Memburu Semeru [Ep. 04, End]: Belajar dan Pulang

Mei 30, 2016

Sesampainya di puncak, hal pertama yang saya lakukan tentu saja adalah ... bersyukur. Alhamdulillah. Setelah tujuh jam berjalan, mendaki, melalui segala halangan dan rintangan yang menguras tenaga dan mental (cieh) akhirnya saya sampai juga di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa.



Sampai sekarang rasanya masih nggak percaya. Saya yang ‘lemah’ ini ternyata bisa juga sampai di puncak Semeru. Di atas sana, saya disambut dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Indah, sejauh mata memandang. Benar-benar menyadarkan saya betapa ciptaan Tuhan itu sungguh sempurna. I was speechless. Dan berada di tempat setinggi itu, berarti saya berada di tempat yang lebi h dekat dengan sang Pencipta. Pengalaman itu meninggalkan kesan dan perasaan yang tidak akan pernah bisa diukur dengan materi. Perjalanan berjam-jam yang telah kami lalui pun terbayar lunas, bahkan dengan ‘kembalian’ :D Maka saya yakin, bahwa mendaki gunung ternyata bukan sekedar perjalan fisik, tapi juga perjalanan mental dan spiritual.  

Saya sempet muter-muter nyari rekan se-tim saya. Suasana waktu itu bener-bener ramai. Untungnya nggak lama kemudian, saya dipanggil sama temen-temen yang ternyata lagi duduk istirahat di dekat tumpukan batu. Alhamdulillah, masih ada air yang tersisa dan rasanya seger banget. Jadi dingin kena udara gunung. Kami lalu makan bekal puding coklat yang dibikin sama temen saya, ditambah bekal roti yang saya bawa sendiri. Lumayan buat ganjel perut. Dan sambil menunggu temen-temen yang lain, kami mengambil beberapa gambar di sana.

Nunggu keluar asep XD 

(Love MAMA, BAPAK, ADEK, dari MAHAMERU 3676 mdpl)
Mau niru anak-anak hits, tapi muka awut-awutan. Mohon dimaafkeun

Satu hal yang menarik di Puncak Semeru adalah kita bisa melihat kawah, namanya Kawah Jonggring Saloka, yang setiap beberapa menit mengehembuskan asap vukanik gelap yang membumbung tinggi. Mirip-mirip wedhus gembel cuman lebih kecil. Nah, momen inilah yang ditunggu-tunggu oleh para pendaki untuk mengambil foto. Jadi begitu ada awan ngebul, langsung deh mereke berbondong-bondong berpose dengan latar belakang asap tersebut. Lucu lah pokoknya. Namun, asap ini jugalah yang membuat kita tidak bisa berlama-lama berada di puncak. Karena katanya kalau siang, asap tersebut akan membawa zat belerang yang berbahaya. Maka dari itu, pendakian menuju puncak Semeru diberi batas waktu.

Sekitar pukul 08.30, alhamdulillah, meskipun dengan jeda sekitar sejam-sejam, kelompok kami akhirnya bisa kembali utuh kembali. Semuanya berhasil sampai ke puncak. Dan setelah menghabiskan beberapa waktu, kami memutuskan untuk turun kembali ke Kalimati. Kami juga harus mengantri karena pendaki-pendaki lain seakan serentak ingin turun. Perjalanan menuruni puncak Semeru itu pun jadi pengalaman yang lumayan seru. Karena medannya berupa pasir, kami jadi sedikit kayak meluncur. Tekniknya sih, kita harus bertumpu pada tumit. Dan berusaha agar badan tetap tegak, sedikit ke belakang. Pengaruh gravitasi dan excitement ingin segera sampai bawah membuat perjalanan turun kami begitu cepat. Tentu saja jauh lebih cepat daripada saat summit attack. Saking cepetnya beberapa kali kami kepeleset, dan beberapa kali juga kami harus bergenti buat ngeluarin kerikil dari dalam sepatu. Tapi jangan lupa, kita harus tetap hati-hati dengan batu yang rawan longsor.

 Ayo turun

Tanpa terasa, kami sudah sampai di batas vegetasi, dan langsung lanjut sampai ke Kalimati. Dan nggak kerasa juga ternyata kami sempat melewati jalur yang berbeda dari saat kami naik. Saya sadarnya pas lagi melewatin jalan yang rusak banget dan longsor, sampai kami butuh tali buat ngelewatinnya. Padahal, seinget saya, malam sebelumnya kami nggak pernah melewati jalan itu. Tapi syukur alhamdulillah, kami bisa sampai kembali di Kalimati dengan selamat. Dan begitu sampai tenda, kami semua tepar. Yang namanya jempol kaki udah mati rasa dan punggung udah pada pegel semua.

Kalimati surup-surup

Awalnya, kami berencana melanjutkan perjalan kembali ke Ranu Kumbolo sekitar pukul 15.00. Namun, karena semua masih kecapekan, sampai meriang-meriang, kami akhirnya memundurkan waktu perjalanan sampai ba’da Maghrib. Tadinya mau dimundurin sampai besok paginya, tapi setelah hitung-hitungan waktu, akan lebih baik buat kami bisa sampai di Ranu Kumbolo hari itu juga. Selepas makan sore, kami pun mulai berjalan menuju Ranu Kumbolo.

