#SoloTripYogya [Ep. 03, End]: Exploring The City

Desember 31, 2017

Hari terakhir di Yogya...

Tadinya pengen main-main ke pantai atau ikut Merapi Lava Tour, tapi kok ya mager banget yak. Langit juga masih mendung. Sewaktu-waktu bisa turun hujan dan saya tak ingin kejadian malam pertama itu terulang kembali. Sudah cukup saya berbasah-basah ria. Terlebih, saya ngga bawa baju lagi. Walhasil, saya memutuskan untuk keliling kota Yogyakarta saja.

And here where the story continues...



Jumat, 1 Desember 2017

Btw pemirsa, hari itu saya pindah hotel ke daerah deket Stasiun Lempuyangan, karena besok Sabtunya saya balik naik kereta pukul 07.00 pagi dan masih harus balikin motor yang lokasi markasnya ada di sekitar stasiun. Nama hotel kedua saya Hotel Kalingga (Kalingga Inn) yang saya pesan lewat reservasi.com seharga seratus ribuan. Lupa pastinya.

Jadi, setelah check out dari Hotel Metro, saya meluncur menuju destinasi pertama, yang telah saya pilih-pilih dari sekian banyak pilihan (?) dan pilihan tersebut akhirnya jatuh kepada... Taman Sari. Heheh. Sungguh mainstream ya. Tapi ya emang belum pernah kesana sih. Jadi, kenapa engga kan?
Berhubung belum bisa check in di hotel kedua dan biar ngga bolak-balik juga, saya memutuskan untuk jalan-jalan sambil menggembol tas yang berisi semua bawaan saya, just like day one. Berat? Jangan ditanya. Legrek say.

Singkat cerita, berbekal panduan GoogleMaps, sampailah saya di parkiran Taman Sari, di dekat Pasar Ngasem. Tapi tunggu deh, ini istananya sebelah mana sih yak? Di sekitar situ, tak tampak pun ada bangunan-bangunan besar, atau bangunan-bangunan tua Taman Sari seperti yang saya lihat di internet.

Ternyata gaes, kita masih harus jalan kaki lagi. Agak mblusuk-mblusuk, melewati plasa di Pasar Ngasem, masuk ke perkampungan, sampai akhirnya sampailah kita di suatu reruntuhan bangunan.
Saya tahu ini bagian dari kompleks Taman Sari, sebab banyak remaja-remaja tanggung yang asyik berkerumun dan berfoto ria di sana. Tapi ada yang aneh, masak iya ngga ada yang jual tiket masuk? 

Akhirnya saya jalan lagi, lebih dalam ke perkampungan. Sampai saya ketemu dengan sebuah terowongan bawah tanah—yang sering juga dipakai swafoto oleh netizen. Dimana di ujungnya, adalah tempat dimana saya seharusnya memulai perjalanan ini, yaitu loket tiket masuk.

Pintu masuk terowongan

Underground tunnel

Tiket masuk ke tempat ini cukup Rp5.000 saja, ditambah Rp2.000 bila membawa kamera selain hp. Kalau mau pake jasa guide ada juga, katanya sih biayanya terserah kita. Guide yang resmi pakai seragam tradisional Jawa.

Pintu masuk yang sesungguhnya

\
Gedong Gapura Panggung

Lanjut, kita akan berjalan melalui sebuah gerbang bernama Gedong Gapura Panggung yang dihiasi dengan dua buah patung naga (dulu katanya ada empat). Di tempat ini, tiket kita akan diperiksa. Dan tersedia brosur juga buat informasi. Kita lalu memasuki sebuah halaman dengan bangunan-bangunan yang disebut Gedong Sekawan. Disebut “sekawan” (artinya: empat) karena di sini terdapat empat buah bangunan kembar yang digunakan sultan dan keluarga untuk beristirahat. Baru setelah itu, kita akan memasuki sebuah tempat yang menjadi highlight di Taman Sari ini, yakni Pasiraman Umbul Binangun.

Umbul Binangun

Lokasi ini udah banyak banget deh fotonya di internet. Selain photogenic, kondisi tempat ini juga masih terjaga dengan baik. Di sini ada tiga kolam dan dua bangunan. Bangunan paling utara adalah tempat istirahat dan ganti pakaian untuk para putri dan selir. Kemudian, di selatannya terdapat dua kolam yang dipisahkan dengan sebuah jalan setapak. Ini tempat putri dan selir mandi-mandi.

