Sambangi Banyuwangi [Ep 05]: Menjejak Ijen

Desember 30, 2015

Sabtu, 26 Desember 2015. Tanpa alarm, dan tanpa ada yang bangunin, pukul 00.30 saya terjaga dari mimpi-mimpi indah saya. Setelah ngumpulin nyawa, saya lantas ke kamar @rhecoo & Jimmy, dan mereka masih tertidur lelap. Saya paksa-paksa bangun dan nanyain mau berangkat jam berapa. Mereka bilang terserah—jawaban yang paling bikin kesel, wkwkwk... Mereka ngomong sambil setengah sadar. Saya juga agak nggak tega ngeliat mereka kecapekan gitu. Saya lalu ke kamar @friskadevimellan dan nanya mau berangkat jam berapa. Dia malah keliatannya agak ragu mau berangkat, haha.. Jadinya, kita sepakatlah mau berangkat pukul 01.00

Jujur, sebenernya saya pengen banget ngejar blue fire (api biru) Gunung Ijen yang tersohor itu. Secara ya, di dunia cuman ada 2 blue fire macem itu, di Iceland sama ya di Indonesia ini. Wew. Dan dari yang saya baca, api biru itu cuman muncul dini hari, maksimal sampai sekitar pukul 05.00. Tapi yah, namanya kita traveling bareng kelompok, kita mesti ngeliat anggota tim lain juga. Waktu itu, anak-anak keliatan capek banget, termasuk saya juga sebenernya. Jadi, yah untuk kesempatan kali itu, target kami cukup menyambangi Gunung Ijen dan syukur-syukur bisa mendaki sampai puncaknya. J



Sekitar pukul 01.00, kami udah siap. Kami bawa barang-barang seperlunya aja since we’re gonna hike a mountain. Dan itu sebenernya pengalaman saya pertama kali mendaki gunung. (gunung Bromo nggak diitung ya, karena mendakinya bisa pake motor). Ya, walaupun gunung Ijen mungkin nggak setinggi dan seberat gunung-gunung lain, tapi bener-bener exciting aja sih. Saya sendiri bawa tas isinya air minum, beberapa potong roti, dan senter. Setelah semua bener-bener siap, kami pun berangkat, memacu kuda mesin kami menembus pekat dan dinginnya Banyuwangi dini hari.

Berkendara menuju Ijen terbilang mudah. Papan jalan yang ada juga udah jelas. Ya meskipun kami sempet nanya juga sesekali pas ketemu persimpangan. Pokoknya jalan aja menuju daerah Licin, terus tinggal ikutin plang-plang yang ada. Waktu itu jalanan lumayan sepi. Sepi banget malah. Hanya ada beberapa mobil (jeep & elf) yang melintas. Kita kudu hati-hati jalannya karena lumayan gelap dan banyak tikungan tajam. Dan suasananya... hmmm agak syerem juga.

Kami pun tiba di salah satu pos yang dijaga pak tentara, dan kami diberhentikan sama beliau-beliau. Kami lantas disuruh bayar tiket/retribusi memasuki kawasan desa wisata Tamansari seharga Rp3.000,00/orang. Kami kira titik pendakian udah deket, eh taunya kata pak tentara masih 17 kilometer lagi. Hvft. Dan kalo pengen ngejar blue fire, kami disuruh bergegas. Akhirnya, kami pun melanjutkan perjalanan dan kami sempet ketemu beberapa pengunjung lain tapi kemudian terpisah. Dan perjalanan ke pos pendakian itu, hmm...

Suasana masih sangat gelap dan penerangan makin minim. Kami terus memacu motor kami. Dingin yang teramat sangat mulai menusuk-nusuk tubuh kami. Tangan ini rasanya udah kayak beku. Dinginnya itu ngelebihin Bromo (yang mana menurut saya, sekarang Bromo udah nggak dingin lagi). Gelap. Dingin. Ditambah dengan kabut yang sesekali datang. Huhhh... Pokoknya perjalanan waktu itu, memorable banget dah. Dibilang serem tapi nggak serem juga. Lebih ke misterius, mythical gitu, ditambah dengan terlihatnya puncak yang tertutup kabut, bulan, dan kelap kelip cahaya di jauh sana. Dramatis!

Sekitar pukul 02.00 atau lebih, kami sampai di pos Paltuding, pos terakhir sebelum mulai pendakian. Badan saya waktu itu udah menggigil saking dinginnya. Kami pun mutusin buat minum yang anget-anget dulu sebelum nanjak. Di Ijen ini udah banyak warung makanan dan minuman, jadi tinggal pilih. Saya beli segelas Energen coklat seharga Rp4.000,00 (4X lipat harga normal tjuy -_-) dan meminumnya sambil menghangatkan diri di depan api yang ada di depan warung. Ahh.. lumayan anget lah. Dan sekitar pukul 03.00 kami baru mulai pendakian. Pas di depan gerbang pendakian, kami ditanyain tiket sama penjaganya, kami sodorin lah tiket yang kami bayar di bawah (pos tentara) tadi. Eh taunya bukan yang itu! :P Ternyata ada tiket lagi buat nanjaknya, bahaha.. Alhasil, saya lari-lari lah ke pos jual tiket nggak jauh dari situ. Harga tiketnya Rp5.000,00/orang + Rp5.000,00/motor. Begitu dapet, saya balik lagi lari-lari ke gerbang pendakian. Ya ampun, udah engap duluan padahal belum mulai naik. Setelah diperiksa sama si bapak penjaga, kami pun diizinkan untuk lewat. Dan...  pendakian kami pun dimulai!

