Makassar 3 Hari [Ep. 03, End]: Sampai Jumpa Lagi...
April 28, 2016
Minggu, 27 Maret, adalah hari terakhir saya di Makassar.
Saya nggak ada rencana buat ke tempat wisata yang terlalu jauh. Pengennya
muter-muter di sekitaran kota aja. Selain karena udah kecapekan setelah dua
hari sebelumnya hedon terus sampai tengah malam, hari itu saya juga terbentur
dengan jadwal keberangkatan pesawat saya—yang dijadwalkan take off pukul 20.00.
Alhasil, saya mutusin buat jalan-jalan aja keliling kota Makassar.
Makassar City
(via kabargue.com)
Pagi itu saya bangun sekitar pukul 08.00 :D Kemudian
langsung mandi, dan sarapan di tempat si bapak Palu Basa lagi. Ternyata
bapaknya masih inget sama saya. Jadilah kami ngobrol tentang perjalanan saya ke
Bantimurung. Setelah kenyang, saya sama @denny_harrani balik lagi ke kosan. Si @denny_harrani saya ajak jalan, tapi ternyata motornya udah dibalikin ke kantor (waktu itu dia
pinjem motor kantor :P). Yah akhirnya lagi-lagi saya harus melancong sendirian
lagi, heheheh..
Tujuan pertama saya waktu itu adalah ke ... apotik. Guardian namanya. Bukannya saya lagi
sakit atau apa, tapi waktu itu ada saudara saya yang nitip sebuah barang yang
(katanya) cuman ada di Makassar. Barang itu adalah Eau Thermale Avene Thermal Spring
Water. Saya ngga ngerti sama sekali itu barang apa, haha... Pikir saya,
pokoknya berhubungan sama kosmetik. Saya pun berangkat menuju lokasi dengan
menggunakan jasa ojek online GoJek.
Setelah googling, ternyata lokasinya nggak terlalu jauh dan ongkos gojeknya
Rp15.000,00 aja.
Sekitar 10 menit berkendara, saya dan mas gojek udah ada di
area tujuan. Tapi lama kami bolak-balik menyusuri jalan itu, nggak
ketemu-ketemu juga tempatnya. Alhasil, mas gojeknya pun googling dan
menghubungi nomer telepon yang ada di internet. Ternyata lokasi apotik Guardian
itu ada di dalam sebuah mall. Dan mall itu adalah Mall Panakkukang, yang letak nggak jauh dari sana. Hwik, saya nggak
sadar kalo sedari tadi saya sliwar-sliwer di depan mall terkenal itu. Mas gojek
lalu nganterin saya sampai ke pintu masuk mall dan saya langsung masuk mencari
itu apotik. Dan ketemu! Tapi sayang ... ternyata apotik Guardian-nya nggak jual
barang yang dimaksud. Ada sih barang yang mirip,tapi merknya lain. Kemudian
mbak penjaga Guardian nyaranin saya ke apotik lain, yaitu Century. Kalo Century sih saya udah tau bahkan punya membernya. Dan
ternyata ... di Century ada barangnya! :D Dan lumayan dapet diskon berkat kartu
member, hehe...
Panakkukang Mall
(via favehotels.com)
Titipan telah didapat, saatnya saya melanjutkan petualangan
di Makassar. Mumpung masih di dalam mall, saya sempetin buat beli perbekalan
dulu—air minum aja—dan sholat Dhuhur. Sekitar pukul 13.00, saya udah siap dan berjalan
keluar mall. Yang ada di pikiran saya waktu itu adalah pengen main ke Benteng Fort Rotterdam dan Pantai Losari. Karena saya sama sekali
nggak tau transportasi ke sana dari Mall Panakukkang, akhirnya saya nanya-nanya
ke bapak-bapak pengemudi pete-pete yang lagi mangkal di depan mall. Saya lalu
diarahkan buat naik salah satu pete-pete (lupa nomernya berapa) dan disuruh
turun di Monumen Mandala.