Umbul Binangun & Menara "Observasi"

Kemudian di tengah, terdapat bangunan dengan sebuah menara. Menara ini dijadikan sultan sebagai tempat mengobervasi para putri dan selir yang sedang asyik berbasah-basahan. Dan bila ada selir yang dirasa menarik perhatian, selir tersebut akan diundang ke menara untuk hohohihek. Ehm.

Jendela Menara untuk "mengobservasi"


Pemandangan kolam dari puncak menara

Kemudian, di bagian paling selatan terdapat kolam kecil yang khusus dipakai oleh sultan dan permaisuri. Dan pada zaman itu, hanya sultan dan para wanita yang diperbolehkan masuk ke area pemandian ini lho. Wew.


Kolam khusus sultan dan permaisuri

Meninggalkan pemandian, kita akan memasuki sebuah kebun berbentuk segi delapan dan sebuah gerbang besar bernama Gedong Gapura Hageng. Dulu, gerbang ini merupakan akses utama untuk memasuki area pemandian. Di dindingnya terdapat ukiran burung yang sedang menyesap madu dari bebungaan. Ukiran ini ada artinya lho!

Kebun oktagonal

Gedong Gapura Hageng & ukiran burung

Ukiran ini adalah sebuah kronogram (angka tahun yang disimbolkan dengan kata, gambar, atau benda). Dalam bahasa Jawa disebut sengkalan memet. Ukiran di Gedong Gapura Hageng dapat dibaca sebagai Lajering Kembang Sinesep Peksi. Lajering berarti “inti” melambangkan angka 1, Kembang berarti “bunga” melambangkan angka 9, Sinesep berarti “menyesap” atau “minum” melambangkan angka 6, dan Peksi berarti “burung” melambangkan angka 1. Dibaca dari belakang, 1691 tahun Jawa atau sekitar 1765 Masehi, tahun di mana pembangunan Taman Sari selesai.

Setelah melewati gerbang tadi, kita akan menemui... labirin perkampungan. Masih ada beberapa tempat kali yang bisa dikunjungi di Taman Sari ini. Namun untuk kesana, kita mesti menyusuri gang-gang sempit di antara rumah-rumah penduduk. Akan memudahkan bila kita menggunakan jasa guide. Tapi buat yang ngga pake, kita bisa ngikutin orang-orang aja, atau tanya-tanya sama penduduk.

Area perkampungan ini dulunya merupakan bagian dari kompleks Taman Sari. Jadi kebayang kan segimana gedenya tempat ini dulu. Perkampungan tersebut dulunya adalah danau buatan, dimana di tengahnya terdapat pulau buatan yang disebut dengan Pulo Kenongo (Pulau Kenanga) karena dulu banyak tumbuh pohon Kenanga di sana. Reruntuhan gedung yang saya datangi pertama kali tadi, namanya adalah Gedhong Kenongo. Dan bila dilihat dari jauh, dulu, Gedung Kenanga ini tampak seperti mengambang di atas air. Makanya tidak heran kalau Taman Sari dijuluki sebagai “Istana Air”.

Underwater tunnel

Bangunan-bangunan di pulau buatan ini terhubung dengan terowongan bawah air, seperti terowongan saya lewati tadi. Konon katanya, ada juga terowongan rahasia yang terhubung dengan Pantai Selatan, tempat Nyi Roro Kidul bersemayam. Seperti yang kita tahu, Nyi Roro Kidul ini kan konon katanya menjadi istri spiritual Sultan Hamengkubuwono.

Salah satu bangunan yang hanya bisa diakses melalui terowongan tersebut adalah Sumur Gumuling.
Bangunan yang juga sangat hits di kalang netizen dikarenakan bentuknya yang unik dan instagramable. Bangunan ini difungsikan sebagai masjid. Memiliki dua lantai, dengan relung yang digunakan sebagai mihrab. Di tengah bangunan, terdapat empat buah tangga yang bertemu di tengah, dan dari pertemuan ini ada satu tangga lagi menuju lantai dua. Sementara di bagian bawah tangga tersebut, ada kolam kecil yang dipakai untuk berwudhu’. Nah, di tempat ini nih biasanya para netisen berfoto-foto ampe ngantri ngga selese-selese.

