Tambora Trip [Ep. 01]: Basecamp - Pos 2
Desember 03, 2017
Tambora...
Begitu mendengar namanya, kita pasti langsung teringat
dengan erupsi dahsyatnya dua ratus tahun silam. Letusan yang terdengar
hingga 2.000
km jauhnya tersebut memotong ketinggian Gunung Tambora hingga tersisa sepertiganya (awal ±4000 m, kini 2.851 m). Letusan tersebut turut memusnahkan tiga kerajaan di Pulau Sumbawa, memakan ratusan ribu korban jiwa, serta mengubah iklim dunia sehingga dikenal dengan "Tahun Tanpa Musim Panas".
Letusan Gunung Tambora merupakan salah satu letusan terdahsyat yang pernah tercatat, dengan Indeks Letusan/Volcanic Explosivity Index (VEI) 7—setara 800 megaton TNT, lebih tinggi dari letusan Gunung Krakatau yang memiliki VEI-6. Letusan ini menyebabkan gelombang tsunami sampai ke Pulau Jawa, Kepulauan Maluku, dan menciptakan sebuah danau di Pulau Satonda (±30 km barat laut Tambora).
Sementara di belahan bumi lain, selain bencana kelaparan, efek beragam muncul akibat meletusnya Gunung Tambora. Mulai dari penemuan sepeda (karena banyaknya kuda yang mati), kemudian tercetusnya migrasi dan pergerakan anti-perbudakan di Amerika, lalu lukisan-lukisan pada waktu itu yang gambar mataharinya tampak lebih oranye (karena tertutup debu), hingga menginspirasi terciptanya novel horor "Frankenstein" karya Mary Shelley, puisi "Darkness" oleh Lord Byron, dan bibit-bibit cerita Drakula dan Vampire setelahnya.
Sementara di belahan bumi lain, selain bencana kelaparan, efek beragam muncul akibat meletusnya Gunung Tambora. Mulai dari penemuan sepeda (karena banyaknya kuda yang mati), kemudian tercetusnya migrasi dan pergerakan anti-perbudakan di Amerika, lalu lukisan-lukisan pada waktu itu yang gambar mataharinya tampak lebih oranye (karena tertutup debu), hingga menginspirasi terciptanya novel horor "Frankenstein" karya Mary Shelley, puisi "Darkness" oleh Lord Byron, dan bibit-bibit cerita Drakula dan Vampire setelahnya.
Kisah-kisah mengenai Tambora inlah yang akhirnya memantik
hasrat saya untuk—paling tidak— menapaki jejak-jejak keagungan gunung tersebut. Dan jujur,
di perjalanan kali ini, untuk pertama kalinya saya benar-benar merasakan apa yang dinamakan “mendaki”.
And here where our
story begins...
Kamis, 21 September
2017~
Pagi-pagi, saya, @yuanggafp, & @dentajaya cek out dari penginapan kami dan berangkat ke Bandara Ngurah Rai. Jaraknya deket banget ternyata, cuma 10 menit berkendara. Kami bertiga terbang menuju Bima, Nusa Tenggara Barat, menggunakan maskapai WingsAir yang dijadwalkan berangkat pukul 08.45 dan tiba pukul 09.55. Kami janjian meet up sama peserta pendakian lain di Bima pukul 10.00.
Pagi-pagi, saya, @yuanggafp, & @dentajaya cek out dari penginapan kami dan berangkat ke Bandara Ngurah Rai. Jaraknya deket banget ternyata, cuma 10 menit berkendara. Kami bertiga terbang menuju Bima, Nusa Tenggara Barat, menggunakan maskapai WingsAir yang dijadwalkan berangkat pukul 08.45 dan tiba pukul 09.55. Kami janjian meet up sama peserta pendakian lain di Bima pukul 10.00.
Agak mepet ya sebenernya. Ditambah beberapa hari sebelum
berangkat, kami dapet notif dari Wings kalau penerbangan ke Bima tersebut
mundur 10 menit! Hmm.. Alamat, sampai di Bima langsung dihujat peserta
lain
Namun alhamdulillah, meskipun berangkatnya telat, kami sampai
di Bima just in time! Sekitar pukul 09.50. Dan sedikit tips, kalau kita mau terbang ke Sumbawa,
duduknya di pesawat coba pilih di sebelah kiri deh. Karena kita akan dimanjakan
dengan pemandangan Gunung Rinjani, dan tentu saja, Gunung Tambora!