Perjalanan dari Mall Panakukkang ke Monumen Mandala
membutuhkan waktu sekitar ... setengah jam kayaknya. Saya nggak begitu pasti
karena sempet ketiduran juga di dalem pete-pete, hehe... Dan sesampainya di
Monumen Mandala, saya turun, lalu tanya-tanya ke penduduk sekitar tentang jalan
menuju Pantai Losari. Ternyata, saya cukup jalan kaki aja ke arah barat. Sebelum
meneruskan jalan, saya sempet masuk ke area Monumen Mandala. Tapi sayang, hari
itu monumennya ditutup, jadi bisa ngeliatin aja dari luar.
Museum Mandala
Setelah muter-muter di dalam area Monumen Mandala, saya lalu
melanjutkan perjalanan ke arah barat mengambil kitab suci. Sekitar 20-an
menit saya jalan kaki, tapi belum tampak juga ada bau bau pantai/laut. Di
sebuah perempatan jalan, saya sempet tanya ke orang sekitar. Beliau bilang
terus aja jalan ke barat. Well, paling nggak, saya masih ada di arah yang
benar. Saya pun melanjutkan jalan-jalan sore itu. Meski lumayan pegel, tapi
saya bener-bener menikmatinya. Sebagai seorang pelancong berbudget minim
backpacker sejati (cieh) tentu saya
akan banyak memanfaatkan moda transportasi umum dan ... berjalan kaki. :D
Sekitar 20-menit kemudian akhirnya saya sampai di sebuah pertigaan yang
familiar. Saya pernah lewat di daerah ini waktu motoran sama @denny_harrani. Di sana,
saya kembali bertanya ke seorang bapak mengenai arah ke Losari dan Fort
Rotterdam. Ternyata kedua tempat itu ada berbeda arah. Losari ada di arah
selatan, sementara Rotterdam ada di utara. Saya akhirnya memutuskan untuk
mengunjungi Fort Rotterdam dulu. Dan saya pun kembali melanjutkan berjalan.
Sekitar 10 menit, saya sampai di depan Fort
Rotterdam, dan sore itu ternyata lumayan rame pengunjungnya. Kalau yang saya
baca di internet, biaya masuk ke sana sebenarnya seikhlasnya aja, tapi waktu
itu saya cari-cari tempat beli tiket/naruh duitnya nggak ada, jadinya ya saya
nyelonong aja. Maap ya, hehe..
Tulisan "Fort Rotterdam"nya ketutupan
Pintu masuk benteng
Di dalam benteng, suasana nggak kalah rame. Ada yang
lagi kumpul sama keluarga, piknik-piknik-an, ada juga komunitas-komunitas yang
bikin acara, ada lagi indehoy sama pacar, dsb. Saya lalu bergerak bagian
perimeter benteng, dimana kita bisa naik dan menikmati pemandangan Makassar
dari atas benteng.
Inside the fortress
Benteng ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Gowa-Tallo
dan dibangun pada tahun 1545. Yang paling unik dari tempat ini adalah ...
bentuknya! Benteng ini memiliki 5 buah bastion/menara pantau di tiap
sudutnya. Dan masing-masing memiliki nama sendiri. Ada Bastion Bacan di barat daya, Bastion Bone di barat, Bastion Buton di barat laut, Bastion Mandarsyah di timur laut, serta Bastion
Amboina di tenggara. Kita bisa
berjalan menyusuri kelima bastion ini karena mereka semua saling berhubungan.
Fort Rotterdam dengan kelima bastionnya, berbentuk seperti penyu menghadap ke barat (ke arah laut). Sesuai dengan prinsip Kerajaan Gowa-Tallo: berjaya di darat dan di laut!
Puas keliling di bagian atas, saya lalu bergerak turun dan
mengunjungi spot menarik lain di dalam benteng in, yaitu Museum La Galigo. Terdapat dua bangunan museum di sana, satu di
bagian utara benteng, dan yang lain di bagian selatan. Museum sebelah utara
berukuran lebih kecil dengan koleksi-koleksi utamanya menceritakan tentang
legenda La Galigo. Sementara museum sebelah selatan ukurannya lebih besar dan
didesain lebih futuristik berisi koleksi benda-benda bersejarah Makassar dari
masa ke masa.