Sumur Gumuling

Mihrab

Untuk keliling ke tempat-tempat ini, saya ngga sendirian lho. Secara tidak sengaja, saya ketemu dengan sesosok ibu-ibu gaul nan nyentrik, yang tadinya cuman saya tanyain arah ke Sumur Gumuling, eh malah ditemenin jalan ke sana, bahkan sampe di antar ke Gedhong Kenongo dan Pasar Ngasem.


Reruntuhan Gedong Kenongo

Nama beliau Bu Kecik. Rumahnya tidak jauh dari gerbang Gedhong Gapura Hageng. Beliau ini pernah beberapa kali nganter artis juga lho, buat keliling-keliling di Taman Sari. Orangnya asik banget, ramah, dan suka cerita. Meskipun perawakannya sudah tidak muda lagi, tapi jalannya cepet banget dan masih semangat. Jadi kalau pemirsa main-main kesana, bisa deh dicari namanya Bu Kecik. Beliau udah terkenal di sana. Dan beliau ngga meminta bayaran sebenernya buat nemenin, cuman ya sebagai rasa terima kasih ngga ada salahnya juga kita berbagi rezeki.

With Bu Kecik

Setelah dari Taman Sari, saya melanjutkan perjalanan menuju Museum Benteng Vredeburg. Pasti tau lah ya tempat ini. Buat yang pertama kali ke Yogya, kayaknya harus banget dateng ke sini. Singkat cerita, saya sampai di Jalan Margomulyo dan di sana udah penuh banget sama orang. Padahal hari Jumat ya, bukan hari libur. Saya baru bisa parkir di depan Kantor Pos Besar, dan masih harus jalan kaki ke museumnya. Pas baru nyeberang, tiba-tiba ada bapak-bapaj polisi yang berlalu-lalang dan menghalau orang-orang yang memenuhi jalan raya. Ini pada ngapain sih yha?

Pasukan Gajah Kerajaan

Ternyata pemirsa, hari itu bertepatan dengan Grebek Maulud! Wew, kebetulan sekali ya. Jadinya saya tunda sejenak perjalanan ke Vredeburg untuk menyaksikan kemeriahan acara tersebut. Parade dimulai dengan barisan prajurit keraton yang menunggang gajah, kemudian ada prajurit-prajurit lain yang bawa tombak, ada barisan abdi keraton, dan yang paling mencuri perhatian tentu saja parade gunungan berupa hasil bumi. Seru sih. Saya belum pernah liat secara langsung.



Prosesi Grebeg Maulud

Setelah parade tersebut usai, saya lanjut jalan menuju Vredeburg. Tiket masuknya murah saja, hanya Rp3.000. Ruang pertama yang saya masuki adalah Ruang Pemutaran Film. Lumayan, bisa istirahat dan ngadem, sambil menambah pengetahuan. Benteng Vredeburg ini mulai dibangun pada zaman kolonial (1760) dan awalnya hanya berupa benteng sederhana dari kayu. DI tahun 1767, benteng tersebut diperluas dan dijadikan bangunan permanen, sampai selesai di tahun  1787 dengan nama pertama “Fort Rustenburg” (“Resting Fort”/”Benteng Peristirahatan”). Di tahun 1867, bentengnya hancur kena gempa, kemudian dibangun kembali dan diberi nama baru yakni “Fort Vredeburg” (“Peace Fort”/”Benteng Perdamaian”). Benteng ini dibuka sebagai museum pada 23 November 1992.

Fort Vredeburg

Ruang Film

Setelah dari Ruang Film, saya beranjak menuju Ruang Diorama, yang berisi koleksi foto-foto jadul, benda-benda bersejarah, dan diorama perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan, terutama yang terjadi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Saya kira museumnya bakal terkesan jadul dan boring, tapi ternyata engga kok. Desainnya ternyata cukup modern dan futuristik, ya meskipun banyak panel touchscreen-nya yang rusak.





Beberapa koleksi museum

Saya meninggalkan Museum Vredeburg bertepatan dengan adzan Jumatan. Dan setelah sholat di masjid Polresta Yogya, saya melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya yakni Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Berhubung males mau nyetir motor, akhirnya saya memutuskan untuk jalan kaki, jaraknya ±650 meter dari Kantor Pos Besar. Kondisi jalan waktu itu ramenya minta ampun. Apalagi pas sampai di Alun-Alun Utara, ternyata disana lagi ada kayak pasar malam gitu. Ada banyak orang jualan dan berbagai macam wahana.