And welcome to Bima,
Nusa Tenggara Barat...
Itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Pulau
Sumbawa. Kesan pertama, it was so spacious! Terlihat luas dan lengang sekali, ngga
ada gedung-gedung tinggi. Dari jendela pesawat pun udah kelihatan kalau daeah tersebut didominasi oleh padang-padang rumput, perbukitan, dengan permukiman yang tidak
terlalu padat—kalau tidak bisa dibilang “jarang”.
Di depan bandara, kami disambut sama mas @ichyak_ dan
rekan-rekan satu tim lainnya. Ada mba @shinta_sw & @qadzillah. Jadi total
kami ber-enam (tambah satu lagi guide lokal). Saya pribadi suka kalau trip-nya ngga terlalu banyak orang, kayak kita waktu itu. Jadi bisa lebih “intim”.
Tak lama kemudian, kami pun berangkat menuju basecamp
pendakian Gunung Tambora, yakni Desa Pancasila, Kabupaten Dompu. Sebenernya, ada
satu lagi jalur pendakiannya yaitu lewat Doropeti, Bima, cuman yang lebih sering ya
lewat Desa Pancasila ini. Dan di luar ekspektasi saya, ternyata perjalanan menuju Desa Pancasila
itu.. LIMA JAM sodara-sodara! Ya Alloh.
Tapi meskipun perjalanannya lama, ditambah desek-desekan di mobil yang membuat pinggang pegal dan pantat tepos, ditambah jalan-jalan berliku yang memabukkan, kita semua akan dimanjakan dengan pemandangan alam Sumbawa yang indah!
Awalnya kami ngeliat tambak-tambak garam. Dan kata si bapak driver, kalau lagi ngga berladang garam, area tersebut dipakai buat tambak
ikan.
Kemudian ada pemandangan padang rumput dan tanah lapang yang
luaaas, yang waktu itu warnanya didominasi kuning kecoklatan kerana sedang musim
kemarau. Jadi berasa lagi jalan-jalan di Afrika—atau versi lokalnya, di Baluran
lah.
Doro Ncanga
(courtesy of @qadzillah)
Jadi kalau lagi lewat sini, kita harus hati-hati karena
kadang ada kawanan sapi lewat, kerbau baris-berbaris, kuda lari-larian, atau kambing
yang asyik main di tengah jalan.
But seriously, tempat ini pemandangannya keren maksimal.
Apalagi pas kita bisa lihat laut di kejauhan. Wew, keche baday lah pokoke!
Well singkat cerita, sampailah kami di Desa Pancasila, tepatnya di basecamp pendakian milik Pak Syaiful Bahri. Buat yang pernah ke Tambora, udah pasti tau lah tempat ini. Kayaknya sih rumah Pak Syaiful ini jadi satu-satunya basecamp *cmiiw.
Pancasila Basecamp
(Left-Right: @shinta_sw, @qadzillah, @dentajaya, @yuanggafp, me)
(courtesy of @shinta_sw)
Ada beberapa pondokan buat nginep, toilet umum, juga warung kecil. Pak Syaiful ini juga mengoordinasi para porter, guide, dan ojek yang merupakan warga sekitar juga. Beliau juga menyediakan pernak-pernik buat oleh-oleh seperti kopi Tambora, kaos, pin, madu, dsb.
Setelah leyeh-leyeh, bongkar-muat tas, dan mengisi perut
dengan semangkuk mi instan, kami pun siap untuk memulai pendakian!
Tujuan pertama kami adalah Pos 1. Dari basecamp, kita bisa
jalan kaki atau naik ojek. Waktu itu, memilih naik ojek, untuk menghemat waktu
(tarifnya ±Rp50.000).
Kalau naik ojek, kita tidak akan diantar sampai Pos 1, melainkan sampai pintu
hutan. Tapi ya lumayan lah, daripada jalan kaki.
Perjalanan menuju pintu hutan memakan waktu ±30
menit. Dan itu merupakan pengalaman yang benar-benar menegangkan! Tapi seru.
Medan yang kami lalui adalah
jalanan bergelombang, berlubang, ditambah cuaca panas dan berdebu. Tak ayal,
naik ojek itu pun serasa ikut balap motor offroad! Antar pengendara ojek tampak
ingin bersaing menjadi yang pertama. Saya yang dibonceng udah ngga karuan
bentuknya. Sebadan-badan penuh debu, kegores-gores ranting pohon, jantungan
karena beberapa kali hampir jatuh, ditambah si abang ojeknya posesif minta
dipeluk erat. Ngga boleh pegangan samping motor! Tapi bener juga sih, biar
abangnya lebih stabil nyetirnya.