Kami terus memacu kaki kami untuk berjalan sekuat tenaga, agar tidak kemalaman sampai di Ranu Kumbolo. Dengan mata yang udah kriyip-kriyip, badan remek semua, kami terus melangkah. Di beberapa tempat, kami beristirahat sejenak. Perjalanan kali itu memang tidak seberat saat naik, tapi tetep bikin ngos-ngosan juga. Kami akhirnya sampai di Oro-Oro Ombo. Dan ternyata suasana Oro-Oro Ombo malam hari sunggu berbeda. Jadi agak serem gimana gitu. Karena sepi banget, sunyi, rumputnya tinggi-tinggi, belum lagi nanti kalau ada macan gunung lewat. Hiii... Sang leader memimpin kami untuk berjalan melalui bukit di pinggiran Oro-Oro Ombo. Kami tidak berjalan melintasi bagian tengah Oro-Oro Ombo seperti sebelumnya. Karena ya, itu tadi, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kami harus selalu berhati-hati dan agar berjalan tidak terlalu jauh satu sama lain.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di Tanjakan Cinta dan beristirahat sejenak. Kami menikmati semilir angin gunung, sambil memandang langit malam Semeru yang indah (cieh) Yah, damai banget sih rasanya. Kami pun lalu melanjutkan perjalanan turun ke Ranu Kumbolo dan segera membangun tenda. Kami dapat space kosong yang deket banget sama tepian danau. Entah udah jam berapa waktu itu, pokoknya kami langsung masuk ke tenda dan tidur.

Keesokan harinya, kami bangun dari tidur disambut dengan matahari pagi Ranu Kumbolo. Lagi-lagi saya melewatkan momen detik-detik matahari terbit, wkwkwk.. Tapi saya seneng juga, karena saya jadi punya ‘alasan’ untuk datang ke tempat itu lagi, hehhe... Kami lalu memasak sarapan, dan mengambil air untuk perbekalan. Pagi itu, Ranu Kumbolo masih saja penuh sesak oleh para pendaki. Menjelang siang, sekitar pukul 10.00/11.00, awan mendung tiba-tiba menaungi seluruh danau dan kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan.



Ranu Kumbolo pagi itu

Kami berjalan menyisiri perbukitan di sisi Ranu Kumbolo, dan dari atas sana danau tersebut terlihat benar-benar indah. Dalam hati saya bertekad untuk kembali ke tempat itu lagi. Meskipun, mikir-mikir lagi kalau nerusin sampai ke puncak, hehhe... 

Perjalanan kami kembali ke Ranu Pani terasa begitu cepat. Nggak jarang juga kami lari-larian. Seneng banget akhirnya bisa pulang dan ketemu sama orang-orang di rumah. Tapi harus ekstra hati-hati karena di tengah jalan, kami diguyur gerimis dan jalanan jadi makin licin. Dan seperti kata quote-quote yang dijadikan status di sosmed, bahwa sampai ke puncak adalah bonus, sedangkan kembali ke rumah dengan selamat adalah tujuan utama.

Mendekati Ranu Pani, hujan turun makin deras dan kami makin cepat melangkah. Alhamdulillah, sekitar pukul 15.00 kami semua sudah melewati gerbang pendakian dan beristirahat sejenak di pos, sambil menikmati gorengan dan bakso yang dijual di sana. Ahh, rasanya lega banget. Seneng banget. Hari itu saya membawa pulang banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga. It was priceless!

Di Ranu Pani, kami menyewa satu mobil pick up (harganya kalo nggak salah sama kayak nyewa hardtop) untuk membawa kami kembali ke Tumpang. Perjalanan itu seru juga sih. Saya sama anak-anak berdiri di belakang pick up sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Sekitar Maghrib, kami sampai di Tumpang dan sayangnya di sana saya harus berpisah sama temen-temen @picnicasik. Mereka meneruskan perjalanan ke Stasiun Malang, sementara saya ke Terminal Arjosari. Hmm... Tak ada kata yang bisa saya sampaikan selain Terima Kasih buanyaaak buanget sudah menemani saya selama di Semeru. Mereka semua baik banget, fun, juga sangat sangat supportif. Saya mungkin nggak akan bisa sampai puncak kalo nggak karena mereka. Dan saya juga minta maaf sebesar-besarnya kalo kadang menghambat perjalanan, heheheh...

Anyway, seperti yang saya bilang sebelumnya bahwa perjalanan ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup (kecuali tiba-tiba saya pikun, naudzubillah :P). Saya mendapat banyak sekali pelajaran berharga, baik itu tentang pendakian, tentang alam sekitar, maupun tentang diri saya sendiri. Saya sadar bahwa ternyata saya (dan mungkin kita semua) bisa menjadi lebih kuat dari yang saya (atau kita) pikirkan. We ARE stronger than we think. Ya, kita pasti punya batas kemampuan fisik, tapi kita bisa kok mem-push sedikit lagi dengan niat yang kuat serta doa yang tak putus. Dan seperti yang saya bilang juga kalau menurut saya, mendaki gunung bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga mental dan spiritual. :)

Full team @picnicasik


“I have conquered ... not the mountain, but myself.”
“Saya telah menaklukkan ... bukan gunungnya, tapi diri saya sendiri.”


Sekian, Terima Kasih~



Thanks-List:
Tim @picnicasik, untuk SEMUANYA. Semua pengalaman, kenangan, pembelajaran, dan terima kasih telah menjadi kawan yang sangat supportive
Photographers, for the pics
YOU, for reading this! :)

You Might Also Like

2 comments

  1. Good job fery. Tulisannya bagus sekali bisa membawa pembaca ikut merasakan pengalamanmu.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.