Barang koleksi museum La Galigo (termasuk naskah La Galigo, peninggalan bersejarah, serta replika Phinisi)
Setelah sholat Ashar di musholla (yang ada di dalam benteng)
sekitar pukul 16.00, saya memutuskan untuk mengakhiri kunjungan saya di Fort
Rotterdam. Sekeluar dari benteng, saya berjalan ke arah selatan, ke arah Pantai
Losari. Dan karena kebetulan belum beli oleh-oleh, saya mampir sbeentar di
salah satu toko oleh-oleh yang banyak berjejeran di sana. Sempet bingung juga
mau beli apa. Karena sebagian besar juga udah banyak dijual di Jawa. -_-
Akhirnya, saya mutusin buat beli sirup Markisa, kue gula merah, kacang disko,
& kerupuk bawang. Nggak kerasa ternyata oleh-oleh yang saya bawa banyak
juga. Sampai dibungkusin kardus sama mbak-mbak yang jual. Dan sambil
nenteng-nenteng belanjaan, saya melanjutkan jalan-jalan sore saya menuju
Losari.
Sekitar 10 menitan kemudian, saya akhirnya sampai di ...
Pantai Losari. One of the most iconic place in Makassar. Pantai Losari ini bisa
dibilang unik. Karena dia adalah sebuah pantai yang ... tidak memiliki pantai!
Yup, kita tidak akan menemukan pantai berpasir yang bertemu langsung dengan
baik. Bentuknya lebih mirip sebuah dermaga, seperti batu dan tanah yang di-bruk atau disusun kemudian bagian
atasnya disemen dan di-paving.
Sepertinya Pantai Losari ini merupakan tempat favorit bagi warga sekitar untuk
nongkrong/main di sore hari. Terbukti dari ramainya pengunjung waktu itu. Ada
yang lagi main sama anak-anaknya, makan-makan, atau sekadar berfoto ria. Saya
sendiri lalu memutuskan untuk rehat di sebuah tempat makan, dan memesan slah
satu kudapan khas Makassar, yakni Pisang
Epe. Pisang Epe sendiri merupakan jajan yang terbuat dari pisang yang
dibakar kemudian dimakan dengan saus gula merah / saus rasa lain. It was really
nice to just sit at edge of the sea, eating good snacks, and enjoying view.
Namun sayangnya, seperti biasa, banyak sampah yang mengambang ataupun
berserakan di sekitar pantai.
Sekitar pukul 17.00, saya memutuskan kembali ke kosan @denny_harrani,
setelah beberapa kali nanya sana-sini tentang jurusan pete-pete yang harus saya
naiki. :D Setibanya di kosan @denny_harrani, saya langsung bersih-bersih dan packing,
soalnya saya harus ngejar pesawat yang jadwalnya berangkat pukul 20.00 WITA.
Karena udah mepet banget, saya mutusin buat naik taksi ketimbang naik Damri.
Meski udah naik taksi, ternyata masih sport jantung gara-gara macet banget di
tengah jalan, ditambah argo yang terus berjalan sementara saya cuman bawa uang
pas-pasan. Tapi alhamdulillah, semuanya berjalan lancar, sampai tiba kembali di
rumah (Leces) sekitar pukul 23.00.
Seeya Makassar :')
Yah, itulah perjalanan singkat saya selama 3 hari di
Makassar. Meskipun kemana-mana sendirian, banyak jalan kaki & naik angkot,
nggak ada yang bantuin foto-foto, tapi saya menikmati setiap momen saya di
sana. Saya pengen kembali ke sana lagi suatu
saat nanti karena banyak tempat-tempat yang belum saya kunjungin. So, seeya
till next trip! :)
Thanks-List:
@denny_harrani, @wildanrivaldhie, for accompanying me on this trip
Orang-orang baik yang saya temui di jalan, untuk segala bantuannya
YOU, for readng this! :)
Thanks-List:
@denny_harrani, @wildanrivaldhie, for accompanying me on this trip
Orang-orang baik yang saya temui di jalan, untuk segala bantuannya
YOU, for readng this! :)
0 comments