Kami sampai di pintu hutan dalam keadaan dekil, padahal
belum juga mulai mendaki. Tapi ya udahlah ya, dinikmati saja semua pengalamannya.
Di pintu hutan ini kami ketemu sama rombongan pendaki
lain (dari Lombok kalo ngga salah). Kita sebut saja "trio kwek-kwek" karena
terdiri dari satu pria dan dua wanita. Mereka jalan kaki dari basecamp sampai
pintu hutan lho btw. Dan mereka pamit
jalan duluan ke Pos 1, selagi kami masih siap-siap.
Setelah berdoa, kami pun mulai berjalan menuju Pos 1. Begitu masuk hutan, suasana
langsung berubah. Dari yang tadinya panas berdebu, jadi adem dan lembab. Memang,
trek di Tambora ini didominasi oleh hutan. Hutan semua malah sampai Pos 5
(sebelum puncak). Dan kalau musim hujan, bisa dibayangkan, bakalan becek dan
serangan pacet akan merajalela! Tapi untunglah kami mendaki saat kemarau
sehingga aman dari pacet.
Di luar dugaan, trek menuju Pos 1 ini cukup membuat syok ya.
Langsung nanjak-nanjak terjal. Tapi alhamdulillah, sekitar satu jam kemudian,
kami sampailah di Pos 1.
Pos 1 berada di ketinggian ±1.200 mdpl. Di sini ada shelter buat istirahat dan tanah yang lumayan lapang kalau mau buka
tenda/nge-camp. Di sini kami ketemu sama "trio kwek-kwek" lagi.
Setelah istirahat, minum-minum, dan guyon-guyon sejenak,
kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2. Treknya ngga terlalu susah, ngga
nanjak-nanjak banget. Cuman jalannya emang agak sempit Perjalanan kami memakan
waktu ±2
jam dan kami sampai di Pos 2 sekitar Maghrib/Isya.
Pos 2 berada di ketinggan ±1.280 mdpl. Area di sini ngga
terlalu luas dan ngga rata juga, jadi ngga bisa banyak menampung tenda. Tapi
enaknya, sumber air so dekat, tinggal jalan kaki turun ±2 menit saja.
Kami buka tenda dan bermalam di Pos 2 ini. Waktu itu, hanya
ada kami di sana, sementara si "trio kwek-kwek" nginep di Pos 1 kayaknya.
Inilah pertama kalinya, saya merasa benar-benar “mendaki” gunung.
Suasananya yang sepi, sunyi, dan lebih intim. Kita jarang banget ketemu/papasan
sama orang-orang lain (ngga kayak di Semeru atau Rinjani). Jadi, ya, enak deh.
Rasanya lebih khusyu' menikmati alam sekitar.
Malam itu kami “menguasai” shelter Pos 2. Kami masak dan makan
malem dengan leluasa. Tapi jujur, cuaca di sana tidak sedingin yang saya
bayangkan. Malah kalau udah masuk tenda & sleeping bag cenderung jadi gerah.
Anyway, setelah perut kenyang, ngobrol ngalor-ngidul, kami pun menuju peraduan dan bersiap untuk perjalanan esok hari. Tapi jangan lupa, setelah masak
& makan-makan, sisa logistiknya diberesin agar tidak mengundang si babi
hutan dan musang-musang yang nackal!
Next day, kami melanjutkan perjalanan sampai Pos 3, dimana kami nganggur hampir seharian!
Next Episode...
Thanks-List:
nationalgeographic.co.id, wikipedia.org, KompasTV YouTube Channel, wowshack.com, for the info
@shinta_sw, @qadzillah, @dentajaya, @yuanggafp, @ichyak_, for the pics
Tambora's starry night
(courtesy of @yuanggafp)
Next day, kami melanjutkan perjalanan sampai Pos 3, dimana kami nganggur hampir seharian!
Next Episode...
Thanks-List:
nationalgeographic.co.id, wikipedia.org, KompasTV YouTube Channel, wowshack.com, for the info
@shinta_sw, @qadzillah, @dentajaya, @yuanggafp, @ichyak_, for the pics
0 comments