Alun-Alun Utara

Gerimis mengiringi saya memasuki area Keraton. Tiket masuknya cukup Rp5.000 saja, ditambah Rp3.000 untuk idhin photo. Fyi, tempat ini pernah jadi lokasi pit stop di acara The Amazing Race Season 19 lho!

Sugeng Rawuh

Keraton as the 2nd pit stop of The Amazing Race S19

Bangunan pertama yang akan kita temui adalah Bangsal Pagelaran. Tempat ini dijaga oleh bapak-bapak yang memakai pakaian adat Jawa dan kita bisa juga menggunakan jasa beliau sebagai guide. Bangsal ini biasanya dipakai untuk even-even wisata, keagamaan, dll disamping acara adat Keraton. Di bangsal ini juga terdapat koleksi kereta kerajaan. Dan juga pakaian-pakaian kerajaan di dalam gedung sebelah timur.

Bangsal Pagelaran

Lanjut, kita akan memasuki area Siti Hinggil Ler setelah menaiki beberapa anak tangga. Di sini sudah tersedia alur berjalan untuk para pengunjung berupa rantai yang diberi papan anak panah. Di sekitar bangsal utama, terdapat bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai toko suvenir dan museum. Sementara di tengah bangsal utama terdapat Bangsal Manguntur Tangkil yang berfungsi sebagai tempat duduk sultan di singgasana saat ada acara kerajaan. Di selatan Manguntur Tangkil, terdapat Bangsal Witono yang dipakai untuk menaruh lambang-lambang atau pusaka kerajaan.


Memasuki area Siti Hinggil Ler


Beberapa koleksi museum

Bangsal Manguntur Tangkil & Bangsal Witono

Hari sudah semakin sore dan alhamdulillah bisa check in juga di hotel kedua. Setelah beberes dan bebersih, saya lanjut jalan lagi dan kali ini tujuan saya adalah Sindhu Kusuma Edupark. Tempat ini tergolong baru sih ya, baru diresmikan pada 2014 lalu. Konsepnya sendiri merupakan taman bermain dan edukasi ya, jadi cocok buat liburan keluarga.

Sindhu Kusuma Edupark

Satu wahana yang paling menarik menurut saya adalah bianglala yang diberi nama Cakra Manggilingan. Dan tau nggak sih, dengan ketinggian mencapai 50 meter, si Cakra Manggilingan ini sekarang menjadi bianglala tertinggi di Indonesia lho!


Cakra Manggilingan

Dari atas, kita bisa melihat keindahan Yogyakarta dan daerah sekitar, sampai ke Gunung Merapi. Tapi perlu diketahui, si bianglala ini tidak akan dijalankan saat hujan tiba karena takut terjadi masalah di mesinnya.


View from above

Tiket masuk Sindhu Kusuma Edupark dibanderol Rp15.000. Dan nambah bayar lagi kalau main di wahana-wahananya. Atau beli terusan dengan paket-paket seperti di bawah ini. Selain main bianglala, saya mampir juga di Cinema 8D tapi penjaganya pada bgzt ya. Masak diputerin film horor, padahal udah tau kalo saya sendirian di dalem bioskop. Kzl.

Seeya

Untuk menutup perjalanan saya di Yogya, malam itu saya jalan-jalan di daerah Malioboro. Ngga beli apa-apa juga sih. Cuman seneng aja, menyusuri sepanjang jalan yang terkenal itu, sambil melihat-lihat aktivitas orang-orang.



Malioboro

Anyway, its been so fun tiga hari perjalanan saya di Yogya. Definitely akan kembali lagi kesini karena masih buanyak sekali tempat yang belum saya sambangi. Dan mungkin ajak keluarga juga kali ya.
So, til next journey guys! J
   



Narahubung:
Taman Sari
Komplek Wisata Taman Sari, Taman, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55133
Telp.: 0817265343

Fort Vredeburg Museum
Jl. Margo Mulyo No.6, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122
Telp.: (0274) 586934

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Jalan Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
Telp.: (0622) 74373721

Sindhu Kusuma Edupark
Jl. Jambon, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55284
Telp.: (0274) 6429660

Hotel Kalingga (Kalingga Inn)
Jl. Juminahan No.50, Purwokinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55166



Thanks-List:
wikipedia.org, for the info
YOU, for reading this! :)      

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.