapa bagian, kita harus menggunakan bantuan tali buat naik. Wagela seh. Maka dari itu, perlengkapan pendakian yang baik, sangatlah disarankan (seperti sepatu & trekking pole).
Sore hari itu, setelah melewati "tanjakan setan" tadi, kami pun tiba di Sabana 1. Alhamdulillah, we made it! Di sana, kami mendirikan tenda, bongkar muat tas, istirahat, dan tentu saja, foto-foto! Karena di Sabana 1 ini, pemandangannya cantik banget lho.
Sabana 1 |
Sore hari itu, setelah melewati "tanjakan setan" tadi, kami pun tiba di Sabana 1. Alhamdulillah, we made it! Di sana, kami mendirikan tenda, bongkar muat tas, istirahat, dan tentu saja, foto-foto! Karena di Sabana 1 ini, pemandangannya cantik banget lho.
Kalau langit cerah dan ngga berawan, kita bisa melihat dengan jelas Gunung Merapi yang gagah berdiri di sebelah selatan. Keliatan deket banget.
Majestic Merapi (courtesy of @yuanggafp) |
Belum lagi suasana langit di sore hari itu. Ketika matahari hampir kembali ke peraduannya, cahyanya memberikan warna-warni yang indah di langit Merbabu.
Sesosok(courtesy of @yuanggafp) |
Tak lama kemudian, rembulan pun muncul membawa malam beserta pemandangan bintang-bintang (milky way) yang tak kalah indah. Terasa dekat. So close, yet so far. Seperti status WA Yuangga.
Next, saat summit attack pun tiba, namun berbagai drama masih saja terjadi, bahkan sampai perjalanan ke basecamp!
(bersambung ke bagian berikutnya...)
0 comments