It was soooooo exciting!!! Ah... pendakian official pertama saya. Jalanan ke atas lumayan gelap, karena nggak ada penerangan juga. Masih dini hari juga. Untungnya saya bawa senter jadi lumayan bisa menerangin jalan. Apalagi buat saya yang matanya minus, dan kalo gelap penglihatan tambah menurun. Tapi beneran dah ya, namanya juga pemula, dan tanpa persiapan apapun. Nggak ada latihan-latihan jogging atau apapun. Ditambah jarang olahraga juga. Perjalanan ke puncak kala itu bener-bener perjuangan buat saya, dan buat kami.

Udah nggak keitung deh berapa kali kita berhenti buat sekadar menarik napas, atau minum sedikit. Tapi yang bener ema ng jangan sering-sering/kebanyakan minum, soalnya bisa memperlambat metabolisme tubuh (katanya). Sekitar 3-5 menit berhenti, kita lanjut lagi. Jalan beberapa meter, terus istirahat lagi. Bahahah. Waktu itu lumayan rame sih. Banyak juga yang mengunjungin Ijen. Bahkan kita papasan sama ibuk-ibuk, kakek-nenek, anak-anak kecil juga yang menyusuri jalan menuju puncak Ijen. Kami nggak boleh kalah dong sama mereka! Wkwkwk...

Jalan dikit, cekrek

Dan di satu titik, kami bertemu dengan salah satu icon dari Gunung Ijen. Apa itu? Penambang belerang! Yap, pasti udah pada tau dong kalo di Ijen ini banyak orang yang bekerja sebagai penambang belerang. Kami sempet berbincang dengan beliau-beliau. Dan kami beri salut setinggi-tingginya. Kata bapak-bapak penambang itu, dalam satu kali naik-turun, mereka bisa membawa/memikul hinggal 100 kilogram bongkahan belerang! Dan tau nggak... 1 kilogram belerang itu dihargai Rp900,00 aja. Itu kalo ngambilnya di shift pagi. Kalo shift siang, bisa Rp1.000,00/kilogram. Hmm... two thumbs up deh buat bapak-bapak ini. Dan selain dari nambang, mereka juga kerja sampingan sebagai guide ke blue fire (tarifnya sekitar 90-150ribuan), kadang sebagai jasa angkut orang (pakai gerobak buat belerang) yang udah nggak kuat nanjak/turun gunung (tarifnya nggak ngerti berapa), dan ada juga yang menjual ukiran dari bongkahan belerang (harganya 5-20ribuan).

Bapak-bapak setrong penambang belerang

Untuk menambah penghasilan, beliau-beliau bikin kerajinan belerang juga

Well, setelah perjuangan yang melelahkan, akhirnya kami tiba di pos penimbangan. Ini sebenernya tempat buat nimbang belerang-belerang yang udah diambil para penambang. Tapi, bisa juga dibuat tempat istirahat para pendaki. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 lebih hampir setengah 5. Setelah beristirahat sejenak, kami langsung ngelanjutin perjalanan. Pas di tengah jalan ketemu bapak-bapak, katanya udah tinggal dikit lagi. Abis nanjak dua kali, terus jalannya datar. Thanks God.

Dan saat hampir mendekati puncak, cahaya matahari pagi menyapa kami dengan lembutnya. Maka tampak lah di hadapan kami, pemandangan yang luar biasa indah. Gunung-gunung, lembah, pohon-pohon, dipercantik dengan kabut-kabut tipis. Ahh...  Subhanallah. Tapi tetep yah, namanya orang kita, masih ada aja yang ninggalin sampah-sampah. -_-

Si api biru memang pasti takkan kami temui hari itu. Sempet denger juga katanya orang-orang yang udah di puncak sekitar pukul 02.00-03.00 juga nggak dapet karena kabut. Well. Tapi hasrat kami untuk sampai ke pucak tidak surut. Kami terus melangkah. Sesekali tercium aroma belerang, menandakan kami sudah hampir mencapai puncak. Sebelum berangkat ke Ijen, kami sempet menyewa masker (yang kayak moncong babi itu) seharga Rp20.000,00, which was agak sia-sia sebenernya karena belerangnya menurut saya nggak terlalu tajam waktu itu. Tapi yah nggak ada salahnya juga jaga-jaga.

Kami lanjutkan langkah kami. Setapak demi setapak. Lelah sudah seakan tak terasa lagi karena kami sudah dapat melihat tujuan kami. Dan benar saja, beberapa menit kami berhasil mencapai... puncak Gunung Ijen!

Akhirnya sampai puncak

Wow. Masih agak nggak percaya juga akhirnya saya sampai juga di puncak. Puncak pertama saya. Dari atas situ, pemandangan semakin dramatis. Saya bisa melihat kawah Gunung Ijen yang termasyur itu. Berwarna biru cerah. Sesekali tertutupi dengan asap belerang. Tanpa basa-basi lagi, kami segera mengabadikan momen ini dengan berfoto-foto ria. Yah, walaupun nggak daet api biru. Tapi apa yang kami saksikan di atas sana, serta apa yang kami rasakan setelah sampai dipuncak, benar-benar priceless. Tidak akan terlupakan. Subhanallah. Alhamdulillah.


Perjalanan kami yang melelahkan terbayar sudah. LUNAS! 


...Bersambung ke Episode 6


Thanks-List:
Photographers, for the pics
YOU, for reading this :)

You Might Also Like

0 comments

Diberdayakan oleh Blogger.